Rububiyyah Allah yang Mutlak

Tafsir Al-Qur’an: Surah Maryam ayat 64-65

0
723

Kajian Tafsir Surah Maryam ayat 64-65. Rububiyyah Allah yang mutlak, menetapkan wahyu dan bersabar di atas ibadah. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا (٦٤) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا (٦٥)

Dan tidaklah Kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada di hadapan kita, yang ada di belakang kita, dan segala yang ada di antara keduanya, dan Tuhanmu tidak lupa. Dialah Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya? (Q.S. Maryam : 64-65)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa mā natanazzalu (dan tidaklah kami [Jibril] turun) dari langit.

Illā bi amri rabbika (kecuali dengan Perintah Rabb-mu), hai Muhammad! Jibril a.s. mengatakan hal itu kepada beliau ketika wahyu tidak kunjung turun, padahal beliau telah ditanya oleh orang-orang Quraisy tentang roh, Dzulqarnain, dan Ash-habul Kahfi.

Lahū mā baina aidīnā (Kepunyaan Dia-lah segala apa yang ada di hadapan kita), yaitu urusan akhirat.

Wa mā khalfanā (segala apa yang ada di belakang kita), yaitu urusan dunia.

Wa mā baina dzālika (dan segala apa yang ada di antara itu), yakni di antara dua tiupan (sangkakala).

Wa mā kāna rabbuka nasiyyā (dan adalah Rabb-mu tidak lupa), yakni Rabb-mu tidak pernah melupakanmu semenjak Dia menyampaikan wahyu kepadamu.

Rabbu (Rabb), yakni pencipta.

As-samāwāti wal ardli wa mā bainahumā (langit dan bumi serta segala apa yang ada di antara keduanya), yaitu seluruh makhluk dan perkara-perkara yang menakjubkan, Allah-lah Pencipta semua itu.

Fa‘ bud-hu (karena itu, beribadahlah kepada-Nya), yakni maka taatlah kalian kepada-Nya.

Wash-thabir li ‘ibādatih, hal ta‘lamu lahū samiyyā (dan bersabarlah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada yang senama dengan-Nya), yakni apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang Dinamakan Allah?


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. [23]Dan tidaklah Kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada di hadapan kita[24], yang ada di belakang kita[25], dan segala yang ada di antara keduanya[26], dan Tuhanmu tidak lupa[27].

[23] Ayat ini sebagai jawaban kepada Nabi ﷺ saat Jibril lama tidak turun bertemu Nabi ﷺ, lalu Beliau berkata kepada Jibril, “Apa yang menghalangimu untuk berziarah (mengunjungi) kepada kami?” (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari).

[24] Yakni perkara-perkara yang akan datang atau perkara akhirat.

[25] Yakni perkara-perkara yang telah lalu atau perkara dunia.

[26] Yakni yang terjadi saat ini sampai hari kiamat, Dia mengetahui semua itu. Jika sudah jelas bahwa semua perkara milik Allah, dan bahwa kita adalah hamba yang diatur-Nya, maka masalahnya; apakah dikehendaki oleh hikmah ilahiyyah-Nya sehingga Dia mewujudkannya atau tidak sehingga Dia menundanya?

[27] Maksudnya, melupakanmu dan membiarkanmu sebagaimana firman-Nya, “Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu.” (Terj. Adh Dhuha: 3), Dia senantiasa memperhatikan kamu dan mengatur urusanmu. Oleh karena itu, apabila malaikat Kami tidak turun seperti biasanya, maka janganlah membuat hatimu sedih dan membuat risau pikiranmu. Ketahuilah, bahwa Allah menginginkan hal itu karena ada hikmah di dalamnya.

  1. [28]Dialah Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya[29]. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya[30]?

[28] Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan alasan mengapa ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan tidak lupa, yaitu karena Dia Tuhan langit dan bumi; Dia yang mengurus keduanya dengan susunan yang begitu rapih dan sempurna, tanpa ada yang dilalaikan-Nya dan dibiarkan-Nya. Hal ini menunjukkan ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu, sehingga janganlah kamu khawatir, bahkan sibukkanlah dengan hal yang bermanfaat bagimu, yaitu beribadah kepada-Nya.

[29] Yakni bersabarlah dalam beribadah dan bersungguh-sungguhlah dalam mengerjakannya serta sempurnakanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya menyibukkan diri beribadah dapat mencukupi seorang hamba dari segala ketergantungan dan segala kesenangan.

[30] Pertanyaan ini maknanya adalah nafyu (penafian), yakni tidak ada sesuatu pun yang sama dan serupa dengan Dia. Syaikh As Sa’diy rahimahullah berkata, “Yang demikian adalah karena Dia adalah Rabb (Pengatur alam semesta), sedangkan selainnya adalah marbub (yang diatur), Dia adalah Khaliq (Pencipta), sedangkan selain-Nya adalah makhluk (yang dicipta), Dia Mahakaya dari segala sisi, sedangkan selain-Nya fakir dari segala sisi, Dia Maha sempurna, sedangkan selain-Nya berkekurangan, tidak ada kesempurnaan padanya kecuali apa yang diberikan Allah Ta’ala kepadanya. Hal ini merupakan dalil yang qath’i bahwa Dialah yang berhak diibadahi satu-satunya, dan bahwa beribadah kepada-Nya itulah yang benar, sedangkan beribadah kepada selain-Nya adalah batil. Oleh karena itu, Dia memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya dan bersabar di atasnya, serta menerangkan alasannya yaitu karena kesempurnaan-Nya, dan kesendirian-Nya dengan keagungan dan nama-nama-Nya yang indah.”

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan tidaklah kami turun melainkan dengan perintah Rabbmu, kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita) yakni berupa semua perkara akhirat (apa-apa yang ada di belakang kita) berupa semua perkara duniawi (dan apa-apa yang ada di antara keduanya) apa yang ada dalam waktu sekarang sampai dengan datangnya hari kiamat. Yang dimaksud ialah bahwa pengetahuan mengenai kesemuanya itu berada pada-Nya (dan tidaklah Rabbmu lupa) lafal Nasiyyan bermakna Naasiyan, maksudnya, Allah tidak akan meninggalkanmu disebabkan wahyu yang terlambat datang kepadamu.
  2. Dia adalah (Rabb) yang menguasai (langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya) bersikap sabarlah dalam menjalankan dua perkara tersebut. (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia) yang patut disembah seperti Dia, tentu saja tidak.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya’la dan waki’. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Zar, dari ayahnya, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada Malaikat Jibril, “Apakah gerangan yang mencegahmu untuk tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari biasanya?” Maka turunlah firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Imam Bukhari mengetengahkannya secara munfarid. Di dalam kitab tafsirnya ia meriwayatkan sehubungan dengan makna ayat ini melalui Abu Na’im, dari Umar ibnu Zar dengan sanad yang sama.

Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Umar ibnu Zar dengan sanad yang sama, tetapi menurut riwayat keduanya di akhir hadis terdapat tambahan, yaitu bahwa jawaban tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Malaikat Jibril tidak turun kepada Rasulullah ﷺ dalam waktu yang cukup lama. Maka Rasulullah ﷺ dirundung rasa sedih dan duka karenanya. Kemudian Malaikat Jibril datang dan mengatakan, “Hai Muhammad: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu.. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Mujahid mengatakan bahwa Jibril tidak turun kepada Muhammad ﷺ selama dua belas malam atau kurang dari itu. Ketika Jibril turun, Nabi ﷺ berkata kepadanya, “Hai Jibril, sesungguhnya kamu membuat saya sedih, sehingga kaum musyrik mempunyai dugaan yang tidak-tidak kepada saya.” Maka turunlah firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Mujahid mengatakan bahwa ayat ini sama maknanya dengan ayat yang terdapat di dalam surat Adh-Dhuha. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan tertahannya Malaikat Jibril.

Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Jibril lama tidak turun kepada Nabi ﷺ dalam waktu empat puluh hari. Kemudian Jibril turun di suatu hari. Maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Mengapa kamu lama tidak furun kepadaku, sehingga aku rindu kepadamu.” Jibril menjawab, “Bahkan aku selalu rindu kepadamu, tetapi aku menunggu perintah, lalu Allah mewahyukan kepadaku agar aku menyampaikan kepadamu firman Allah Swt. sebagai berikut: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, hadis ini berpredikat garib.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Mujahid yang mengatakan bahwa utusan Allah datang lambat kepada Nabi ﷺ. Kemudian Jibril datang, maka Nabi ﷺ bertanya, “Apakah gerangan yang menahanmu, hai Jibril?” Maka Jibril berkata, “Bagaimana saya datang kepada kalian, sedangkan kalian tidak memotong kuku kalian, tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian, tidak mencukur kumis kalian, serta tidak bersiwak lagi?” Kemudian Jibril membacakan firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim As-Suri, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Sa’labah ibnu Muslim, dari Ubay ibnu Ka’b maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda bahwa Malaikat Jibril lama tidak turun kepadanya. Ketika Nabi ﷺ mengatakan hal tersebut kepada Jibril, maka Jibril menjawab: Bagaimana saya turun, sedangkan kalian tidak lagi bersiwak, tidak memotong kuku, tidak mencukur kumis, dan tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian?

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abul Yaman, dari Ismail ibnu Ayyasy, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَيَّار، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ حَبِيبٍ [خَتَنُ] مَالِكِ بْنِ دِينَارٍحَدَّثَنِي شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَصْلِحِي لَنَا الْمَجْلِسَ، فَإِنَّهُ يَنْزِلُ مَلَكٌ إِلَى الْأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ إِلَيْهَا قَطُّ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Sulaiman Al-Mugirah ibnu Habib, dari Malik ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku seorang syekh dari kalangan ulama Madinah, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepadanya: Benahilah majelis ini untuk kami, karena sesungguhnya akan turun ke bumi seorang malaikat yang belum pernah turun sama sekali ke bumi ini.

Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan dan apa-apa yang ada di belakang kita. (Maryam: 64)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksudkan dengan apa-apa yang ada di hadapan kita ialah perkara dunia; sedangkan apa-apa yang ada di belakang kita ialah perkara akhirat.

dan apa-apa yang ada di antara keduanya. (Maryam: 64)

Yakni apa-apa yang ada di antara dua tiupan sangkakala. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah, Ikrimah, Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, dan Qatadah menurut suatu riwayat yang bersumber dari keduanya, juga menurut As-Saddi serta Ar-Rabi’ ibnu Anas.

Menurut pendapat yang lain, makna mabaina aidina ialah apa-apa yang bakal terjadi menyangkut urusan akhirat, sedangkan wama khalfana artinya apa-apa yang telah lalu menyangkut urusan dunia. Dan makna wama baina zalika artinya apa yang ada di antara dunia dan akhirat. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa’id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Sauri. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir; hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

Firman Allah Swt.:

dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)

Mujahid dan As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah Tuhanmu tidak akan melupakanmu. Dalam keterangan yang terdahulu telah disebutkan bahwa makna ayat ini sama dengan firman-Nya:

وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى

Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الصَّمَدِ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ يَعْنِي أَبَا الْجُمَاهِرِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ يَرْفَعُهُ قَالَ: مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ حَلَالٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ [عَنْهُ] فَهُوَ عَافِيَةٌ، فَاقْبَلُوا مِنَ اللَّهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Muhammad ibnu AbdusSamad Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman (yakni Abul Jamahir), telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Raja ibnu Haiwah, dari ayahnya, dari Abu Darda yang me-rafa’-kan hadis ini: Apa saja yang dihalalkan Allah di dalam Kitab-Nya, maka hal itu halal; dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, maka hal itu haram; dan apa saja yang Allah diam terhadapnya, maka hal itu dimaafkan. Maka terimalah kemurahan dari-Nya, karena sesungguhnya Allah tidak pernah melupakan sesuatu pun. Kemudian Abu Darda membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)

Adapun firman Allah Swt.:

Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi. (Maryam: 65)

Yakni Yang Menciptakannya, Yang Mengaturnya, Yang Menguasainya, dan Yang Mengurusnya, tiada yang mempertanyakan apa yang di-putuskan-Nya.

maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah). (Maryam: 65)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ialah,’apakah kamu mengetahui misal atau yang serupa dengan Tuhan (mu)?’. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya.

Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tiada seorang pun yang bernama Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) selain Allah Swt. sendiri Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi serta Maha suci nama-Nya.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaMenetapkan Adanya Kebangkitan
Artikel SelanjutnyaAda Rezeki Pagi dan Petang