Kewajiban Para Wali Terhadap Perwaliannya

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 5

0
353

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 5. Wasiat berbuat baik kepada anak-anak yatim dan memelihara harta mereka, dan menerangkan kewajiban para washi (orang yang mendapat wasiat) terhadap asuhannya dan kewajiban para wali terhadap perwaliannya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (Q.S. An-Nisaa’ : 5)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa lā tu’tus sufahā-a (dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya), yakni janganlah kalian menyerahkan kepada wanita-wanita dan anak-anak yang belum sempurna akalnya.

Amwālakumul latī ja‘alallāhu lakum qiyāman warzuqūhum fīhā (harta [mereka yang ada dalam pemeliharaan kalian] yang Allah Jadikan sebagai penghidupan. Berilah mereka rezeki darinya [dari hasil harta itu]), yakni berilah mereka makan oleh kalian dari harta itu.

Wak sūhum (dan berilah mereka pakaian), serta jadilah kalian orang yang berperan dalam mengurus hal-hal seperti itu, sebab kalian lebih tahu daripada mereka dalam hal pemberian nafkah dan sedekah sesuai dengan haknya.

Wa qūlū lahum (dan ucapkanlah kepada mereka), sekiranya kalian tidak punya sesuatu (untuk mereka).

Qaulam ma‘rūfā (perkataan yang baik), yakni yang dipandang baik, misalnya (dengan mengatakan) nanti akan saya beri pakaian atau nanti akan saya beri anu.

.

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Dan janganlah kamu[23] serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya[24], harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu[25] yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja[26] dan pakaian (dari hasil harta itu) serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik[27].

[23] Yakni para wali.

[24] Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya baik karena hilang akal seperti orang gila, maupun karena belum cerdas seperti orang yang biasa boros. Dalam ayat ini, Allah melarang para wali menmyerahkan harta mereka yang belum sempurna akalnya agar harta itu tidak habis atau binasa. Hal itu, karena Allah menjadikan harta sebagai penopang hamba-hamba-Nya untuk maslahat dunia mereka maupun agama, mereka yang belum sempurna akalnya tidak dapat mengatur hartanya dan menjaganya. Oleh karena itu, wali mereka yang bertindak, yaitu dengan mengeluarkan harta untuk makan dan pakaian mereka, serta mengeluarkan untuk sesuatu yang dharuri (penting) atau dibutuhkan mereka baik terkait dengan agama maupun dunia.

[25] Disandarkannya harta kepada para wali sebagai isyarat wajibnya bagi para wali memberlakukan harta anak yatim sebagaimana mereka memberlakukan harta mereka dengan menjaganya, bertindak tepat dan tidak membawa kepada hal-hal yang berbahaya.

[26] Yakni berikanlah mereka makanan dari harta itu. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa nafkah orang gila, anak kecil, orang yang kurang akalnya diambil dari harta mereka jika mereka memiliki harta. Demikian juga menunjukkan bahwa perkataan wali adalah diterima dalam hal dakwaannya berupa nafkah yang memang mungkin dan pakaian, karena Allah menjadikan mereka sebagai orang yang diberi amanat (dipercaya) terhadap harta orang-orang yang belum sempurna akalnya itu, sehingga perkataan orang yang diberi amanat adalah diterima.

[27] Misalnya dengan menerangkan kepada mereka -saat mereka meminta harta, bahwa harta akan diserahkan kepada mereka nanti setelah mereka sudah pandai mengaturnya.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan janganlah kamu serahkan) hai para wali (kepada orang-orang yang bebal) artinya orang-orang yang boros dari kalangan laki-laki, wanita dan anak-anak (harta kamu) maksudnya harta mereka yang berada dalam tanganmu (yang dijadikan Allah sebagai penunjang hidupmu) qiyaaman mashdar dari qaama; artinya penopang hidup dan pembela kepentinganmu karena akan mereka habiskan bukan pada tempatnya. Menurut suatu qiraat dibaca qayyima jamak dari qiimah; artinya alat untuk menilai harga benda-benda (hanya berilah mereka belanja daripadanya) maksudnya beri makanlah mereka daripadanya (dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik) misalnya janjikan jika mereka telah dewasa, maka harta mereka itu akan diberikan semuanya kepada mereka.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhaanahu wa Ta’aala melarang memperkenankan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya melakukan tasarruf (penggunaan) harta benda yang dijadikan oleh Allah untuk dikuasakan kepada para wali mereka.

Yakni para wali merekalah yang menjamin kehidupan mereka dari hasil pengelolaan hartanya, baik melalui dagang ataupun cara lainnya.

Berangkat dari pengertian ini disimpulkan bahwa orang-orang yang kurang sempurna akalnya dikenakan hijir (tidak boleh men-tasarruf-kan hartanya). Mereka yang di-hijir ini ada beberapa macam: adakalanya karena usia orang yang bersangkutan masih sangat muda, sebab perkataan seorang anak kecil tidak dianggap (dalam mu’amalah).

Adakalanya hijir disebabkan karena penyakit gila. Adakalanya karena buruk da!am ber-tasarruf mengingat akalnya kurang sempurna atau agamama kurang. Adakalanya karena pailit, yang dimaksud dengan pailit ialah bila utang seorang lelaki menenggelamkan dirinya, dan semua hartanya tidak dapat untuk menutup utangnya itu. Untuk itu apabila para pemilik piutang menuntut kepada pihak hakim agar meng-hijir-nya, maka ia terkena hijir (tidak boleh men-tasarruf-kan hartanya dan hartanya dibeslah).

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan kalian. (An-Nisaa’: 5) Menurut Ibnu Abbas, mereka adalah anak-anakmu dan wanita-wanita(mu).

Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Mas’ud, Al-Hakam ibnu Uyaynah, Al-Hasan, dan Ad-Dahhak, bahwa mereka adalah wanita-wanita dan anak-anak kecil.

Menurut Sa’id ibnu Jubair, mereka adalah anak-anak yatim.

Mujahid dan Ikrimah serta Qatadah mengatakan bahwa mereka adalah wanita.

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمّار، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَائِكَةِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَإِنَّ النِّسَاءَ السُّفَهاء إِلَّا الَّتِي أَطَاعَتْ قَيِّمَها

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abul Atikah, dari Ali ibnu Yazid. dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya wanita itu kurang sempurna akalnya kecuali wanita yang taat kepada qayyim (wali)nya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih secara panjang lebar.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, disebutkan dari Muslim ibnu Ibrahim bahwa telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syuraih, dari Mu’awiyah ibnu Qurrah, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian. (An-Nisaa’: 5) Bahwa mereka adalah para pelayan, dan mereka adalah setan-setan manusia.

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا

Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (An-Nisaa’: 5)

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, Janganlah kamu berniat terhadap hartamu dan apa yang diberikan oleh Allah kepadamu sebagai penghidupanmu, lalu kamu berikan hal itu kepada istrimu atau anak perempuanmu, lalu kamu hanya menunggu dari pemberian apa yang ada di tangan mereka. Tetapi peganglah hartamu dan berbuat kemaslahatanlah dengannya (yakni kembangkanlah). Jadilah dirimu sebagai orang yang memberi mereka nafkah, yaitu sandang pangan dan biaya mereka.

Daftar Isi: Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-4

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Firas, dari Asy-Sya’bi, dari Abu Burdah. dari Abu Musa yang mengatakan, Ada tiga macam orang yang berdoa kepada Allah, tetapi Allah tidak memperkenankan bagi mereka. yaitu: Seorang lelaki yang mempunyai istri yang berakhlak buruk, lalu ia tidak menceraikannya; seorang lelaki yang memberikan harta (orang yang ada dalam kekuasaan)nya kepada orang yang kurang sempurna akalnya (yang ada dalam pemeliharaannya), sedangkan Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah berfirman: ‘Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian’ (An-Nisaa’: 5). Dan seorang lelaki yang mempunyai utang kepada lelaki lain sedangkan si pemiutang tidak mempunyai saksi terhadapnya

Ayat berikutnya: Ujilah Anak-anak Yatim Itu Sampai Mereka Cukup Umur untuk Menikah

Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (An-Nisaa’: 5) Yakni dalam rangka berbuat bajik dan bersilaturahmi.

Ayat yang mulia ini mengandung makna berbuat baik kepada istri (keluarga) dan orang-orang yang berada dalam pemeliharaannya, yaitu berbuat baik secara nyata dengan memberi nafkah berupa sandang pangan disertai dengan kata-kata yang baik dan akhlak yang mulia.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Artikel SebelumnyaUjilah Anak-anak Yatim Itu Sampai Mereka Cukup Umur untuk Menikah
Artikel SelanjutnyaMembayar Maskawin kepada Calon Istrinya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini