Seseorang Akan Diminta Pertanggungjawaban Terhadap Amalnya

Kajian Tafsir Surah Al-An'aam ayat 164

0
336

Kajian Tafsir Surah Al-An’aam ayat 164. Penjelasan bahwa seseorang akan diminta pertanggungjawaban terhadap amalnya dan akan dihisab pada hari Kiamat. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S. Al-An’aam : 164)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Qul (katakanlah), hai Muhammad!

A ghairallāhi abghī rabban (“Apakah selain Allah Yang akan aku cari sebagai Rabb), yakni yang akan aku ibadahi sebagai Rabb.

Wa huwa rabbu kulli syai’ (padahal Dia adalah Rabb segala sesuatu), yakni segala sesuatu berasal dari-Nya.

Wa lā taksibu kullu nafsin (dan tiadalah seseorang berbuat), yakni berbuat dosa.

Illā ‘alaihā (kecuali menjadi tanggung jawab dirinya sendiri), yakni hukuman atas perbuatan itu akan menjadi tanggung jawabnya sendiri.

Wa lā taziru wā ziratuw wizra ukhrā (seorang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain), yakni seseorang tidak akan menanggung beban dosa orang lain. Menurut satu pendapat, seseorang tidak akan dikenai hukuman karena dosa orang lain. Pendapat yang lain mengatakan, seseorang tidak akan diazab tanpa suatu dosa. Pendapat lain menyatakan, seseorang tidak akan merasa senang menanggung dosa orang lain, tetapi ia akan sangat terpaksa menanggung dosa yang dibebankan kepadanya.

Tsumma ilā rabbikum marji‘ukum (kemudian kepada Rabb kalianlah kembali kalian) sesudah mati.

Fa yunabbi-ukum (lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian), yakni akan mengabarkan kepada kalian.

Bimā kuηtum fīhi (apa-apa yang dahulu kalian), yakni perihal agama.

Takhtalifūn (perselisihkan”), yakni yang kalian tentang.

BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-8 Lengkap 

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain[41]. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan[42].”

[41] Maksudnya masing-masing orang memikul dosanya sendiri-sendiri.

[42] Kemudian Dia akan memberikan balasan.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Katakanlah, “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah) sebagai sesembahan; artinya aku tidak mencari Tuhan selain-Nya (Dia adalah Tuhan) yang memiliki (segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa) berbuat dosa (melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul) maksudnya seseorang tidakakan memikul (dosa) perbuatan dosa (orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali dan akan diberitakannya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.)

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah,

Katakanlah. (Al-An’aam : 164)

“Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam ibadahnya, yang seharusnya mereka mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bertawakal.”

Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah. (Al-An’aam : 164)

Yakni pantaskah aku mencari Tuhan selain Allah.

Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. (Al-An’aam : 164)

Dialah yang memelihara, menjaga, mengawasi, dan mengatur urusanku. Dengan kata lain, aku tidak bertawakal kecuali hanya kepada-Nya; dan aku tidak kembali kecuali hanya kepada-Nya, karena Dia adalah Tuhan segala sesuatu, Pemilik segala sesuatu, kepunyaan Dialah semua makhluk dan urusan.

Di dalam ayat ini terkandung perintah berbuat ikhlas dan bertawakal kepada Allah, seperti juga yang terkandung di dalam ayat sebelumnya, yaitu ikhlas dalam beribadah kepada Allah, yakni hanya untuk Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. Makna seperti ini banyak didapati di dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang mengandung petunjuk bagi hamba-hamba-Nya agar mereka mengatakan kepada-Nya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ

Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. (Hud: 123)

قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا

Katakanlah, “Dialah Allah Yang Maha Penyayang, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nyalah kami bertawakal.” (Al-Mulk: 29)

رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا

(Dialah) Tuhan masyrik dan magrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil: 9)

Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.

Adapun firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

Dan tidaklah seorang membuat dosa, melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Al-An’aam : 164)

Hal ini menceritakan perihal kejadian di hari kiamat nanti sehubungan dengan pembalasan Allah, keputusan hukum-Nya, dan keadilan-Nya. Disebutkan bahwa setiap diri itu hanyalah diberi balasan sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik pula. Tetapi jika amal perbuatannya jahat, balasannya jahat pula. Tiada seorang pun yang akan menanggung dosa orang lain. Hal ini termasuk keadilan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى

Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fathir: 18)

فَلا يَخَافُ ظُلْمًا وَلا هَضْمًا

Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya. (Thaha: 112}

Ulama tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak akan dianiaya ialah tidak akan dipikulkan kepadanya dosa-dosa orang lain. Yang dimaksud dengan ‘tidak akan dikurangi haknya’ ialah kebaikan-kebaikannya tidak akan dikurangi pahalanya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ * إِلا أَصْحَابَ الْيَمِينِ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan. (Al-Muddassir: 38-39)

Maknanya, setiap orang bertanggung jawab terhadap amal jahatnya, kecuali golongan kanan (ahli surga), karena sesungguhnya berkah amal mereka yang saleh adakalanya dapat dilimpahkan kepada anak cucu dan kaum kerabat mereka. Seperti yang disebutkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala di dalam surat Ath-Thur melalui firman-Nya:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (Ath-Thur: 21)

Artinya, Kami susulkan kepada mereka anak cucu mereka untuk menempati kedudukan yang tinggi di surga (bersama mereka), sekalipun anak cucu mereka tidak ikut beramal seperti mereka, tetapi hanya dalam pokok keimanan saja.

وَمَا أَلَتْنَاهُمْ

Dan Kami tiada mengurangi mereka. (Ath-Thur: 21)

Yakni Kami tidak mengurangi mereka yang terhormat lagi berkedudukan tinggi itu dari amal mereka barang sedikit pun, karena Kami menyamakan mereka dengan anak cucu mereka yang kedudukannya jauh berada di bawah mereka. Tetapi Allah sengaja mengangkat anak cucu mereka ke dalam kedudukan orang tua-orang tua mereka, karena berkah dari amal perbuatan orang tua-orang tua mereka, sebagai kemurahan dan karunia dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala Dalam firman selanjutnya disebutkan:

كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Ath-Thur: 21)

Yaitu perbuatan jahatnya.

Adapun firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

Kemudian kepada Tuhan kalianlah kalian kembali, dan akan diberitakan-Nya kepada kalian apa yang kalian perselisihkan. (Al-An’aam : 164)

Artinya, berbuatlah sepenuh kemampuan kalian. Sesungguhnya kami pun berbuat semampu kami; dan kelak kalian akan melihat amal perbuatan kalian sendiri, sebagaimana kami pun akan melihat hasil amal perbuatan kami sendiri. Kemudian akan diberitakan kepada kita tentang amal perbuatan kita masing-masing, juga akan diberitakan tentang apa yang kita perselisihkan semasa kita hidup di dunia. Makna ayat ini sama dengan firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam ayat yang lain, yaitu:

قُلْ لَا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ. قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

BACA JUGA Kajian Tafsir ayat berikutnya .... 

Katakanlah, “Kalian tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kalian perbuat.” Katakanlah, “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.” (Saba: 25-26)

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaKhalifah-khalifah di Bumi
Artikel SelanjutnyaOrang yang Pertama-tama Berserah Diri

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini