Al-Baqarah Ayat 65, Menjadikan Mereka Sebagai Kera

Kajian Tafsir: Surah Al-Baqarah ayat 65

0
30

Surah Al-Baqarah Ayat 65 menjelaskan hukuman yang diberikan oleh Allah kepada Bani Israil yang durhaka. Mereka telah melanggar perintah Allah dan berbuat fasik, maka Allah menjadikan mereka sebagai kera yang hina sebagai hukuman atas perbuatan mereka.

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِى السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خٰسِـِٕيْنَ

.

Tulisan Latin dan Arti Al-Baqarah Ayat 65

Mari kita simak surah Al-Baqarah ayat 65 dengan melihat teks dalam tulisan latin dan artinya.

… Fa qulnā lahum kūnū qiradatan khāsi-īn (lalu Kami Katakan kepada mereka, Jadilah kalian monyet-monyet yang hina).

Simak: Surah Al-Baqarah Ayat 286: Merenungi Makna Doa Orang Mukmin

.

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 65

Mari kita bersama-sama merenungkan makna apa yang tafsir sampaikan mengenai Surah Al-Baqarah ayat 65 ini.

.

Tafsir Ibnu Abbas

(lalu Kami Katakan kepada mereka, Jadilah kalian monyet-monyet yang hina). Yakni jadilah kalian monyet-monyet yang nista lagi hina dina.

Simak: Ayat Kursi, Pencerahan Jiwa dan Kehadiran Ilahi

.

Tafsir Hidayatul Insan

… lalu Kami katakan kepada mereka: Jadilah kamu kera yang hina[25].

[25] Jumhur mufassir menafsirkan bahwa mereka betul-betul berubah menjadi kera, hanya saja tidak beranak, tidak makan dan minum, dan hidupnya tidak lebih dari tiga hari.

.

Tafsir Jalalain

(lalu Kami titahkan kepada mereka, Jadilah kalian kera yang hina!) artinya yang terkucil. Apa yang dikehendaki Allah itu pun terlaksana dan setelah masa tiga hari mereka menemui kematian.

Tadarus: Juz 1: Meresapi Keagungan Al-Fatihah & Al-Baqarah

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

Lalu Kami berfirman kepada mereka, Jadilah kalian kera-kera yang hina. (Al-Baqarah: 65)

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abu Haaifah, telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa hati merekalah yang dikutuk, bukan rupa mereka. Sesungguhnya hal ini hanyalah sebagai perumpamaan yang dibuat oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam firman lainnya:

Seperti keledai yang membawa kitab-kitab. (Al-Jumu’ah: 5)

Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-MuSanna, dari Abu Huiaifah dan dari Muhammad ibnu Umar Al-Bahili dan dari Asim, dari Isa, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid dengan lafaz yang sama. Sanad yang jayyid dan pendapat yang garib (aneh) sehubungan dengan makna ayat ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat itu sendiri. Dalam ayat lainnya disebutkan melalui firman-Nya:

Katakanlah, Apakah akan aku beritakan kepada kalian tenlang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orangorang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah tagut? (Al-Maidah: 60)

Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya:

Lalu Kami berfirman kepada mereka, Jadilah kalian kera yang hina. (Al-Baqarah: 65)

Bahwa Allah menjadikan sebagian dari mereka (Bani Israil) kera dan babi. Diduga bahwa para pemuda dari kalangan mereka dikutuk menjadi kera, sedangkan orang-orang yang sudah lanjut usianya dikutuk menjadi babi.

Syaiban An-Nahwi meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini, Lalu Kami berfirman kepada mereka, kalian kera yang hina’, bahwa kaum itu menjadi kera yang memiliki ekor; sebelum itu mereka adalah manusia yang terdiri atas kalangan kaum pria dan wanita.

Atha Al-Khurrasani mengatakan, diserukan kepada mereka, Hai penduduk negeri, jadilah kalian kera yang hina. Kemudian orang-orang yang melarang mereka masuk menemui mereka dan berkata, Hai Fulan, bukankah kami telah melarang kamu (untuk melakukan perburuan di hari Sabtu)? Mereka menjawab hanya dengan anggukan kepala, yang artinya memang benar.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Rabi’ah di Masiiyyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim (yakni At-Taifi), dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, Sesungguhnya nasib yang menimpa mereka yang melakukan perburuan di hari Sabtu ialah mereka dikutuk menjadi kera sungguhan, kemudian mereka dibinasakan sehingga tidak ada keturunannya.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas. bahwa Allah mengu tuk mereka menjadi kera karena kedurhakaan mereka. Ibnu Abbas mengatakan, mereka hanya hidup di bumi ini selama tiga hari. Tiada suatu pun yang dikutuk dapat bertahan hidup lebih dari tiga hari. Sesudah rupa mereka dikutuk dan diubah, mereka tidak mau makan dan minum serta tidak dapat mengembangbiakkan keturunannya. Karena sesungguhnya Allah telah menciptakan kera dan babi serta makhluk lainnya dalam masa enam hari, seperti yang disebutkan di dalam Kitab-Nya. Allah mengubah rupa kaum tersebut menjadi kera. Demikianlah Allah dapat melakukan terhadap siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia dapat mengubah rupa ke dalam bentuk seperti apa yang dikehendaki-Nya.

