Orang yang Mengingkari Ayat-ayat-Nya

Tafsir Al-Qur’an: Surah Maryam ayat 77

0
560

Kajian Tafsir Surah Maryam ayat 77. Orang yang mengingkari ayat-ayat-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا (٧٧)

Lalu apakah engkau telah melihat orang yang mengingkari ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Q.S. Maryam : 77)

.

Tafsir Ibnu Abbas

A fa ra-aital ladzīna kafara bi āyātinā (maka pernahkah kamu melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami), yakni kepada Nabi Muhammad ﷺ dan Al-Qur’an. Orang itu adalah al-‘Ash bin Wa-il as-Sahmi.

Wa qāla la ūtayanna mālaw wa waladā (dan dia mengatakan, “Pasti aku akan dikaruniai harta dan anak”), yakni sekiranya apa yang dikatakan Muhammad tentang akhirat itu benar, tentulah di akhirat kelak aku akan dikaruniai harta dan anak. Namun Allah Ta‘ala menolaknya.


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. [12]Lalu apakah engkau telah melihat orang yang mengingkari ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak[13].”

[12] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Katsir yang sampai kepada Khabbab, ia berkata, “Aku seorang tukang besi di Mekah, lalu aku membuatkan pedang untuk Al ‘Ashiy bin Wa’il As Sahmiy, kemudian aku datang untuk menagih hutangnya. Al ‘Ashiy berkata, “Aku tidak akan memberimu (bayarannya) sampai kamu kafir kepada Muhammad.” Aku menjawab, “Aku tidak akan kafir kepada Muhammad ﷺ sampai Allah mewafatkan kamu, lalu menghidupkan kamu.” Ia berkata, “Apabila Allah mewafatkan aku kemudian membangkitkanku, maka aku akan memiliki harta dan anak (sehingga aku akan membayar hutangku).” Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat, “Lalu apakah engkau telah melihat orang yang mengingkari ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak. Adakah dia melihat yang gaib atau dia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih?” Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar bin Hafsh yang sampai kepada Khabbab, di sana disebutkan bahwa Al ‘Ashiy bin Wa’il berkata, “Apakah aku akan mati lalu dibangkitkan?” Aku (Khabbab) berkata, “Ya.” Khabbab berkata, “Kalau begitu, di sana aku akan memiliki harta dan anak, lalu aku akan membayar hutangmu.” Maka Allah Ta’ala menurunnkan ayat, “Lalu apakah engkau telah melihat orang yang mengingkari ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.”

[13] Yakni termasuk orang yang bahagia atau masuk surga. Sungguh aneh sekali keadaan orang kafir, sudah di dunianya mengingkari ayat-ayat Allah, namun menyangka bahwa dirinya akan diberikan kesenangan oleh-Nya. Kalau sangkaan ini muncul dari orang yang beriman dan taat kepada Allah, maka masalahnya ringan. Tetapi ternyata sangkaan ini muncul dari orang yang kafir.

Ayat ini meskipun turun berkenaan dengan orang kafir tertentu, tetapi sesungguhnya mengena pula kepada setiap orang kafir yang menyangka bahwa dia berada di atas kebenaran, dan bahwa setelah mati dia akan mendapatkan kebahagiaan. Allah membantah sangkaan mereka dengan firman-Nya pada ayat selanjutnya.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami) maksudnya ‘Ashi bin Wa’il (dan ia mengatakan,) kepada Khabbab bin Art yang mengatakan kepadanya, bahwa engkau kelak akan dibangkitkan hidup kembali sesudah mati. Pada saat itu Khabbab sedang menagih utang kepadanya (“Pasti aku akan diberi) seandainya aku dibangkitkan hidup kembali (harta dan anak”) maka pada saat itu aku akan membayar utangku kepadamu. Allah berfirman menyanggahnya:

.

Tafsir Ibnu Katsir

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Muslim, dari Masruq, dari Khabbab ibnul Art yang mengatakan bahwa ia adalah seorang pandai besi, dan ia mengutangkan sesuatu kepada Al-As ibnu Wa-il. Lalu ia datang untuk menagihnya, tetapi Al-As berkata, “Demi Tuhan, aku tidak akan membayarmu sebelum kamu kafir kepada Muhammad.” Maka Khabbab berkata,”Tidak, demi Allah, aku tidak akan kafir kepada Muhammad sampai kamu mati pun, kemudian kamu dibangkitkan.” Al-As ibnu Wa-il mengatakan, “Kalau demikian, biarlah saya mati, lalu saya dibangkitkan dan kamu datang kepadaku, karena saat itu aku mempunyai harta dan anak, dan aku akan membayarmu.” Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77) Sampai dengan firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)

Imam Bukhari dan Imam Muslim serta lain-lainnya mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-A’masy dengan sanad yang sama.

Menurut lafaz hadis yang ada pada Imam Bukhari, ia adalah seorang pandai besi di Mekkah. Lalu ia membuat sebilah pedang pesanan Al-As ibnu Wa-il. Setelah selesai, ia datang untuk menagihnya, hingga akhir hadis. Di dalamnya disebutkan firman Allah Swt.: atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? (Maryam: 78)

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A’masy, dari Abud-Duha, dari Masruq yang mengatakan, Khabbab ibnul Art pernah mengatakan bahwa ia dahulu adalah seorang pandai besi di Mekah. Ia mengerjakan sesuatu milik Al-As ibnu Wa-il. Setelah pekerjaan selesai dan ongkosnya masih kurang sejumlah banyak uang dirham, maka ia datang untuk menagihnya. Tetapi Al-As ibnu Wa-il mengatakan kepadanya, “Aku tidak mau membayarmu sebelum kamu mau kafir kepada Muhammad.” Maka ia menjawab, “Aku tidak akan kafir kepada Muhammad sampai kamu mati pun, lalu dibangkitkan kembali.” Al-As ibnu Wa-il berkata, “Apabila aku dibangkitkan lagi, aku pasti beroleh harta dan anak.” Khabbab ibnul Art menceritakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang kafir kepada ayat-ayat Kami. (Maryam: 77), hingga beberapa ayat berikutnya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya ada sejumlah sahabat Rasulullah ﷺ yang menagih utang kepada Al-As ibnu Wa-il As-Sahmi. Mereka datang kepadanya untuk menagihnya, maka Al-As berkata, “Bukankah kalian percaya bahwa di dalam surga terdapat emas dan perak, kain sutra, dan segala macam buah-buahan?” Mereka menjawab, “Memang benar.” Al-As berkata, “Maka sesungguhnya janji untuk membayar kalian nanti di akhirat. Demi Tuhan, aku benar-benar akan diberi harta dan anak, dan aku benar-benar akan diberi seperti kitab yang ada pada kalian.” Maka Allah menjawabnya melalui firman-Nya: Maka apakah kamu telah melihat orang kafir kepada ayat-ayat Kami. (Maryam: 77) sampai dengan firman-Nya: dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (Maryam: 80)

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il.

Firman Allah Swt.:

Pasti aku akan diberi harta dan anak. (Maryam: 77)

Sebagian ulama qiraat membacanya waladan, sedangkan sebagian lainnya membacanya dengan wuldan, tetapi kedua lafaz mempunyai makna yang sama, Ru’bah seorang penyair mengatakan dalam salah satu bait syairnya:

الحمْدُ للهِ الْعَزِيزِ فَرْدًا … لَمْ يَتَّخِذْ مِنْ وُلْد شَيْءٍ وُلْدا

Segala puji bagi Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Esa, Dia tidak beranak.

Al-Haris ibnu Halzah mengatakan dalam salah satu bait syairnya:

وَلَقَد رأيتُ معَاشرًا … قَدْ تمرُوا مَالًا وَولْدا

Sesungguhnya aku telah menyaksikan banyak orang yang mempunyai harta dan anak yang sangat banyak.

Seorang penyair lainnya mengatakan:

فَلَيت فُلانًا كانَ فِي بَطْن أُمِّهِ … وَليتَ فُلانًا كَانَ وُلْد حِمَار

Aduhai, sekiranya si Fulan tetap berada di dalam perut ibunya. Aduhai, seandainya si Fulan adalah anak keledai.

Menurut pendapat yang lain, wuldan adalah bentuk jamak; sedangkan kalau dibaca waladun adalah bentuk tunggal, hal ini menurut dialek Bani Qais.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

 

Artikel SebelumnyaAdakah Dia Melihat yang Gaib?
Artikel SelanjutnyaAmal Kebajikan yang Kekal Itu Lebih Baik Pahalanya