Tersesatnya Bani Israil di Gurun Selama Empat Puluh Tahun

Kajian Tafsir Surah Al-Maa'idah ayat 26

0
374

Kajian Tafsir Surah Al-Maa’idah ayat 26. Kisah Bani Israil bersama Nabi Musa ‘alaihis salam, keengganan Bani Israil menaati perintah Nabi Musa ‘alaihis salam memasuki Palestina dan akibatnya, yaitu tersesatnya Bani Israil di gurun selama empat puluh tahun. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأرْضِ فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

Allah berfirman, (Jika demikian), maka negeri itu terlarang bagi mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu. (Q.S. Al-Maa’idah : 26)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Qāla (Dia berfirman), yakni Allah Ta‘ala berfirman, Hai Musa ….

Fa innahā muharramatun ‘alaihim ([Kalau begitu], maka sesungguhnya negeri itu diharamkan untuk mereka), yakni mereka haram memasuki negeri itu setelah Aku menyebut mereka sebagai orang-orang fasik.

Arba‘īna sanatay yatīhūna fil ardl (selama empat puluh tahun, [selama itu] mereka akan berputar-putar kebingungan di muka bumi), yakni mereka kebingungan di Padang Tih yang luasnya tujuh farsakh. Mereka tak bisa keluar dari Padang Tih dan tidak pula mendapat petunjuk jalan.

Fa lā ta’sa (maka janganlah kamu bersedih hati), yakni janganlah kamu berduka.

‘Alal qaumil fāsiqīn (atas orang-orang fasik itu).

Daftar Isi: Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-6 

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Allah berfirman, (Jika demikian), maka negeri itu terlarang bagi mereka selama empat puluh tahun[32], (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati[33] (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu[34].

[32] Hal ini termasuk hukuman duniawi, bisa jadi Allah menghapuskan kesalahan mereka dengan hukuman itu dan menghindarkan hukuman yang lebih besar dari mereka. Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa hukuman (di dunia) terhadap dosa bisa dengan menghilangkan nikmat yang ada atau untuk menghindarkan hukuman yang lebih besar lagi.

[33] Karena Allah mengetahui, bahwa hamba dan Rasul-Nya Musa ‘alaihis salam sangat sayang kepada semua manusia, khususnya umatnya, dan karena rasa sayang tersebut menjadikan Beliau kasihan kepada umatnya terkena hukuman itu atau bahkan ada keinginan untuk dihilangkan hukuman itu, maka Allah menyuruh agar tidak bersedih terhadap mereka, karena mereka telah berbuat fasik sehingga layak dihukum, bukan berarti menzalimi mereka.

[34] Disebutkan dalam riwayat, bahwa mereka (Bani Israil) tersebut mengadakan perjalanan di muka bumi dengan bersusah payah. Saat tiba di pagi hari, mereka berada di tempat mereka mengawali perjalanan, demikian juga jika mengadakan perjalanan di siang hari, sehingga mereka binasa semuanya kecuali orang yang usianya belum mencapai dua puluh tahun. Ada yang mengatakan, bahwa jumlah mereka 600.000 orang, dan dalam keadaan seperti itu Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Harun wafat, mereka memperoleh rahmat, sedangkan bagi yang lain sebagai hukuman. Menjelang wafatnya, Nabi Musa ‘alaihis salam berdoa kepada Allah agar didekatkan ke tanah suci tersebut sejauh lemparan batu, maka Allah mendekatkannya sebagaimana disebutkan dalam hadits. Kemudian Yusya’ diangkat menjadi nabi setelah 40 tahun mereka mengembara, dan selanjutnya Beliau memerintahkan kaumnya memerangi orang-orang yang kuat dan kejam itu, ia pun berangkat dengan sisa orang yang ada dan memerangi mereka pada hari Jum’at. Ketika itu, matahari ditahan sesaat untuk mereka sampai mereka selesai berperang. Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya,

إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ عَلَى بَشَرٍ إِلاَّ ِليُوْشَعَ لَيَالِي سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ

Sesungguhnya matahari tidaklah ditahan bagi manusia kecuali terhadap Yusya’ pada malam hari saat ia berangkat perang ke Baitulmaqdis.

Mungkin hikmah dilarangnya Baitulmaqdis bagi mereka selama 40 tahun adalah agar orang-orang yang mengucapkan kata-kata ini yang menunjukkan keadaan hatinya yang tidak sabar- wafat, sehingga digantikan oleh generasi yang baru yang siap mengalahkan musuh, tidak suka diperbudak serta tidak suka dihinakan dan siap berjihad.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Firman Allah) Taala kepadanya (Maka kalau begitu negeri itu) yakni tanah suci tadi (diharamkan atas mereka) memasukinya (selama 40 tahun mereka akan bertualang tak tahu jalan) kebingungan (di negeri itu) menurut Ibnu Abbas luasnya sembilan farsakh persegi. (Maka janganlah kamu bersedih) berduka-cita (terhadap kaum yang fasik itu) menurut riwayat mereka memulai perjalanan di waktu malam dengan penuh kesungguhan ke arah yang dituju tetapi di waktu pagi mereka telah berada kembali di tempat semula. Demikian pula halnya perjalanan di waktu siang hingga akhirnya mereka binasa (mati) kecuali orang-orang yang di waktu itu usianya belum lagi mencapai 20 tahun. Ada yang mengatakan bahwa jumlah mereka enam ratus ribu orang dan di padang itulah, yakni yang disebut padang Tih, wafat Harun dan Musa. Hal itu menjadi rahmat bagi mereka berdua sebaliknya menjadi azab dan siksa bagi umat mereka. Setelah dekat kematiannya, Musa memohon kepada Allah agar didekatkan kepada tanah suci itu kira-kira dalam jarak sepelemparan batu, maka permohonan itu dikabulkannya sebagaimana tersebut dalam hadits. Setelah masa empat puluh tahun itu Allah mengangkat Yusya menjadi nabi dan memerintahkannya untuk memerangi orang-orang aniaya tadi. Maka berangkatlah ia dengan sisa-sisa Israel dan memerangi musuh yang ketika itu ialah hari Jumat. Menurut berita, matahari terhenti selama sesaat menunggu selesai mereka berperang. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya sebuah hadits bahwa matahari itu tidak pernah tertahan jalannya untuk kepentingan manusia kecuali bagi Yusya, yaitu di malam-malam perjalanannya menuju Baitulmakdis.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Kemudian pada masa itulah Harun ‘alaihis salam wafat, selang tiga tahun kemudian Musa ‘alaihis salam pun meninggal dunia. Lalu Allah mengangkat Yusya’ ibnu Nun sebagai nabi mereka menggantikan Musa ibnu Imran ‘alaihis salam. Kebanyakan kaum Bani Israil meninggal dunia di masa itu, sehingga dikatakan bahwa tiada seorang pun dari mereka yang tersisa selain Yusya’ ibnu Nun dan Kalib. Berangkat dari pengertian ini sebagian kalangan mufassirin ada yang mengatakan bahwa firman-Nya:

Allah berfirman, (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka (Al-Maa’idah: 26)

Pada ayat ini terdapat waqaf tam (bacaan berhenti atau titik), dan firman-Nya:

Selama empat puluh tahun. (Al-Maa’idah: 26)

di-nasab-kan oleh fi’il yang terdapat pada firman-Nya:

(Selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tih) itu. (Al-Maa’idah: 26)

Setelah masa empat puluh tahun berlalu, maka Yusya’ ibnu Nun membawa mereka keluar dari padang itu bersama orang-orang yang masih hidup dari mereka atau dengan Bani Israil seluruhnya dari bukit yang berikutnya. Lalu Yusya’ ibnu Nun ‘alaihis salam membawa mereka dengan tujuan Baitul Maqdis, kemudian Yusya’ mengepung kota itu, dan akhirnya kota itu berhasil ia jatuhkan pada hari Jumat sesudah asar.

Ketika matahari hampir tenggelam dan Yusya’ merasa khawatir akan masuknya hari Sabtu (yang disucikan mereka), maka ia berkata, Sesungguhnya engkau diperintahkan, aku pun diperintahkan pula. Ya Allah, tahanlah matahari ini untukku. Maka Allah menahannya hingga kemenangan mereka raih secara sempurna.

Allah memerintahkan Yusya’ ibnu Nun agar memerintahkan kepada Bani Israil supaya memasuki Baitul Maqdis dari pintu gerbangnya seraya bersujud dan mengucapkan doa Hittah (yakni ampunilah dosa-dosa kami). Tetapi ternyata mereka mengganti semua yang diperintahkan kepada mereka; mereka memasukinya dengan mengesot seraya mengatakan, Habbah fi sya’rah. Hal ini telah kami terangkan di dalam surah Al-Baqarah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Umar Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Sa’id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r,a. sehubungan dengan firman-Nya: (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tih) itu. (Al-Maa’idah: 26); Bahwa mereka tersesat di padang Tih selama empat puluh tahun, dan Musa serta Harun wafat di padang itu beserta semua orang yang usianya melampaui empat puluh tahun.

Setelah berlalu masa empat puluh tahun, maka Yusya’ ibnu Nun memimpin mereka. Dialah yang memerintah mereka sesudah Musa ‘alaihis salam, dan dialah yang mengalahkan kota Baitul Maqdis, dia pula yang dikatakan kepadanya bahwa hari itu adalah hari Jumat. Ketika mereka hampir saja mengalahkan kota itu dan matahari mendekati ufuk baratnya, maka Yusya’ ibnu Nun merasa khawatir bila malam Sabtu masuk, sehingga mereka harus menyucikan hari itu. Lalu ia berseru kepada matahari, Sesungguhnya aku diperintahkan sebagaimana engkau pun diperintahkan. Maka matahari terhenti hingga Yusya’ ibnu Nun menjatuhkan kota itu.

Di dalam kota itu Yusya ibnu Nun menjumpai harta yang berlimpah yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Kemudian ia memasukkan semua harta ganimah itu ke dalam api, tetapi api tidak mau melahapnya. Maka ia berkata, Di antara kalian ada orang yang korupsi. Lalu ia memanggil semua pemimpin kabilah yang berjumlah dua belas orang. Kemudian Yusya’ membaiat mereka, ternyata tangan seseorang dari mereka ada yang menempel, tidak mau lepas dari tangannya. Maka Yusya’ ibnu Nun berkata, Penggelapan ini terjadi di antara orang-orangmu, maka keluarkanlah barang itu!

Maka orang yang tangannya menempel itu mengeluarkan sebuah patung kepala sapi dari emas yang kedua matanya terbuat dari batu yaqut dan giginya dari mutiara. Lalu Yusya’ ibnu Nun meletakkan patung sapi itu bersama dengan ganimah lainnya yang akan dibakar oleh api, maka saat itu juga api baru mau melahapnya.

Konteks asar ini mempunyai bukti yang menguatkannya di dalam kitab Sahih.

Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa firman-Nya: (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka (Al-Maa’idah: 26) merupakan ‘amil yang berpengaruh pada lafaz arba’ina sanah (empat puluh tahun), dan bahwa mereka tinggal tanpa dapat memasuki Baitul Maqdis selama empat puluh tahun dalam keadaan tersesat di padang sahara tanpa mengetahui arah tujuannya.

Ibnu Jarir mengatakan, setelah itu Nabi Musa ‘alaihis salam keluar dari padang Tih dan membuka kota Baitul Maqdis bersama dengan Bani Israil. Ibnu Jarir mengatakan demikian dengan berdalilkan kesepakatan pendapat ulama berita-berita umat terdahulu yang mengatakan bahwa Auj ibnu Unuq dibunuh oleh Musa ‘alaihis salam Ibnu Jarir mengatakan, Seandainya Musa membunuhnya sebelum ia masuk ke padang Tih, niscaya kaum Bani Israil tidak merasa takut terhadap bangsa ‘Amaliqah.

Dan hal ini jelas menunjukkan bahwa kejadian tersebut sesudah pengembaraan di padang Tih.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa para ulama ahli berita umat terdahulu telah sepakat bahwa Bal’am ibnu Ba’ura membantu kaum yang gagah perkasa untuk melawan Musa ‘alaihis salam melalui doanya. Ibnu Jarir mengatakan, hal tersebut masih belum terjadi kecuali setelah pengembaraan di padang Tih, karena mereka sebelum itu tidak merasa takut terhadap Musa ‘alaihis salam dan kaumnya. Demikianlah alasan yang dijadikan pegangan oleh Ibnu Jarir.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Abu Ishaq, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa panjang tongkat Nabi Musa adalah sepuluh hasta, sedangkan tinggi lompatannya sepuluh hasta, dan tinggi tubuhnya sendiri adalah sepuluh hasta. Lalu Nabi Musa ‘alaihis salam melompat dan memukulkan tongkatnya kepada Auj ibnu Unuq. tetapi yang ia kenai hanya mata kakinya, dan ternyata pukulan itu mematikan Auj ibnu Unuq. Konon tulang (iganya) dijadikan jembatan Sungai Nil selama satu tahun.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Nauf Al-Bakkali yang telah mengatakan bahwa konon tempat tidur Auj ibnu Unuq panjangnya delapan ratus hasta. Tinggi Nabi Musa adalah sepuluh hasta, panjang tongkatnya sepuluh hasta, dan ia melompat ke atas setinggi sepuluh hasta, lalu ia memukul Auj ibnu Unuq dengan tongkatnya, yang ia kenai hanyalah mata kakinya Lalu Auj ibnu Unuq jatuh dan mati, maka (tulangnya) dijadikan oleh orang-orang sebagai jembatan tempat mereka berlalu lalang.

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu. (Al-Maa’idah: 26)

Hal ini dimaksudkan untuk menghibur hati Nabi Musa ‘alaihis salam agar tidak memikirkan mereka. Dengan kata lain, janganlah kamu sesali dan jangan kamu bersedih hati terhadap mereka tentang apa yang telah engkau putuskan atas mereka, karena sesungguhnya mereka berhak untuk mendapat hukuman itu.

Di dalam kisah ini terkandung makna yang mengingatkan orang-orang Yahudi akan masa silam mereka yang penuh dengan kekelaman dan terkandung penjelasan mengenai hal-hal yang memalukan mereka dan pertentangan mereka terhadap Allah dan rasul-Nya, serta pembangkangan mereka kepada keduanya, yakni mereka tidak menaati perintah keduanya yang menganjurkan mereka untuk berjihad. Dan ternyata jiwa mereka lemah, tidak mampu bersabar untuk menghadapi musuh dan memeranginya, padahal di antara mereka terdapat utusan Allah yang pernah diajak bicara langsung oleh-Nya dan merupakan makhluk pilihan Allah di masa itu. Dia telah menjanjikan pertolongan dan kemenangan bagi mereka atas musuh-musuhnya. Padahal mereka telah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri apa yang telah dilakukan oleh-Nya terhadap musuh mereka, yaitu Fir’aun, berupa azab-Nya, pembalasan-Nya, dan Fir’aun beserta bala tentaranya ditenggelamkan ke dalam laut oleh-Nya, sedangkan mereka menyaksikan peristiwa itu agar hati mereka tenteram, dan peristiwa tersebut tidaklah jauh dari masa mereka. Akan tetapi, mereka tetap membangkang, tidak mau berperang melawan penduduk Baitul Maqdis; padahal bila dibandingkan dengan penduduk Mesir, tidak ada satu persennya, baik dari segi bilangan penduduknya maupun dari segi perlengkapan senjatanya.

Ayat berikutnya: Kisah Dua Anak Adam (Qabil dan Habil) 

Ternyata keburukan-keburukan perbuatan dan sepak terjang mereka tampak jelas di mata orang-orang tertentu dan juga kalangan awam. Sejarah mereka yang memalukan itu tidak dapat ditutupi, sekalipun oleh gelapnya malam dan tidak dapat disembunyikan. Tetapi ironisnya mereka dalam kebodohannya bergelimangan, dan dalam kesesatannya tiada berkesudahan. Mereka adalah orang-orang yang dibenci oleh Allah dan dianggap sebagai musuh-musuh-Nya. Tetapi anehnya sekalipun demikian mereka tega mengatakan bahwa dirinya adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Semoga Allah memburukkan wajah mereka yang seharian darinya telah dikutuk oleh Allah menjadi babi dan kera yang hina, dan selalu disertai oleh laknat Allah yang terus-menerus menemani mereka sampai ke neraka yang menyala-nyala. Allah memutuskan keabadian di dalam neraka bagi mereka, dan Allah telah melakukan hal itu. Segala puji bagi Allah dari segala seginya.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Artikel SebelumnyaKisah Dua Anak Adam (Qabil dan Habil)
Artikel SelanjutnyaNabi Musa ‘Alaihis Salam Berkata dalam Doanya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini