Penyembahan Mereka kepada Patung Anak Sapi

Tafsir Al-Qur’an: Surah Thaahaa ayat 87-88

0
535

Kajian Tafsir Surah Thaahaa ayat 87-88. Pengkhianatan Bani Israil, penyembahan mereka kepada patung anak sapi. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ (٨٧) فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ (٨٨)

Mereka berkata, “Kami tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir’aun) itu, kemudian kami melemparkannya (ke dalam api), dan demikian pula Samiri melemparkannya,” Kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan (patung) anak sapi yang bertubuh dan bersuara untuk mereka, maka mereka berkata, “Inilah Tuhanmu dan Tuhannya Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa.” (Q.S. Thaahaa : 87-88)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Qālū (mereka berkata), hai Musa!

Mā akhlafnā mau‘idaka bi malkinā (“Kami sama sekali tidak melanggar perjanjian denganmu atas kemauan kami sendiri), yakni di luar pengetahuan kami dan sengaja melakukannya.

Wa lākinnā humilnā auzāran (tetapi kami disuruh membawa beban-beban), yakni beberapa gram.

Miη zīnatil qaumi (dari perhiasan kaum itu), yakni dari perhiasan keluarga Fir‘aun, lalu kesialan itulah yang mendorong kami untuk menyembah patung anak sapi.

Fa qadzafnāhā (lalu kami melemparkannya), yakni kami melemparkan perhiasan itu ke dalam api.

Fa kadzālika alqas sāmiriyy (maka begitu pulalah Samiri melemparkan”), yakni sebagaimana kami telah melemparkan (perhiasan yang kami bawa).

Fa akhraja lahum (kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka), yakni dari emas yang dilemparkan ke dalam api itu Samiri membentuk untuk mereka.

‘Ijlaη jasadan (anak sapi yang bertubuh), yakni yang bertubuh kecil, tanpa nyawa.

Lahū khuwārun (dan bisa melenguh), yakni bersuara.

Fa qālū (lalu mereka berkata), “Apa ini?” Maka Samiri menjawab:

Hādzā ilāhukum wa ilāhu mūsā fa nasiy (“Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”). Akhirnya, Samiri meninggalkan ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya. Menurut satu pendapat, Samiri berkata, “Musa telah meninggalkan jalan (yang benar), dan dia telah keliru.”


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Mereka berkata, “Kami tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir’aun) itu[24], kemudian kami melemparkannya (ke dalam api)[25], dan demikian pula Samiri melemparkannya,”

[24] Yang pernah mereka pinjam dari kaum Fir’aun (orang-orang Qibth). Saat mereka keluar dari Mesir, perhiasan itu ada pada mereka, lalu mereka taruh. Kemudian mereka mengumpulkan kembali ketika Musa pergi untuk meminta pendapat Beliau tentang perhiasan tersebut setelah pulang bermunajat.

[25] Dengan perintah Samiri.

  1. Kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan[26] (patung) anak sapi yang bertubuh dan bersuara[27] untuk mereka, maka mereka berkata[28], “Inilah Tuhanmu dan Tuhannya Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa.”

[26] Dan membentuk.

[27] Mereka membuat patung anak sapi dari emas. Para mufassir berpendapat bahwa patung itu tetap patung tidak bernyawa, dan suara yang seperti sapi itu hanyalah disebabkan oleh angin yang masuk ke dalam rongga patung itu dengan tekhnik yang dikenal oleh Samiri waktu itu dan sebagian mufassir ada yang menafsirkan bahwa patung yang dibuat dari emas itu kemudian menjadi tubuh yang bernyawa dan mempunyai suara sapi sebagai cobaan bagi bani Israil.

[28] Mereka terfitnah oleh patung anak sapi itu sehingga menyembahnya. Hal ini karena kebodohan mereka dan lemahnya akal mereka, saat mereka menyaksikan sesuatu yang aneh, di mana benda yang awalnya diam menjadi bersuara. Ketika Harun melarang, mereka tidak mau berhenti.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri) lafal Bimalkinaa dapat pula dibaca Bimilkinaa atau Bimulkinaa, artinya dengan kehendak kami sendiri, atau dengan kemauan kami sendiri (tetapi kami disuruh membawa) dapat dibaca Hammalnaa atau Hummilnaa (beban-beban) yakni beban yang berat-berat (dari perhiasan kaum itu) yakni perhiasan milik kaum Firaun, yang mereka pinjam dahulu untuk keperluan pengantin, kini perhiasan itu masih berada di tangan mereka (maka kami telah melemparkannya) kami mencampakkannya ke dalam api atas perintah Samiri (dan demikian pula) sebagaimana kami melemparkannya (Samiri melemparkannya”) yakni ia pun ikut melemparkan perhiasan kaum Firaun yang masih ada padanya dan ia melemparkan pula tanah Yang ia ambil dari bekas teracak kuda malaikat Jibril dengan cara seperti berikut ini.
  2. (Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka anak lembu) yang berhasil ia cetak dari perhiasan itu (yang bertubuh) yakni ada daging dan darahnya (dan bersuara) suaranya dapat didengar. Anak lembu itu menjadi demikian disebabkan pengaruh tanah bekas teracak kuda malaikat Jibril, sehingga ia dapat hidup. Tanah itu diletakkan oleh Samiri ke dalam mulut lembu itu sesudah dicetak, lalu anak lembu itu menjadi hidup (maka mereka berkata) yakni Samiri dan para pengikutnya, (“Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi ia telah lupa”) Musa telah lupa akan Tuhannya, bahwa Dia ada di sini, lalu pergi mencari-Nya.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Kaum Bani Israil menjawab apa yang diperingatkan oleh Musa kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kamauan kami sendiri. (Thaha: 87)

Yakni dengan keinginan dan pilihan kami sendiri. Kemudian Bani Israil mengemukakan alasannya yang munafik itu yang lahiriahnya menggambarkan tentang kesucian mereka terhadap perhiasan orang Mesir yang ada di tangan niereka dari hasil pinjaman saat mereka keluar meninggalkan negeri Mesir, sedangkan perhiasan itu masih ada di tangan mereka. Mereka mengatakan, “Kami melemparkan perhiasan itu semuanya (ke dalam api itu).”

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkenaan dengan hadis fitnah, bahwa Harun a.s. adalah orang yang memerintahkan kepada mereka untuk melemparkan semua perhiasan itu di lubang galian yang telah dinyalakan api di dalamnya.

Kisah tersebut menurut riwayat As-Saddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Harun bermaksud agar semua perhiasan itu dikumpulkan di dalam lubang galian itu menjadi satu dan dilebur menjadi satu sambil menunggu kedatangan Musa, maka Musalah kelak yang akan memutuskannya menurut apa yang dikehendakinya.

Kemudian datanglah Samiri, lalu ia melemparkan ke dalam galian itu segenggam tanah yang telah diambilnya dari bekas telapak (kuda) Malaikat Jibril. Samiri meminta pula kepada Harun agar mendoakan kepada Allah Swt. semoga Allah memperkenankan suatu permintaannya. Harun berdoa kepada Allah, memohon perkenan bagi Samiri, sedangkan ia sendiri tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Samiri. Doa Harun diterima oleh Allah, lalu Samiri berkata saat itu juga, “Saya memohon kepada Allah agar apa yang saya lemparkan itu menjadi anak lembu.” Dan jadilah anak lembu yang dimintanya itu sekaligus ada suaranya. Hal ini terjadi sebagai istidraj, penangguhan azab, ujian, dan cobaan dari Allah kepadanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

dan demikian pula Samiri melemparkannya, kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara. (Thaha: 87-88)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubadah ibnul Buhturi, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Sammak, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Harun bersua dengan Samiri yang saat itu Samiri sedang memahat membuat patung anak lembu. Harun bertanya kepadanya, “Apakah yang sedang kamu buat?” Samiri menjawab, “Saya sedang membuat sesuatu yang mudarat dan tidak memberi manfaat.” Harun berkata, “Ya Allah, berikanlah kepadanya apa yang dimintanya di dalam hatinya,” lalu harun berlalu meninggal¬kannya. Samiri berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar patung ini bersuara,” maka patung itu dapat bersuara. Apabila ia bersuara, mereka bersujud kepadanya; dan bila bersuara lagi, mereka mengangkat kepalanya dari sujudnya.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Hammad yang menyebutkan bahwa Samiri menjawab, “Saya sedang membuat sesuatu yang bermanfaat dan tidak mudarat.”

As-Saddi mengatakan bahwa patung anak lembu itu dapat bersuara dan berjalan. Lalu orang-orang yang sesat dari kalangan mereka karena teperdaya oleh patung anak lembu itu sehingga mereka menyembahnya mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Yaitu Musa lupa bahwa tuhannya ada di sini. lalu dia pergi mencarinya.

Hal yang sama telah disebutkan dalam hadis fitnah yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.

Sammak telah meriwayatkan dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Maksudnya, lupa mengingatkan kalian, bahwa ini adalah tuhan kalian.

Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa. (Thaha: 88) Lalu mereka tetap menyembahnya dan menyukainya dengan kesukaan yang sangat. Mereka belum pernah mencintai sesuatu seperti kecintaan mereka terhadap penyembahan anak lembu itu.

Allah Swt. berfirman:

tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88)

Bahwa damir yang ada dalam lafaz nasiya kembali kepada Samiri, yakni Samiri meninggalkan keislamannya.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaTidak Kuasa Menolak Mudharat Maupun Mendatangkan Manfaat
Artikel SelanjutnyaMereka Telah Disesatkan oleh Samiri