Surah Al-Fatihah Ayat 1, Cahaya Pembuka Keagungan Ilahi

0
944

Surah Al-Fatihah Ayat 1 membuka pintu pengakuan dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dalam ayat ini, kita disajikan dengan pengenalan yang penuh hormat terhadap sifat-sifat Allah yang penuh kasih dan belas kasih.

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Fatihah : 1)

.

Tafsir Surah Al-FatihahAyat 1

Mari kita bersama-sama merenungkan makna apa yang tafsir sampaikan mengenai Surah Al-Fatihah ayat 1 ini.

.

Tafsir Ibnu Abbas

(dengan Nama). Ba adalah bahā-un (kecantikan) Allah, bahjatun (keindahan-Nya), balā-un (cobaan-Nya), dan barakatun (berkah-Nya). Ba juga mengawali nama-Nya, Bārī’ (Yang Maha Menciptakan). Sin adalah sanā-un (keagungan-Nya) dan sumuwwun (keluhuran-Nya). Sin juga mengawali nama-Nya, sa‘īdun, samī‘un (Yang Maha Memberi Harapan Baik, Yang Maha Mendengar). Mim adalah mulkun (kerajaan-Nya), majdun (kemulian-Nya), serta mannatun (anugerah-Nya) yang dilimpahkan kepada hamba-hamba yang telah Dia tunjukkan pada keimanan. Mim juga mengawali nama-Nya, majīdun (Yang Maha Mulia).

(Allah), berarti seluruh makhluk mempertuhankan-Nya. Seluruh makhluk tunduk kepada-Nya ketika membutuhkan (sesuatu) atau mendapat kesulitan.

(Yang Maha Pengasih) kepada yang berbuat baik dan yang berbuat durhaka. Dia yang memberi rezeki dan yang menghindarkan mereka dari bahaya.

(Yang Maha Penyayang), khusus kepada kaum mukminin, berupa pemberian ampunan dan memasukkan mereka ke dalam surga. Artinya (Dialah) yang menutupi dosa-dosa mereka di dunia, menyayangi mereka di akhirat, serta memasukkan mereka ke dalam surga.

Simak: Surah Al-Fatihah, Pembukaan yang Membawa Cahaya

.

Tafsir Hidayatul Insan

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[2].

[2] Maksudnya adalah Saya memulai membaca surah Al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah sambil memohon pertolongan kepada-Nya agar dapat membaca firman-Nya, memahami maknanya dan dapat mengambilnya sebagai petunjuk. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan, menaiki kendaraan, membaca Al-Qur’an di awal surah, masuk dan keluar masjid, mengunci pintu, masuk dan keluar rumah, menulis surah, hendak berwudhu’ dan sebagainya.

Allah ialah nama Zat Yang Maha suci, yang satu-satunya berhak disembah dengan sebenarnya disertai rasa cinta, takut dan berharap kepada-Nya, Zat yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tetapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah memiliki rahmat (kasih-sayang) yang luas mengena kepada semua makhluk-Nya, sedangkan Ar Rahiim artinya Allah Maha Penyayang kepada orang-orang mukmin.

Kepada orang-orang mukmin itu diberikan-Nya rahmat yang mutlak, selain mereka hanya memperperoleh sebagian daripadanya. Ar Rahmaan dan Ar Rahiim merupakan nama Allah yang menetapkan adanya sifat rahmah (sayang) bagi Allah Ta’ala sesuai dengan kebesaran-Nya.

Simak: Surah Al-Baqarah Ayat 286: Merenungi Makna Doa Orang Mukmin

.

Tafsir Ibnu Katsir

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Para sahabat memulai bacaan Kitabullah dengan basmalah, dan para ulama sepakat bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari surah An-Naml. Kemudian mereka berselisih pendapat apakah basmalah merupakan ayat tersendiri pada permulaan tiap-tiap surah, ataukah hanya ditulis pada tiap-tiap permulaan surah saja. Atau apakah basmalah merupakan sebagian dari satu ayat pada tiap-tiap surah, atau memang demikian dalam surah Al-Fatihah, tidak pada yang lainnya; ataukah basmalah sengaja ditulis untuk memisahkan antara satu surah dengan yang lainnya, sedangkan ia sendiri bukan merupakan suatu ayat. Mengenai masalah ini banyak pendapat yang dikatakan oleh ulama, baik Salaf maupun Khalaf. Pembahasannya secara panjang lebar bukan diterangkan dalam kitab ini.

Di dalam kitab Sunan Abu Daud dengan sanad yang sahih:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَعْرِفُ فَصْلَ السُّورَةِ حَتَّى يَنْزِلَ عَلَيْهِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ dahulu belum mengetahui pemisah di antara surah-surah sebelum diturunkan kepadanya: Bismillahir rahmanir rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Hadits ini diketengahkan pula oleh Imam Hakim, yaitu Abu Abdullah An-Naisaburi, di dalam kitab Mustadrak-nya. Dia meriwayatkannya secara mursal dari Sa’id ibnu Jubair.

Di dalam kitab Sahih Ibnu Khuzaimah disebutkan dari Ummu Salamah radiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah ﷺ membaca basmalah pada permulaan surah Al-Fatihah dalam shalatnya, dan beliau menganggapnya sebagai salah satu ayatnya.

Tetapi hadits yang melalui riwayat Umar ibnu Harun Balkhi, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ummu Salamah ini di dalam sanadnya terkandung kelemahan.

Imam Daruqutni ikut meriwayatkannya melalui Abu Hurairah secara marfu’. Hal semisal diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Abbas serta selain keduanya

Di antara orang-orang yang mengatakan bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari tiap surah kecuali surah Bara’ah (surah At-Taubah) adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, dan Abu Hurairah sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Ata, Tawus, Sa’id ibnu Jubair. dan Makhul Az-Zuhri. Pendapat inilah yang dipegang oleh Abdullah ibnu Mubarak, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambal dalam salah satu riwayat yang bersumber darinya, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam.

Imam Malik dan Imam Abu Hanifah serta murid-muridnya mengatakan bahwa basmalah bukan merupakan salah satu ayat dari surah Al-Fatihah, bukan pula bagian dari surah-surah lainnya.

Imam Syafii dalam salah satu pendapat yang dikemukakan oleh sebagian jalur mazhabnya menyatakan bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari Al-Fatihah, tetapi bukan merupakan bagian dari surah lainnya. Diriwayatkan pula dari Imam Syafii bahwa basmalah adalah bagian dari satu ayat yang ada dalam permulaan tiap surah. Akan tetapi, kedua pendapat tersebut garib (aneh).

Daud mengatakan bahwa basmalah merupakan ayat tersendiri dalam permulaan tiap surah, dan bukan merupakan bagian darinya. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad ibnu Hambal. diriwayatkan pula oleh Abu Bakar Ar-Razi, dari Abul Hasan Al-Karkhi, yang keduanya merupakan pentolan murid-murid Imam Abu Hanifah.

Demikianlah pendapat-pendapat yang berkaitan dengan kedudukan basmalah sebagai salah satu ayat dari Al-Fatihah atau tidaknya.

Masalah pengerasan bacaan basmalah sesungguhnya merupakan cabang dari masalah di atas. Dengan kata lain, barang siapa berpendapat bahwa basmalah bukan merupakan suatu ayat dari Al-Fatihah, dia tidak mengeraskan bacaannya. Demikian pula halnya bagi orang yang sejak awalnya berpendapat bahwa basmalah merupakan ayat tersendiri.

Orang yang mengatakan bahwa basmalah merupakan suatu ayat dari permulaan setiap surah, berselisih pendapat mengenai pengerasan bacaannya. Mazhab Syafii mengatakan bahwa bacaan basmalah dikeraskan bersama surah Al-Fatihah, dan dikeraskan pula bersama surah lainnya. Pendapat ini bersumber dari berbagai kalangan ulama dari kalangan para sahabat para tabi’in. dan para imam kaum muslim. baik yang Salaf maupun Khalaf.

Dari kalangan sahabat yang mengeraskan bacaan basmalah ialah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Mu’awiyah. Bacaan keras basmalah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Bar dan Imam Baihaqi dari Umar dan Ali. Apa yang dinukil oleh Al-Khatib dari empat orang khalifah, yaitu Abu Bakar. Umar, Usman. dan Ali merupakan pendapat yang garib.

Dari kalangan tabi’in yang mengeraskan bacaan basmalah ialah Sa’id ibnu Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, Az-Zuhri, Ali ibnul Husain dan anaknya (yaitu Muhammad serta Sa’id ibnul Musayyab), Ata, Tawus, Mujahid, Salim, Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, Ubaid dan Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, Abu Wail dan Ibnu Sirin, Muhammad ibnul Munkadir, Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas dan anaknya (Muhammad), Nafi’ maula Ibnu Umar, Zaid ibnu Aslam, Umar ibnu Abdul Aziz, Al-Azraq ibnu Qais. Habib ibnu Abu Sabit. Abusy Syasa, Makhul, dan Abdullah ibnu Ma’qal ibnu Muqarrin. Sedangkan Imam Baihaqi menambahkan Abdullah ibnu Safwan, dan Muhammad ibnul Hanafiyyah menambahkan Ibnu Abdul Bar dan Amr ibni Dinar.

Hujah yang mereka pegang dalam mengeraskan bacaan basmalah adalah Karena basmalah merupakan bagian dari surah Al-Fatihah, maka bacaan basmalah dikeraskan pula sebagaimana ayat-ayat surah Al-Fatihah lainnya.

Telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai di dalam kitab Sunan-nya oleh Ibnu Khuzaimah serta Ibnu Hibban dalam kitab Sahih-nya masing-masing, juga oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui Abu Hurairah: bahwa ia melakukan shalat dan mengeraskan bacaan basmalahnya; setelah selesai dari shalatnya itu Abu Hurairah berkata, Sesungguhnya aku adalah orang yang shalatnya paling mirip dengan shalat Rasulullah ﷺ di antara kalian.

Hadits ini dinilai sahih oleh Imam Daruqutni, Imam Khatib, Imam Baihaqi, dan lain-lainnya.

Abu Daud dan Turmuzi meriwayatkan melalui Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ pernah membuka shalatnya dengan bacaan bismilahir rahmanir rahim. Kemudian Turmuzi mengatakan bahwa sanadnya tidak mengandung kelemahan.

Hadits yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ mengeraskan bacaan bismillahir rahmanir rahim. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadits tersebut sahih.

Di dalam Sahih Bukhari disebutkan melalui Anas ibnu Malik bahwa ia pernah ditanya mengenai bacaan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ, maka ia menjawab bahwa bacaan Nabi ﷺ panjang, beliau membaca bismillahir rahmanir rahim dengan bacaan panjang pada bismillah dan Ar-Rahman serta Ar-Rahim. (Dengan kata lain, beliau ﷺ mengeraskan bacaan basmalahnya).

Di dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan Abu Daud, Sahih Ibnu Khuzaimah dan Mustadrak Imam Hakim, disebutkan melalui Ummu Salamah radiyallahu ‘anha yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ membacanya dengan cara berhati-hati pada setiap ayat, yaitu:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ. الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, yang menguasai hari pembalasan ….

Ad-Daruqutni mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih.

Imam Abu Abdullah Asy-Syafii meriwayatkan, begitu pula Imam Hakim dalam kitab Mustadrak-nya melalui Anas, bahwa Mu’awiyah pernah shalat di Madinah; ia meninggalkan bacaan basmalah, maka orang-orang yang hadir (bermakmum kepadanya) dari kalangan Muhajirin memprotesnya. Ketika ia melakukan shalat untuk yang kedua kalinya barulah ia membaca basmalah.

Semua hadits dan atsar yang kami ketengahkan di atas sudah cukup. dijadikan sebagai dalil yang dapat diterima guna menguatkan pendapat ini tanpa lainnya. Bantahan dan riwayat yang garib serta penelusuran jalur, ulasan, kelemahan-kelemahan serta penilaiannya akan dibahas pada bagian lain.

Segolongan ulama lainnya mengatakan bahwa bacaan basmalah dalam shalat tidak boleh dikeraskan. Hal inilah yang terbukti dilakukan oleh empat orang khalifah, Abdullah ibnu Mugaffal. dan beberapa golongan dari ulama Salaf kalangan tabi’in dan ulama Khalaf, kemudian dipegang oleh mazhab Abu Hanifah, Imam Sauri, dan Ahmad ibnu Hambal.

Menurut Imam Malik, basmalah tidak boleh dibaca sama sekali, baik dengan suara keras ataupun perlahan. Mereka mengatakan demikian berdasarkan sebuah hadits di dalam Sahih Muslim melalui Siti Aisyah radiyallahu ‘anha yang menceritakan bahwa:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، والقراءة بالحمد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Rasulullah membuka shalatnya dengan takbiratul ihram dan membuka bacaannya dengan al-hamdu lillahi rabbil ‘alamina (yakni tanpa basmalah).

Simak:Ayat Kursi, Pencerahan Jiwa dan Kehadiran Ilahi

.

Di dalam kitab Sahihain yang menjadi dalil mereka disebutkan melalui Anas ibnu Malik yang mengatakan:

صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وعثمان فكانوا يفتتحون بالحمد لله رب العالمين

Aku shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, Umar, dan Us’man. Mereka membuka (bacaannya) dengan alhamdu lillahi rabbil ‘alamina.

Menurut riwayat Imam Muslim, mereka tidak mengucapkan bismil-lahir rahmanir rahim, baik pada permulaan ataupun pada akhir bacaannya. Hal yang sama disebutkan pula dalam kitab-kitab Sunan melalui Abdullah ibnu Mugaffal radiyallahu ‘anhu Demikianlah dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh para imam dalam masalah ini, semuanya berdekatan, karena pada kesimpulannya mereka sangat sepakat bahwa shalat orang yang mengeraskan bacaan basmalah dan yang memelankannya adalah sah.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Selanjutnya, mari kita terus memperdalam pemahaman kita terhadap ajaran Al-Qur’an dengan merenungkan Basmalah, Permulaan yang Mencerahkan bersama kami di kecilnyaaku.com.

 

Ayat:         3        5       7

Artikel SebelumnyaMembaca Basmalah Pada Permulaan Setiap Perbuatan
Artikel SelanjutnyaAmanat Pembina Upacara, Menghargai Jasa Pahlawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini