Beranda Ingat Allah Zakat Surah Al-Baqarah Ayat 264, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan

Surah Al-Baqarah Ayat 264, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan

Kajian Tafsir Surah Al-Baqarah ayat 264

0
Juz 3: Surah Al-Baqarah, Ayat 253-286, Surah Ali Imran Ayat 1-91, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan
Foto by: gr-stocks on Unplash, Canva: Juz 3: Surah Al-Baqarah, Ayat 253-286, Surah Ali Imran Ayat 1-91, Latin, Arti, dan Tafsir Pilihan

Surah Al-Baqarah ayat 264 memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman mengenai pentingnya bersedekah dengan ikhlas dan tulus, serta menjauhi perilaku riya’ (pamer) dalam beramal.

Ayat ini menegaskan agar orang-orang yang beriman tidak membatalkan pahala sedekah mereka dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima, sebagaimana orang yang menginfakkan hartanya karena ingin memperoleh pujian dari manusia tanpa keimanan kepada Allah SWT dan hari Akhirat.

Perumpamaan yang diberikan dalam ayat tersebut adalah gambaran yang sangat jelas tentang seseorang yang bersedekah dengan motif riya’, yaitu seperti batu licin yang terkena hujan lebat.

Awalnya, debu menempel pada permukaan batu licin tersebut, membuatnya tampak kotor dan tak terlihat indah. Namun, saat hujan lebat turun, debu itu terbawa dan batu licin itu kembali bersih dan licin seperti semula.

Artinya, meskipun sedekah yang dilakukan tampak mulia di mata manusia awalnya, namun keikhlasannya terbukti palsu ketika ujian (hujan lebat) datang dan motif riya’nya terbongkar.

Allah SWT menegaskan bahwa orang-orang yang berbuat demikian tidak akan mendapat bagian dari hasil usaha mereka. Mereka tidak dapat menguasai atau memperoleh manfaat dari apa yang mereka usahakan dengan cara yang salah dan tidak benar.

Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir, yang dengan sengaja menyimpang dari jalan-Nya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-Nya.

Dengan demikian, ayat ini mengajarkan kita untuk bersedekah dengan tulus dan ikhlas, tanpa mengharap pujian dari manusia atau motif riya’. Sedekah yang dilakukan dengan ikhlas akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah SWT, dan merupakan salah satu bentuk ibadah yang diperintahkan-Nya kepada hamba-Nya yang beriman.

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ

.

Tulisan Latin dan Arti Al-Baqarah Ayat 264

Mari kita simak keindahan surah Al-Baqarah ayat 264 dengan melihat teks dalam tulisan latin dan artinya.

Yā ayyuhal ladzīna āmanū lā tubthilū shadaqātikum (wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan sedekah kalian sia-sia).

Bil manni (dengan menyebut-nyebutnya).

Wal adzā (dan menyakiti [perasaan]).

Kal ladzī yuηfiqu mālahū riā-an nāsi (seperti orang yang menginfakkan hartanya lantaran ingin dilihat manusia).

Wa lā yu’minu billāhi wal yaumil ākhir (serta dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian).

Fa matsaluhū (maka perumpamaannya).

Ka matsali shafwānin ‘alaihi turābuη fa ashābahū wābilun (adalah seperti batu licin yang berdebu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat).

Lā yaqdirūna ‘alā syai-in (mereka tidak mendapatkan apa pun).

Mimmā kasabū (dari apa yang mereka usahakan).

Wallāhu lā yahdi (dan Allah tidak memberi petunjuk).

Al-qaumal kāfirīn (kepada orang-orang kafir).

Simak: Al-Baqarah Ayat 286: Merenungi Makna Doa Orang Mukmin

.

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 264

Mari kita bersama-sama merenungkan makna apa yang tafsir sampaikan mengenai Surah Al-Baqarah ayat 264 ini.

.

Tafsir Ibnu Abbas

(wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan sedekah kalian sia-sia), yakni pahala sedekah kalian (sia-sia).

(dengan menyebut-nyebutnya) atas Nama Allah, yakni membangga-banggakannya.

(dan menyakiti [perasaan]) penerima.

(seperti orang yang menginfakkan hartanya lantaran ingin dilihat manusia), yakni karena ingin dilihat dan didengar orang lain.

(serta dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian), yakni pada hari kebangkitan sesudah mati.

(maka perumpamaannya), yakni perumpamaan sedekah orang yang mengungkit-ungkit sedekahnya dan sedekah orang yang menyekutukan Allah Ta‘ala.

(adalah seperti batu licin yang berdebu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat), yakni hujan yang sangat deras. Fa tarakahū shaldā (hingga ia menjadi bersih), yakni batu itu menjadi bersih tak berdebu.

(mereka tidak mendapatkan apa pun), yakni mereka tidak mendapatkan pahala sedikit pun di akhirat.

(dari apa yang mereka usahakan), yakni dari apa yang mereka infakkan sewaktu di dunia. Orang yang mengungkit-ungkit sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima, tidak akan mendapat pahala sedekah walaupun hanya secuil. Hal tersebut tak ubahnya seperti batu licin yang bersih tak berdebu setelah diguyur hujan deras.

(dan Allah tidak memberi petunjuk) dan tidak akan memberi pahala.

(kepada orang-orang kafir) dan orang-orang yang bersikap ria dalam bersedekah. Begitu pula Allah tidak akan memberikan pahala sedekah kepada orang yang mengungkit-ungkit sedekahnya.

Simak: Ayat Kursi, Pencerahan Jiwa dan Kehadiran Ilahi

.

Tafsir Hidayatul  Insan

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)[14], seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu menjadi licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan[15], dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[14] Ayat ini menunjukkan batalnya pahala sedekah yang diiringi dengan menyebut-nyebut dan menyakiti hati penerima. Dari ayat ini juga dapat disimpulkan bahwa amalan buruk dapat membatalkan amal shalih. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala di surat Al Hujurat ayat 2, berikut (yang artinya):

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.

Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. karena itu dilarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal shalih.

Oleh karena itu, sebagaimana amal yang baik dapat menghapuskan amal yang buruk, maka amal yang buruk pun dapat menghapuskan amal yang baik.

Firman-Nya Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu terdapat anjuran menyempurnakan amal dan menjaganya dari setiap yang merusaknya agar amal tidak sia-sia begitu saja.

[15] Mereka tidak memperoleh manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapatkan pahala di akhirat.

.

Tafsir Jalalain

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu batalkan sedekah-sedekahmu), maksudnya pahala-pahalanya.

(dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan) si penerima hingga menjadi hapus.

(seperti orang), maksudnya seperti batalnya nafkah orang yang.

(menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia) maksudnya ingin mendapatkan pujian manusia.

(dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari yang akhir) yakni orang munafik.

(Maka perumpamaannya adalah seperti sebuah batu licin yang bertanah di atasnya, lalu ditimpa oleh hujan lebat) (hingga menjadi licin tandas) tanpa tanah dan apa-apa lagi di atasnya.

(Mereka tidak menguasai). Kalimat ini untuk menyatakan tamsil keadaan orang munafik yang menafkahkan hartanya dengan tujuan beroleh pujian manusia. Dhamir atau kata ganti manusia di sini menunjukkan jamak, mengingat makna ‘alladzii’ juga mencakupnya (suatu pun dari hasil usaha mereka) yang telah mereka kerjakan, maksudnya pahalanya di akhirat, tak ubahnya bagai batu licin yang ditimpa hujan hingga tanahnya habis dihanyutkan air.

(Dan Allah tidak menunjukkan orang-orang yang kafir).

Lihat: Juz 3: Langkah Menuju Pemahaman Mendalam tentang Al-Quran

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman dalam ayat yang lain yang bunyinya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذى

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima). (Al-Baqarah: 264)

Dengan ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan bahwa amal sedekah itu pahalanya terhapus bila diiringi dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerimanya. Karena dengan menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti hati penerimanya, maka pahala sedekah menjadi terhapus oleh dosa keduanya.

Dalam ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

كَالَّذِي يُنْفِقُ مالَهُ رِئاءَ النَّاسِ

Seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia. (Al-Baqarah: 264)

Dengan kata lain, janganlah kalian menghapus pahala sedekah kalian dengan perbuatan manna dan aza. Perbuatan riya juga membatalkan pahala sedekah, yakni orang yang menampakkan kepada orang banyak bahwa sedekah yang dilakukannya adalah karena mengharapkan rida Allah, padahal hakikatnya ia hanya ingin dipuji oleh mereka atau dirinya menjadi terkenal sebagai orang yang memiliki sifat yang terpuji, supaya orang-orang hormat kepadanya; atau dikatakan bahwa dia orang yang dermawan dan niat lainnya yang berkaitan dengan tujuan duniawi, tanpa memperhatikan niat ikhlas karena Allah dan mencari rida-Nya serta pahala-Nya yang berlimpah. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:

وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. (Al-Baqarah: 264)

Perumpamaan ini dibuatkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala untuk orang yang pamer (riya) dalam berinfak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang yang mengiringi infaknya dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti perasaan penerimanya, perumpamaannya disebut oleh firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوانٍ

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin. (Al-Baqarah: 264)

Lafaz safwan adalah bentuk jamak dari safwanah. Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa lafaz safwan dapat digunakan untuk makna tunggal pula yang artinya sofa, yakni batu yang licin.

عَلَيْهِ تُرابٌ فَأَصابَهُ وابِلٌ

Yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. (Al-Baqarah: 264)

Yang dimaksud dengan wabilun ialah hujan yang besar.

فَتَرَكَهُ صَلْداً

Lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). (Al-Baqarah: 264)

Dengan kata lain, hujan yang lebat itu membuat batu licin yang dikenainya bersih dan licin, tidak ada sedikit tanah pun padanya, melainkan semuanya lenyap tak berbekas. Demikian pula halnya amal orang yang riya (pamer), pahalanya lenyap dan menyusut di sisi Allah, sekalipun orang yang bersangkutan menampakkan amal perbuatannya di mata orang banyak seperti tanah (karena banyaknya amal). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

لَا يَقْدِرُونَ عَلى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكافِرِينَ

Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 264)

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Selanjutnya, mari kita terus memperdalam pemahaman kita terhadap ajaran Al-Qur’an dengan merenungkan Surah Al-Baqarah Ayat 265 bersama kami di kecilnyaaku.com.

 

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version