Membayar Maskawin kepada Calon Istrinya

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 4

0
230

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 4. Batasan poligami dan hikmahnya dalam Islam, seorang lelaki diwajibkan membayar maskawin kepada calon istrinya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. (Q.S. An-Nisaa’ : 4)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa ātun nisā-a shaduqātihinna (dan berikanlah maskawin kepada wanita [yang kalian nikahi]), yakni mahar untuk mereka.

Nihlah (sebagai pemberian dengan penuh kerelaan), yakni sebagai pemberian dari Allah Ta‘ala untuk mereka dan sebagai kewajiban untuk kalian.

Fa iη thibna lakum ‘aη syai-im minhu (kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari maskawin itu), yakni jika mereka menghalalkan sebagian maskawin yang telah kalian berikan untuk mereka.

Nafsaη fa kulūhu hanī-an (dengan senang hati, maka makanlah [ambillah] pemberian itu sebagai sesuatu yang menyenangkan), yakni yang tidak berdosa.

Marī-ā (lagi bermanfaat), yakni tidak menumbulkan cela.

.

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

4.[18] Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan[19]. Kemudian, jika mereka[20] menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati[21], maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati[22].

[18] Karena biasanya kaum lelaki menzalimi wanita dalam hal mahar, mereka mengurangi maharnya, terlebih jika nilainya besar dan langsung diberikan, hatinya merasa berat memberikannya, maka di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan untuk memberikan mahar mereka, jangan sengaja menundanya atau menguranginya. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa mahar diberikan kepada wanita apabila mukallaf (sudah dewasa), dan bahwa si wanita yang memilikinya. Demikian juga bahwa wali tidak berhak apa-apa terhadap maskawin itu selain pemberian yang direlakannya.

[19] Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan menurut persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.

[20] Yakni wanita. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa si wanita berhak bertindak terhadap hartanya jika ia cerdas.

[21] Yakni dengan keridaan dan menjadi pilihannya menggugurkan sebagiannya atau menundanya atau bahkan menggantinya.

[22] Kata-kata ini Maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati untuk menghiangkan rasa tidak enak dalam hati ketika menerima pemberian tersebut.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Berikanlah kepada wanita-wanita itu maskawin mereka) jamak dari shadaqah (sebagai pemberian) karena ketulusan dan kesucian hati (Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati) nafsan merupakan tamyiz yang asalnya menjadi fa’il; artinya hati mereka senang untuk menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepadamu lalu mereka berikan (maka makanlah dengan enak) atau sedap (lagi baik) akibatnya sehingga tidak membawa bencana di akhirat kelak. Ayat ini diturunkan terhadap orang yang tidak menyukainya.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (An-Nisaa’: 4)

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan istilah nihlah dalam ayat ini adalah mahar.

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri. dari Urwah, dari Siti Aisyah, bahwa nihlah adalah maskawin yang wajib.

Muqatil, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa nihlah artinya faridah (maskawin yang wajib), sedangkan Ibnu Juraij menambahkan bahwa maskawin tersebut adalah maskawin yang disebutkan.

Ibnu Zaid mengatakan, istilah nihlah dalam perkataan orang Arab artinya maskawin yang wajib. Disebutkan, Janganlah kamu menikahinya kecuali dengan sesuatu (maskawin) yang wajib baginya. Tidak layak bagi seseorang sesudah Nabi ﷺ menikahi seorang wanita kecuali dengan maskawin yang wajib. Tidak layak penyebutan maskawin didustakan tanpa alasan yang dibenarkan.

Pada garis besarnya perkataan mereka menyatakan bahwa seorang lelaki diwajibkan membayar maskawin kepada calon istrinya sebagai suatu keharusan. Hendaknya hal tersebut dilakukannya dengan senang hati. Sebagaimana seseorang memberikan hadiahnya secara suka rela, maka seseorang diharuskan memberikan maskawin kepada istrinya secara senang hati pula. Jika pihak istri dengan suka hati sesudah penyebutan maskawinnya mengembalikan sebagian dari maskawin itu kepadanya, maka pihak suami boleh memakannya dengan senang hati dan halal. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An-Nisaa’: 4)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari As-Saddi, dari Ya’qub ibnul Mugirah ibnu Syu’bah, dari Ali yang mengatakan, Apabila seseorang di antara kalian sakit, hendaklah ia meminta uang sebanyak tiga dirham kepada istrinya atau yang senilai dengan itu, lalu uang itu hendaklah ia belikan madu. Sesudah itu hendaklah ia mengambil air hujan, lalu dicampurkan sebagai minuman yang sedap lagi baik akibatnya, sebagai obat yang diberkati.

Hasyim meriwayatkan dari Sayyar, dari Abu Saleh, bahwa seorang lelaki apabila menikahkan anak perempuannya, maka dialah yang menerima maskawinnya, bukan anak perempuannya. Lalu Allah Subhaanahu wa Ta’aala melarang mereka melakukan hal tersebut dan turunlah firman-Nya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (An-Nisaa’: 4)

Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْأَحْمَسِيُّ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عُمَيْرٍ الْخَثْعَمِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الْمُغِيرَةِ الطَّائِفِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ البَيْلَمَاني قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا الْعَلَائِقُ بَيْنَهُمْ؟ قَالَ: مَا تَرَاضَى عَلَيْهِ أهْلوهُم

Daftar Isi: Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-4

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Sufyan, dari Umair Al-Khas’ami dari Abdul Malik ibnu Mugirah At-Taifi, dari Abdur Rahman ibnu Malik As-Salmani menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ Membacakan firman-Nya:  Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (An-Nisaa’: 4) Mereka bertanya, Wahai Rasulullah, berapakah tanda pertalian di antara mereka? Rasulullah menjawab, Jumlah yang disetujui oleh keluarga mereka.

قَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُويه مِنْ طَرِيقِ حَجَّاج بْنِ أرْطاة، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ البَيْلمَاني عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَنْكِحُوا الْأَيَامَى ثَلَاثًا، فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْعَلَائِقُ بَيْنَهُمْ؟ قَالَ: مَا تَرَاضَى عليه أهلوهم

Ayat berikutnya: Kewajiban Para Wali Terhadap Perwaliannya

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Hajaj ibnu Artah, dari Abdul Malik ibnul Mugirah, dari Abdur Rahman ibnus Salman, dari Umar ibnul Khattab yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berkhotbah kepada kami. Beliau ﷺ bersabda, Nikahkanlah oleh kalian wanita-wanita kalian yang sendirian, sebanyak tiga kali. Lalu ada seorang lelaki mendekat kepadanya dan bertanya, Wahai Rasulullah, berapakah tanda pengikat di antara mereka? Rasulullah menjawab, Sejumlah yang disetujui oleh keluarga mereka.

Ibnus Salman orangnya daif. Kemudian dalam sanad hadits ini terdapat inqita’.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Artikel SebelumnyaKewajiban Para Wali Terhadap Perwaliannya
Artikel SelanjutnyaBatasan Poligami dan Hikmahnya dalam Islam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini