Renungan Islami: Meluruskan Niat

0
849

Sudah luruskah niat kita dalam beramal? Pertanyaan ini semoga dapat menyelamatkan kita dari tipu daya syetan yang terkutuk. Sehingga amal yang sudah kita lakukan dengan susah payah tidak bernilai nol alias hampa dan tidak tercatat sebagai amal yang baik dan benar. Firman Allah SWT. yang menjelaskan pentingnya meluruskan niat, antara lain:

وَلاَ تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِم مِّن شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِم مِّن شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ

Artinya: “Janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-An’am : 52)

Yang dimaksud dengan kehendak pada ayat ini adalah niat. Dan Nabi Muhammad SAW bersabda: yang artinya, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanyalah berdasarkan niyatnya.”

Berikut, saya akan memaparkan hakikat niyat menurut Imam Al-Ghazali.

Niat dan kehendak serta tujuan merupakan kata-kata yang digunakan untuk suatu pengertian, yaitu menggambarkan keadaan dan sifat kalbu yang diiringi dengan ilmu kemudian pengamalannya. Ilmu merupakan pendahuluan, sedang syarat dan pengamalan mengiringinya.

Niat adalah ungkapan tentang kehendak yang menghubungkan antara ilmu yang terdahulu dan pengamalan yang kemudian menyusul. Bilamana sesuatu diketahui, maka tergeraklah kehendak untuk melakukan apa yang sesuai dengan ilmu itu. Dan mengenai sabda Nabi yang artinya:

“Niat orang mukmin lebih baik daripada amalnya. Dan niyat orang fasik lebih buruk dari amalnya.”·

Jika amal tanpa niyat dihadapkan dengan niyat tanpa amal, maka tidak diragukan lagi niyat tanpa amal lebih baik daripada amal tanpa niyat.·

Sesungguhnya niat itu tiada lain merupakan kesadaran jiwa dan kecenderungannya kepada tujuan yang didambakan lagi penting baginya, adakalanya bersifat segera atau kemudian. Dan kecenderungan selama bukan tumbuh dari dalam tidak mungkin mengusahakannya dan menciptakannya dengan upaya dan paksa. Bahkan kejadiannya bersumber dari perpindahan keinginan terhadap sesuatu ke sesuatu yang lain.

Jadi belum disebut niat seseorang yang mengatakan saya niat shalat karena Allah, makan karena Allah, belajar karena Allah, bekerja karena Allah. Kalau hal yang dikatakannya hanyalah bisikan hatinya dan perpindahan dari suatu keinginan ke keinginan yang lain.


BACA JUGA : Materi Tentang Akhlak dan Bahan Renungan

Untuk itu, berdasarkan ilmu dan kesadaran jiwa untuk selalu menegakkan pandangan, yaitu memandang mardotilah. Kita luruskan niat dalam segala amalan kita.

Semoga….

 

Artikel SebelumnyaRenungan: Belajar untuk Ikhlas
Artikel SelanjutnyaRenungan: Bahaya Melalaikan Ikhlas

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini