Kisah Bani Israil Bersama Nabi Musa ‘Alaihis Salam

Kajian Tafsir Surah Al-Maa'idah ayat 20

0
276

Kajian Tafsir Surah Al-Maa’idah ayat 20. Kisah Bani Israil bersama Nabi Musa ‘alaihis salam, keengganan Bani Israil menaati perintah Nabi Musa ‘alaihis salam memasuki Palestina dan akibatnya, yaitu tersesatnya Bani Israil di gurun selama empat puluh tahun. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain. (Q.S. Al-Maa’idah : 20)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa idz qāla (dan [ingatlah] ketika berkata), yakni sungguh telah berkata.

Mūsā li qaumihī yā qaumidz-kurū ni‘matallāhi (Musa kepada kaumnya, Hai kaumku, ingatlah kalian akan nikmat Allah), yakni anugerah Allah.

‘Alaikum idz ja‘ala fīkum (kepada kalian ketika Dia mengangkat pada kalian), yakni di antara kalian.

Ambiyā-a wa ja‘alakum mulūkan (nabi-nabi dan menjadikan kalian orang-orang merdeka) sesudah kalian diperbudak oleh fir‘aun.

Wa ātākum mā lam yu’ti ahadam minal ‘ālamīn (dan memberikan kepada kalian apa yang belum pernah Dia berikan kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain), yakni umat-umat pada zaman kalian. Allah Ta‘ala telah bemberikan manna dan salwā kepada kalian tatkala berada di Padang Sahara.

Daftar Isi: Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-6 

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

20.[19] Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu[20], dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka[21], dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain[22].

[19] Allah memberi nikmat kepada Nabi Musa dan kaumnya (Bani Israil) dengan menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan tentaranya. Mereka kemudian pergi menuju tanah air mereka dan tempat tinggal mereka, yaitu Baitul Maqdis dan sekitarnya. Saat mereka hendak sampai ke Baitul Maqdis, di sana terdapat musuh mereka, maka pada ayat di atas, Nabi Musa ‘alaihis salam menasehati mereka dan mengingatkan mereka nikmat Allah agar mereka mau berjihad, di mana Allah sebelumnya telah mewajibkan mereka berjihad melawan musuh.

[20] Untuk menjaga keadaan mereka, agar mereka tetap di atas hidayah dan tidak jatuh ke dalam kebinasaan. Nabi-nabi tersebut memotivasi mereka agar mereka menempuh jalan yang membahagiakan mereka di dunia dan akhirat serta mengajarkan mereka ilmu yang sebelumnya tidak mereka ketahui.

[21] Sebelumnya mereka di bawah penindasan Fir’aun, kemudian Allah menyelamatkan mereka sehingga mereka yang memegang perkara diri mereka dan mampu menjalankan agama mereka.

[22] Seperti diberikan Manna dan Salwa. Dan mereka di zaman itu merupakan umat pilihan Allah dan umat paling utama di antara sekian umat.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan) ingatlah (ketika Musa berkata kepada kaumnya, Hai kaumku! Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika diangkat-Nya padamu) maksudnya dari golonganmu (para nabi dan dijadikan-Nya kamu sebagai raja-raja) yang mempunyai anak buah dan pelayan (serta diberi-Nya kamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat manusia) seperti hidangan dari langit, manna dan salwa, terbelahnya lautan dan lain-lain.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah menceritakan tentang hamba dan Rasul-Nya yang juga merupakan orang yang pernah diajak bicara langsung oleh-Nya, yaitu Nabi Musa ibnu Imran ‘alaihis salam Kisahnya menyangkut peringatan yang ia sampaikan kepada kaumnya akan nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang ada di tangan mereka, yaitu Allah menghimpunkan bagi mereka kebaikan dunia dan akhirat sekiranya mereka tetap berada pada jalannya yang lurus. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian. (Al-Maa’idah: 20)

Yakni setiap nabi meninggal dunia, maka bangkitlah di antara kalian nabi lainnya, sejak zaman kakek moyang kalian Nabi Ibrahim sampai masa-masa sesudahnya. Demikianlah keadaan mereka, masih tetap ada nabi-nabi dari kalangan mereka yang menyeru kepada agama Allah dan memperingatkan mereka akan pembalasan-Nya, sehingga diakhiri oleh Nabi Isa ibnu Maryam ‘alaihis salam

Kemudian Allah memberikan wahyu kepada penutup seluruh para nabi dan rasul, yaitu Nabi Muhammad ibnu Abdullah yang nasabnya. sampai kepada Nabi Ismail ‘alaihis salam ibnu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Dia lebih mulia dan lebih terhormat daripada para nabi sebelumnya.

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

Dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka (Al-Maa’idah: 20)

Istilah muluk menurut apa yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Mansur, dari Al-Hakam atau lainnya, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa makna Dan Dia menjadikan kalian muluk ialah mempunyai pelayan, istri, dan rumah.

Imam Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadits As-Sauri pula, dari Al-A’masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan muluk ialah istri dan pelayan.

Dan Dia telah memberikan kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain. (Al-Maa’idah: 20)

Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud ialah umat-umat lain yang ada semasa mereka. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

Maimun ibnu Mahran telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil apabila telah mempunyai istri, pelayan, dan rumah tempat tinggal, maka ia dinamakan malik (raja).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la. telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Abu Hani; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Hambali mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As ketika ditanya oleh seorang lelaki, Bukankah kita termasuk orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin? Lalu Abdullah ibnu Amr ibnul As balik bertanya, Bukankah kamu mempunyai istri yang menjadi teman hidupmu? Lelaki itu menjawab, Ya. Abdullah ibnu Amr bertanya lagi, Bukankah kamu punya rumah tempat tinggal? Lelaki itu menjawab, Ya. Abdullah ibnu Amr berkata, Kalau demikian, kamu termasuk orang kaya. Lelaki itu berkata, Aku mempunyai pelayan. Abdullah ibnu Amr menjawab, Kalau demikian, kamu termasuk orang kaya.

Al-Hasan Al-Bashri telah mengatakan bahwa raja itu tiada lain hanyalah seseorang yang mempunyai kendaraan, pelayan, dan rumah.

Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan hal yang semisal, dari Al-Hakam, Mujahid, Mansur, dan Sufyan As-Sauri.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Maimun ibnu Mahran; Ibnu Syaizab telah mengatakan bahwa dahulu seorang lelaki dari kalangan Bani Israil apabila memiliki rumah dan pelayan serta untuk bersua dengannya harus melalui penjaga, maka dia adalah seorang raja

Qatadah mengatakan, orang-orang Bani Israil adalah orang-orang yang mula-mula menggunakan pelayan.

As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Dia menjadikan kalian orang-orang yang merdeka. (Al-Maa’idah: 20); Makna yang dimaksud ialah bila seseorang dari kalian telah memiliki dirinya, memiliki harta benda, dan mempunyai istri. Demikian menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذَكَرَ عَنِ ابْنِ لَهِيعَة، عَنْ دَرَاج، عَنْ أَبِي الهَيْثَم، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كَانَ بَنُو إِسْرَائِيلَ إِذَا كَانَ لِأَحَدِهِمْ خَادِمٌ وَدَابَّةٌ وَامْرَأَةٌ، كُتِب مَلِكًا

Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa dia telah meriwayatkan dari Ibnu Luhai’ah, dari Daraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa’id Al-Khudri, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Dahulu orang-orang Bani Israil apabila seseorang dari mereka mempunyai pelayan, kendaraan, dan istri, maka ia dicatat sebagai seorang raja.

Dari segi teksnya hadits ini berpredikat garib.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ بَكَّارٍ، حَدَّثَنَا أَبُو ضَمْرَة أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ،  قَالَ  سَمِعْتُ زَيْدَ بْنَ أَسْلَمٍ يَقُولُ: وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا فَلَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ لَهُ بَيْتٌ وَخَادِمٌ فَهُوَ مَلِكٌ

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Abu Damrah Anas ibnu Iyad. bahwa ia pernah mendengar Zaid ibnu Aslam berkata menafsirkan makna firman-Nya, Dan Dia menjadikan kalian orang-orang merdeka (Al-Maa’idah: 20). Maka tiada yang dikatakannya kecuali hanya mengetengahkan hadits bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang mempunyai rumah dan pelayan, maka dia adalah raja.

Hadits ini mursal lagi garib. Menurut Malik, yang dimaksud dengan raja ialah orang yang memiliki rumah, pelayan, dan istri. Di dalam sebuah hadits disebutkan:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافى فِي جَسَدِهِ، آمِنًا فِي سِربه، عِنْدَهُ قُوت يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزت لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا

Barang siapa yang berpagi hari dari kalian dalam keadaan diberi kesehatan pada tubuhnya dan aman dijalannya, serta ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia dan seisinya telah diraih olehnya.

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ

Dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain. (Al-Maa’idah: 20)

Yakni orang-orang yang alim di masa kalian. Karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling mulia di zamannya, lebih mulia daripada orang-orang Yunani, orang-orang Egypt, dan bangsa-bangsa lain dari anak Adam. seperti yang disebutkan oleh ayat lain:

وَلَقَدْ آتَيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab (Taurat), kekuasaan, dan kenabian; dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik, dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (Al-Jatsiyah: 16)

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,menceritakan perihal Musa ‘alaihis salam ketika umatnya mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:

اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ  إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ  قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). Musa menjawab, Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab, Patutkah aku mencari Tuhan untuk kalian yang selain dari Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kalian atas segala umat. (Al-A’raf: 138-140)

Yang kami maksudkan ialah mereka adalah orang-orang yang paling unggul di masanya, karena sesungguhnya umat ini lebih mulia daripada mereka dan lebih utama di sisi Allah, syariatnya lebih sempurna dan jalannya lebih lurus, nabinya lebih mulia, kerajaannya lebih besar, rezekinya lebih berlimpah, harta dan anaknya lebih banyak, serta kerajaannya lebih luas dan kejayaannya lebih kekal. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. (Al-Baqarah: 143)

Kami telah mengetengahkan hadits-hadits yang mutawatir menceritakan perihal keutamaan umat ini dan kemuliaan serta kehormatannya di sisi Allah, yaitu pada tafsir firman-Nya:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Ali Imran: 110)

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Malik serta Sa’id ibnu Jubair, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain. (Al-Maa’idah: 20); Makna yang dimaksud dengan lafaz al- ‘alamina adalah umat Muhammad ﷺ

Seakan-akan mereka bertiga bermaksud bahwa khitab dalam firman-Nya: dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun. (Al-Maa’idah: 20) menyertakan pula umat Muhammad. Sedangkan menurut Jumhur ulama, khitab ini dari Musa ‘alaihis salam, ditujukan kepada umatnya; dan makna yang dimaksud adalah orang-orang alim yang sezaman dengan mereka, seperti keterangan yang telah kami kemukakan di atas.

Menurut pendapat yang lain. makna yang dimaksud dari firman-Nya: dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain. (Al-Maa’idah: 20); Yakni apa-apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada mereka, berupa manna dan salwa dan dinaungi oleh awan serta hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam lainnya yang pernah diberikan kepada mereka oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagai suatu kekhususan buat mereka.

Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’aala menceritakan perihal anjuran yang dikeluarkan oleh Musa ‘alaihis salam kepada Bani Israil untuk berjihad dan memasuki Baitul Muqaddas yang dahulunya adalah milik mereka di masa kakek moyang mereka, yaitu Nabi Ya’aub ‘alaihis salam Nabi Ya’qub dan anak-anaknya serta semua keluarganya pergi meninggalkannya menuju ke negeri Mesir di masa Nabi Yusuf ‘alaihis salam Mereka tetap tinggal di Mesir, dan baru keluar meninggalkannya bersama Musa ‘alaihis salam Tetapi mereka menjumpai di dalam kota Baitul Maqdis suatu kaum dari orang-orang ‘Amaliqah (raksasa) yang gagah perkasa, yang telah merebut kota itu dan menguasainya.

Ayat berikutnya: Memasuki Palestina dan Akibatnya 

Maka utusan Allah Nabi Musa ‘alaihis salam memerintahkan kaum Bani Israil untuk memasuki Baitul Muqaddas dan memerangi musuh mereka serta membangkitkan semangat mereka dengan berita gembira akan mendapat pertolongan dan kemenangan atas musuh mereka. Tetapi mereka membangkang dan durhaka serta tidak mau menuruti perintah nabinya. Akhirnya mereka dihukum oleh Allah dengan hukuman tersesat di padang sahara selama empat puluh tahun; selama itu mereka tidak mengetahui arah manakah yang mereka tempuh dan ke manakah tujuan mereka. Hal tersebut sebagai hukuman terhadap mereka karena mereka menyia-nyiakan perintah Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan tidak mau menaatiNya.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Artikel SebelumnyaMemasuki Palestina dan Akibatnya
Artikel SelanjutnyaMembantah Kedustaan dan Kebohongan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini