Menetapkan Adanya Kebangkitan

Tafsir Al-Qur’an: Surah Maryam ayat 66-67

0
654

Kajian Tafsir Surah Maryam ayat 66-67. Menetapkan adanya kebangkitan, dikumpulkannya manusia di padang mahsyar dan melewati shirat; orang-orang mukmin akan selamat, sedangkan orang-orang kafir jatuh ke dalam azab. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَيَقُولُ الإنْسَانُ أَئِذَا مَا مِتُّ لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا (٦٦) أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا (٦٧)

Dan orang (kafir) berkata, “Betulkah apabila aku telah mati, kelak aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan hidup kembali?” Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, padahal sebelumnya dia belum berwujud sama sekali? (Q.S. Maryam : 66-67)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa yaqūlul iηsānu (dan manusia berkata), yakni Ubay bin Khalaf al-Jumahi yang mengingkari adanya kebangkitan.

A idzā mā mittu la saufa ukhraju hayyā (“Apakah bila sudah mati, aku benar-benar akan dibangkitkan menjadi hidup kembali”), yakni bangkit dari kubur sesudah mati? Ini adalah sesuatu yang tidak akan terjadi!

A wa lā yadzkurul iηsānu (dan apakah manusia tidak ingat), yakni apakah Ubay bin Khalaf al-Jumahi tidak mengambil pelajaran.

Annā khalaqnāhu ming qablu (bahwa Kami telah menciptakannya dahulu), yakni sebelum ini, dari air mani yang berbau tidak sedap.

Wa lam yaku syai-ā (sedangkan dia tidak ada sama sekali), maka sesungguhnya Aku pun benar-benar Maha Berkuasa untuk menghidupkannya kembali.


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Dan orang (kafir) berkata, “Betulkah apabila aku telah mati, kelak aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan hidup kembali?”
  2. Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, padahal sebelumnya dia belum berwujud sama sekali[31]?

[31] Allah berdalih dengan penciptaan manusia pertama kali yang sebelumnya tidak ada untuk menunjukkan mampunya Dia mengulangi kembali. Oleh karena itu, orang yang mengingkari kebangkitan sesungguhnya lupa terhadap kejadian dirinya pertama kali, kalau dia ingat dan mau berpikir tentu dia tidak akan mengingkarinya.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan berkata manusia,) mereka yang ingkar kepada adanya hari berbangkit, yaitu Ubay bin Khalaf atau Walid bin Mughirah, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikapnya itu (“Betulkah apabila) dapat dibaca Aidza dan Ayidza (aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?”) yakni akan dihidupkan kembali dari kuburan sebagaimana yang telah dikatakan oleh Muhammad. Kata tanya di sini mengandung makna Nafi atau kalimat negatif, maksudnya, Aku tidak akan dihidupkan kembali sesudah mati. Huruf Ma adalah Zaidah yang faedahnya untuk mengukuhkan kalimat, demikian pula huruf Lamnya. Kemudian Allah menyanggah perkataan mereka itu melalui firman-Nya:
  2. (Dan tidakkah manusia itu memikirkan) asal kata Yadzdzakkaru ini adalah Yatadzakkaru, kemudian huruf Ta diganti menjadi Dzal, lalu diidghamkan ke dalam huruf Dzal asal sehingga menjadi Yadzdzakkaru. Tetapi menurut qiraat yang lain dibaca Yadzkuru (bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama sekali) oleh karenanya mengapa ia tidak mengambil kesimpulan dari permulaan itu kepada pengembalian, yakni kembali kepada-Nya.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. menceritakan tentang manusia, bahwa manusia itu merasa heran dan menganggap mustahil akan adanya kehidupan sesudah mati.

Pengertiannya sama dengan yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَإِنْ تَعْجَبْ فَعَجَبٌ قَوْلُهُمْ أَئِذَا كُنَّا تُرَابًا أَئِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ

Dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherankan adalah ucapan mereka, “Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru.?” (Ar-Ra’d: 5)

Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:

أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ * قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata? Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah, “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan Yang Menciptakannya pertamakah. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yasin: 77-79)

Sedangkan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:

Dan berkata manusia, “Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?” Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama sekali? (Maryam: 66-67)

Untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang mampu menghidupkan kembali orang yang mati, Allah Swt. mengambil contoh dari permulaan penciptaan yang dilakukan-Nya. Dengan kata lain, Allah Swt. telah menciptakan manusia, sedangkan manusia tidak ada sama sekali; maka mudahlah bagi-Nya mengembalikan manusia hidup kembali, bahkan mengembalikannya jauh lebih mudah karena telah ada. Sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ

Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah jauh lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)

Di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يُكَذِّبَنِي، وَآذَانِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يُؤْذِيَنِي، أَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلِيَّ مِنْ آخِرِهِ، وَأَمَّا أَذَاهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: إِنَّ لِي وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Allah Swt. berfirman, “Anak Adam mendustakan-Ku, padahal tidaklah pantas baginya mendustakan-Ku; anak Adam menyakiti-Ku, padahal tidaklah pantas baginya menyakiti-Ku.” Dia mendustakan Aku melalui ucapannya, ‘Bahwa Aku tidak akan menghidupkannya kembali sebagaimana Aku menciptakannya pada yang pertama kali.’ Padahal penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah daripada penciptaan yang terakhir. Dia menyakiti Aku melalui ucapannya, “Sesungguhnya Aku beranak, padahal Aku adalah Tuhan Yang Maha Esa, bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku adalah Tuhan yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tiada seorang pun yang setara dengan-Ku.”

Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaDikumpulkannya Manusia di Padang Mahsyar
Artikel SelanjutnyaRububiyyah Allah yang Mutlak