Abu Ja’far meriwayatkan dari Ar-Rabi’, dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman-Nya:

Jadilah kalian kera-kera yang hina. (Al-Baqarah: 65)

Yakni jadilah kalian orang-orang yang nista dan hina (seperti kera). Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, ArRabi’, dan Abu Malik.

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Dawud ibnu Abul Hudari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, Sesungguhnya hal yang difardukan oleh Allah kepada kaum Bani Israil pada mulanya adalah sama dengan hari yang difardukan oleh Allah kepada kalian dalam hari raya kalian, yaitu hari Jumat. Tetapi mereka menggantinya menjadi hari Sabtu, lalu mereka menghormati hari Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan mereka meninggalkan apa-apa yang diperintahkan kepadanya. Tetapi setelah mereka membangkang dan hanya menetapi hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan hari Sabtu itu dan diharamkan atas mereka banyak hal yang telah dihalalkan bagi mereka di selain hari Sabtu. Mereka yang melakukan demikian tinggal di suatu kampung yang terletak di antara Ailah dan Tur, yaitu Madyan. Maka Allah mengharamkan mereka melakukan perburuan ikan di hari Sabtu, juga mengharamkan memakannya di hari itu.

Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan datang kepada mereka terapung-apung di dekat pantai mereka berada. Tetapi apabila hari Sabtu telah berlalu, ikan-ikan itu pergi semua hingga mereka tidak dapat menemukan seekor ikan pun, baik yang besar maupun yang kecil. Singkatnya, bila hari Sabtu tiba ikan-ikan itu muncul begitu banyak secara misteri; tetapi bila hari Sabtu berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak berbekas.

Mereka tetap dalam keadaan demikian dalam waktu yang cukup lama memendam rasa ingin memakan ikan. Kemudian ada seseorang dari kalangan mereka sengaja menangkap ikan dengan sembunyi-sembunyi di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan tersebut dengan benang, kemudian melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat benang itu ke suatu pasak yang ia buat di tepi laut, lalu ia pergi meninggalkannya. Keesokan harinya ia datang ke tempat itu, lalu mengambil ikan tersebut dengan alasan bahwa ia tidak mengambilnya di hari Sabtu. Selanjutnya ia pergi membawa ikan tangkapannya itu, kemudian dimakannya. Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama, temyata orang-orang mencium bau ikan itu. Maka penduduk kampung berkata, Demi Allah, kami mencium bau ikan.

Kemudian mereka menemukan orang yang melakukan hal tersebut, lalu mereka mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama; Allah sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.

Segolongan orang dari kalangan mereka yang tidak ikut berburu berkata, Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada Allah. Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula melarang kaum dari perbuatan mereka berkata, Apa gunanya kamu menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab mereka dengan azab yang keras. Mereka yang memberi peringatan kepada kaumnya menjawab, Sebagai permintaan maaf kepada Tuhan kalian, kami tidak menyukai perbuatan mereka, dan barangkali saja mereka mau bertakwa (kepada Allah).

Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, Ketika mereka dalam keadaan demikian, maka pada pagi harinya orang-orang yang tidak ikut berburu di tempat perkumpulan dan masjid-masjidnya merasa kehilangan orang-orang yang berburu, mereka tidak melihatnya. Kemudian sebagian dari kalangan mereka berkata kepada sebagian yang lain, `Orang-orang yang suka berburu di hari Sabtu sedang sibuk, marilah kita lihat apakah yang sedang mereka lakukan.’ Lalu mereka berangkat untuk melihat keadaan orang-orang yang berburu di rumahrumah mereka, ternyata mereka menjumpai rumah-rumah tersebut dalam keadaan terkunci. Rupanya mereka memasuki rumahnya masing-masing di malam hari, lalu menguncinya dari dalam, seperti halnya orang yang mengurung diri. Ternyata pada pagi harinya mereka menjadi kera di dalam rumahnya masing-masing, dan sesungguhnya orang-orang yang melihat keadaan mereka mengenal seseorang yang dikenalnya kini telah berubah bentuk menjadi kera. Para wanitanya menjadi kera betina, dan anak-anaknya menjadi kera kecil.

Ibnu Abbas mengatakan, seandainya Allah tidak menyelamatkan orang-orang yang melarang mereka berbuat kejahatan itu, niscaya semuanya dibinasakan oleh Allah. Kampung tersebut adalah yang disc-but oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam firman-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ, yaitu:

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut. (Al-A’raaf: 163)

hingga akhir ayat. Ad-Dahhak meriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu

As-Saddi meriwayatkan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:

Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman  kepada mereka, Jadilah kalian kera yang hina. (Al-Baqarah: 65)

Mereka adalah penduduk kota Ailah, yaitu suatu kota yang terletak di pinggir pantai. Tersebutlah bila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan bermunculan. sedangkan Allah telah mengharamkan orang-orang Yahudi melakukan suatu pekerjaan pun di hari Sabtu. Bila hari Sabtu tiba, tiada seekor ikan pun yang ada di laut itu yang tidak bermunculan sehingga ikan-ikan tersebut menampakkan songot (kumis)nya ke permukaan air. Tetapi bila hari Ahad tiba, ikan-ikan itu menetap di dasar laut, hingga tiada seekor ikan pun yang tampak, dan baru muncul lagi pada hari Sabtu mendatang. Yang demikian itu dinyatakan di dalam firman-Nya:

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat taut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di .ctictu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di se-kitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. (Al-A’raaf: 163)

Maka sebagian dari mereka ada yang ingin makan ikan, lalu seseorang (dari mereka) menggali pasir dan membuat suatu parit sampai ke laut yang dihubungkan dengan kolam galiannya itu. Apabila hari Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya, lalu datanglah ombak membawa ikan hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya. Ketika ikan-ikan itu hendak keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu karena paritnya dangkal, hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam tersebut. Apabila hari Ahad tiba, maka lelaki itu datang, lalu mengambil ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang memanggang ikan hasil tangkapannya dan ternyata tetangganya mencium bau ikan bakar. Ketika si tetangga menanyakan kepadanya, ia menceritakan apa yang telah dilakukannya. Maka si tetangga tersebut melakukan hal yang sama seperti dia, hingga tersebarlah kebiasaan makan ikan di kalangan mereka.

Kemudian ulama mereka berkata, Celakalah kalian, sesungguhnya kalian melakukan perburuan di hari Sabtu, sedangkan hari tersebut tidak dihalalkan bagi kalian. Mereka menjawab, Sesungguhnya kami hanya menangkapnya pada hari Ahad, yaitu di hari kami mengambilnya. Maka orang-orang yang ahli hukum berkata, Tidak, melainkan kalian menangkapnya di hari kalian membuka jalan air baginya, lalu ia masuk.

Akhirnya mereka tidak dapat mencegah kaumnya menghentikan hal tersebut. Lalu sebagian orang yang melarang mereka berkata kepada sebagian yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Firman Nya :

Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? (Al-A’raaf: 164)

Dengan kata lain, mengapa kalian bersikeras menasihati mereka, padahal kalian telah menasihati mereka, tetapi ternyata mereka tidak mau menuruti nasihat kalian. Maka sebagian dari mereka berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:

Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian, dan supaya mereka bertakwa. (Al-A’raaf: 164)

Ketika mereka menolak nasihat tersebut, maka orang-orang yang taat kepada perintah Allah berkata, Demi Allah, kami tidak mau hidup bersama kalian dalam satu kampung. Lalu mereka membagi kampung itu menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh sebuah tembok penghalang.

Lalu kaum yang taat pada perintah Allah membuat suatu pintu khusus buat mereka sendiri, dan orang-orang yang melanggar pada hari Sabtu membuat pintunya sendiri pula. Nabi Dawud ‘alaihis salam melaknat mereka yang melanggar di hari Sabtu itu. Kaum yang taat pada perintah Allah keluar memakai pintunya sendiri, dan orang-orang yang kafir keluar dari pintunya sendiri pula.

Pada suatu hari orang-orang yang taat pada perintah Tuhannya keluar. sedangkan orang-orang yang kafir tidak membuka pintu khusus mereka. Maka orang-orang yang taat melongok keadaan mereka dengan menaiki tembok penghalang tersebut setelah merasakan bahwa mereka tidak mau juga membuka pintunya. Ternyata mereka yang kafir itu telah berubah ujud menjadi kera, satu sama lainnya saling melompati. Kemudian orang-orang yang taat membuka pintu mereka, lalu kera-kera tersebut keluar dan pergi menuju suatu tempat. Yang demikian itu dijelaskan di dalam firman-Nya:

Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka, Jadilah kalian kera yang hina! (Al-A’raaf: 166)

Kisah inilah yang pada mulanya disebutkan oleh firman-Nya:

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. (Al-Maaidah: 78)

hingga akhir ayat. Merekalah yang dikutuk menjadi kera-kera itu.

Menurut kami, tujuan mengetengahkan pendapat para imam tersebut untuk menjelaskan kelainan pendapat yang dikemukakan oleh Mujahid rahimahullah. Dia berpendapat bahwa kutukan yang menimpa mereka hanyalah kutukan maknawi, bukan kutukan yang mengakibatkan mereka berubah ujud menjadi kera. Pendapat yang sahih adalah yang mengatakan bahwa kutukan tersebut maknawi dan tsuwari.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Selanjutnya, mari kita terus memperdalam pemahaman kita terhadap ajaran Al-Qur’an dengan merenungkan Surah Al-Baqarah Ayat 66 bersama kami di kecilnyaaku.com.

 

Halaman:    2

 

Artikel SebelumnyaAl-Baqarah Ayat 66, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan
Artikel SelanjutnyaSurah Al-Baqarah Ayat 65, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan