Al-Baqarah Ayat 168, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan

Kajian Tafsir: Surah Al-Baqarah ayat 168

0
75

Surah Al-Baqarah ayat 168 mengajak manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik dari bumi, serta menegaskan pentingnya untuk tidak mengikuti langkah-langkah setan.

Ayat ini menyoroti bahwa setan merupakan musuh nyata manusia yang senantiasa menggoda dan membujuk mereka untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

.

Tulisan Latin dan Arti Al-Baqarah Ayat 168

Mari kita simak keindahan surah Al-Baqarah ayat 168 dengan melihat teks dalam tulisan latin dan artinya.

Yā ayyuhan nāsu (wahai manusia).

Kulū mim mā fil ardli (makanlah dari apa-apa yang terdapat di bumi).

Halālaη thayyiban (yang halal lagi baik).

Wa lā tattabi‘ū khuthuwātisy syaithān (dan janganlah kalian mengikuti jejak langkah setan).

Innahū lakum ‘aduwwum mubīn (karena sesungguhnya bagi kalian setan adalah musuh yang nyata).

Simak: Surah Al-Baqarah Ayat 286: Merenungi Makna Doa Orang Mukmin

.

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 168

Mari kita bersama-sama merenungkan makna apa yang tafsir sampaikan mengenai Surah Al-Baqarah ayat 168 ini.

.

Tafsir Ibnu Abbas

(wahai manusia), yakni wahai penduduk Mekah.

(makanlah dari apa-apa yang terdapat di bumi), baik hasil bumi maupun hewan ternak.

(yang halal lagi baik), yakni yang tidak mendapat pengharaman dari Allah Ta‘ala.

(dan janganlah kalian mengikuti jejak langkah setan), yakni mengikuti rayuan dan bisikan setan yang berhubungan dengan pengharaman hasil bumi dan hewan ternak.

(karena sesungguhnya bagi kalian setan adalah musuh yang nyata), yakni musuh yang nampak jelas.

Simak: Ayat Kursi, Pencerahan Jiwa dan Kehadiran Ilahi

.

Tafsir Hidayatul Insan

Wahai manusia! Makanlah yang halal[1] lagi baik[2] yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan[3], sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu[4].

[1] Halal di sini mencakup halal memperolehnya, seperti tidak dengan cara merampas dan mencuri, demikian juga tidak dengan mu’amalah yang haram atau cara yang haram dan tidak membantu perkara yang haram.

[2] Yaitu yang suci tidak bernajis, bermanfa’at dan tidak membahayakan. Ada yang mengartikan thayyib di ayat ini dengan tidak kotor seperti halnya bangkai, darah, daging babi dan segala yang kotor lainnya.

Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa yang haram itu ada dua: yang haram zatnya dan yang haram karena ada sebab luar, seperti karena terkait dengan hak Allah atau hak hamba-Nya. Demikian juga bahwa hukum makan agar dapat melangsungkan kehidupan adalah wajib.

[3] Seperti menghalalkan dan mengharamkan dari diri sendiri, segala nadzar maksiat, melakukan bid’ah dan kemaksiatan. Termasuk juga mengkonsumsi barang-barang haram. Qatadah dan As Suddiy berpendapat bahwa semua kemaksiatan kepada Allah termasuk mengikuti langkah-langkah setan.

[4] Maksudnya: setan adalah musuh yang jelas bagi kita. Oleh karenanya, tidak ada yang diinginkannya selain menipu kita dan mencelakakan kita. Di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidak cukup menyebutkan jangan mengikuti langkah-langkah setan tetapi menerangkan bahwa dia adalah musuh yang nyata bagi kita, dan tidak sampai di situ, Dia menerangkan lebih rinci apa yang diserukan setan, yaitu menyuruh berbuat jahat dan keji seperti yang disebutkan pada ayat ssetelahnya.

.

Tafsir Jalalain

Ayat berikut ini turun tentang orang-orang yang mengharamkan sebagian jenis unta/sawaib yang dihalalkan.

(Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang terdapat di muka bumi) halal menjadi ‘hal’.

(lagi baik) sifat yang memperkuat, yang berarti enak atau lezat.

(dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan.

(setan) dan rayuannya.

(sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.

Lihat: Al-Quran Juz 2: Merenungkan Kedalaman Surah Al-Baqarah

.

Tafsir Ibnu Katsir

Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia dan bahwa hanya Dialah yang menciptakan segalanya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjelaskan bahwa Dialah yang memberi rezeki semua makhluk-Nya.

Untuk itu Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan sebagai pemberi karunia kepada mereka, bahwa Dia memperbolehkan mereka makan dari semua apa yang ada di bumi, yaitu yang dihalalkan bagi mereka lagi baik dan tidak membahayakan tubuh serta akal mereka, sebagai karunia dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala Allah melarang mereka mengikuti langkah-langkah setan, yakni jalan-jalan dan sepak terjang yang digunakan untuk menyesatkan para pengikutnya, seperti mengharamkan bahirah (hewan unta bahirah), saibah (hewan unta saibah), wasilah (hewan unta wasilah), dan lain sebagainya yang dihiaskan oleh setan terhadap mereka dalam masa Jahiliah. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Iyad ibnu Hammad yang terdapat di dalam kitab Sahih Muslim, dari Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّ كُلَّ مَا أمنحُه عِبَادِي فَهُوَ لَهُمْ حَلَالٌ وَفِيهِ: وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفاء فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وحَرَّمتْ عَلَيْهِمْ مَا أحللتُ لَهُمْ

Allah berfirman, Sesungguhnya semua harta yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku adalah halal bagi mereka. Selanjutnya disebutkan, Dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan cenderung kepada agama yang hak, maka datanglah setan kepada mereka, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya dan mengharamkan atas mereka apa-apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى بْنِ شَيْبَةَ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الِاحْتِيَاطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْجُوزَجَانِيُّ -رَفِيقُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَدْهَمَ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيج، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: تُليت هَذِهِ الْآيَةُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلالا طَيِّبًا فَقَامَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ، فَقَالَ. يَا سَعْدُ، أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ، وَالذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ الرَّجُلَ ليَقْذفُ اللُّقْمَةَ الْحَرَامَ فِي جَوْفه مَا يُتَقبَّل مِنْهُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، وَأَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْت وَالرِّبَا فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa ibnu Syaibah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Abdur Rahman Al-Ihtiyati, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Jauzajani (teman karib Ibrahim ibnu Adam), telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut: Aku membacakan ayat ini di hadapan Nabi ﷺ, Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi (Al-Baqarah: 168). Maka berdirilah Sa’d ibnu Abu Waqqas, lalu berkata, Wahai Rasulullah, sudilah kiranya engkau doakan kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku orang yang diperkenankan doanya. Maka Rasulullah ﷺ menjawab,  Hai Sa’d, makanlah yang halal, niscaya doamu diperkenankan. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya seorang lelaki yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya benar-benar tidak diperkenankan doa darinya selama empat puluh hari. Dan barang siapa di antara hamba Allah dagingnya tumbuh dari makanan yang haram dan hasil riba, maka neraka adalah lebih layak baginya.

.

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. (Al-Baqarah: 168)

Di dalam ayat ini terkandung makna yang menanamkan antipati terhadap setan dan sikap waspada terhadapnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:

إِنَّ الشَّيْطانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّما يَدْعُوا حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحابِ السَّعِيرِ

Sesungguhnya setan adalah musuh bagi kalian. Maka anggaplah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Fathir: 6)

أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50)

Qatadah dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. (Al-Baqarah: 168) Setiap perbuatan durhaka kepada Allah, maka perbuatan itu langkah (jalan) setan.

Ikrimah mengatakan, yang dimaksud dengan langkah-langkah setan ialah bisikan-bisikannya.

Mujahid mengatakan bahwa langkah-langkah setan ialah dosa-dosanya atau kesalahan-kesalahannya.

Menurut Abu Mijlaz, yang dimaksud dengan langkah-langkah setan ialah bernazar dalam maksiat. Asy-Sya’bi mengatakan, Ada seorang lelaki bernazar akan menyembelih anak laki-lakinya, lalu Masruq memberikan fatwa kepadanya agar dia menyembelih seekor domba sebagai penggantinya dan ia mengatakan bahwa hal seperti itu termasuk langkah-langkah setan.

Abud Duha meriwayatkan sebuah asar dari Masruq, bahwa disuguhkan kepada Abdullah ibnu Mas’ud bubur susu dan garam, lalu ia makan, tetapi ternyata ada seorang lelaki dari kaum yang hadir menjauhkan dirinya. Maka Ibnu Mas’ud berkata, Berikanlah bagian kepada teman kalian itu. Lelaki itu menjawab, Aku tidak menginginkannya. Ibnu Mas’ud bertanya, Apakah kamu sedang puasa? Lelaki itu menjawab, Tidak. Ibnu Mas’ud bertanya, Lalu mengapa kamu tidak mau makan bersama? Lelaki itu menjawab, Aku telah mengharamkan diriku makan bubur susu untuk selama-lamanya. Maka Ibnu Mas’ud berkata, Ini adalah termasuk langkah-langkah setan, makanlah dan bayarlah kifarat untuk sumpahmu itu!

Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Dan Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnu Abdullah Al-Masri, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Rafi’ yang menceritakan, Pada suatu hari ibuku marah-marah kepada istriku, lalu ibuku berkata bahwa istriku adalah wanita Yahudi, dan di lain kali ia mengatakan bahwa istriku adalah wanita Nasrani. Dia mengatakan pula bahwa semua budak miliknya akan dimerdekakan jika aku tidak menceraikan istriku. Maka aku datang kepada Abdullah ibnu Umar meminta fatwa kepadanya, dan ia mengatakan, ‘Ini merupakan salah satu dari langkah-langkah setan’.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Zainab binti Ummu Salamah yang saat itu merupakan wanita paling alim dalam masalah fiqih di kota Madinah. Aku datang kepada Asim dan Ibnu Umar, keduanya mengatakan hal yang semisal.

Abdu ibnu Humaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, dari Syarik, dari Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sumpah atau nazar apa pun yang di-lakukan dalam keadaan emosi merupakan salah satu dari langkah-langkah setan, dan kifaratnya sama dengan kifarat sumpah.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Selanjutnya, mari kita terus memperdalam pemahaman kita terhadap ajaran Al-Qur’an dengan merenungkan Surah Al-Baqarah Ayat 169 bersama kami di kecilnyaaku.com.

 

Artikel SebelumnyaAl-Baqarah Ayat 169, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan
Artikel SelanjutnyaAl-Baqarah Ayat 167, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan