Ketika Mendapatkan Bencana dan Kesenangan

Tafsir Al-Qur’an: Surah Hud ayat 9-10

0
357

Kajian Tafsir Surah Hud ayat 9-10. Perbedaan sifat antara orang kafir dengan orang mukmin, bagaimana orang-orang kafir meminta disegerakan azab, dan sikap mereka ketika mendapatkan bencana dan kesenangan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَلَئِنْ أَذَقْنَا الإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَؤُوسٌ كَفُورٌ -٩- وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاء بَعْدَ ضَرَّاء مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ -١٠

Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia, kemudian rahmat itu Kami cabut kembali, pastilah Dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih. Dan jika Kami berikan kebahagiaan kepadanya setelah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan berkata, “Telah hilang bencana itu dariku.” Sesungguhnya dia merasa sangat gembira dan bangga, (Q.S. Hud : 9-10)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa la in adzaqnal iηsāna (dan jika Kami merasakan kepada manusia), yakni kepada orang kafir.

Minnā rahmatan (suatu rahmat dari Kami), yakni kenikmatan dari Kami.

Tsumma naza‘nāhā minhu (kemudian Kami mencabut rahmat itu darinya), yakni Kami mengambil rahmat itu darinya.

Innahū la ya-ūsun (sesungguhnya ia benar-benar berputus asa), yakni sungguh ia akan menjadi orang yang paling berduka dan berputus asa dari Rahmat Kami.

Kafūr (lagi kufur), yakni kufur kepada nikmat Allah Ta‘ala.

Wa la in adzaqnāhu (dan jika Kami merasakan kepadanya), yakni menimpakan kepada orang kafir.

Na‘mā-a ba‘da dlarra-a massat-hu (kebaikan sesudah kemudaratan yang menimpanya), yakni sesudah malapetaka yang menimpanya.

La yaqūlanna (niscaya dia akan berkata), yakni orang kafir itu.

Dzahabas sayyi-ātu (“Telah hilang keburukan-keburukan itu), yakni malapetaka itu.

‘Annī, innahū la farihun (dariku.” Sesungguhnya dia sangat bergembira), yakni pongah.

Fakhūr (lagi berbangga) dengan nikmat Allah itu, tanpa bersyukur (kepada-Nya).


BACA JUGA: Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-12 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

9.[10] Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia[11], kemudian rahmat itu Kami cabut kembali, pastilah Dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih.

[10] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan tentang tabi’at manusia yang zalim lagi jahil, bahwa jika Allah memberikan rahmat kepadanya seperti sehat dan rezeki yang banyak, lalu dicabut-Nya rahmat itu, maka ia langsung berputus asa; tidak mengharap pahala Allah terhadap musibah itu, dan tidak terlintas dalam hatinya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan mengembalikannya atau mengembalikan yang semisalnya atau bahkan yang lebih baik daripadanya, dan bahwa jika Alah memberikan rahmat setelah ia ditimpa bencana, ia pun langsung bergembira dan berbangga serta mengira bahwa kenikmatan itu akan tetap langgeng padanya. Ia bergembira karena nikmat itu dan membanggakan diri di hadapan hamba-hamba Allah dengan bersikap sombong dan ujub lagi merendahkan mereka. Inilah tabi’at manusia. Namun tidak semua manusia seperti ini, bahkan di antara mereka ada yang diberi taufiq oleh Allah dan dikeluarkan-Nya dari akhlak tercela ini seperti yang disebutkan di ayat 11 surah ini.

[11] Seperti halnya orang yang kafir.

  1. Dan jika Kami berikan kebahagiaan kepadanya setelah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan berkata, “Telah hilang bencana itu dariku.” Sesungguhnya dia merasa sangat gembira dan bangga[12],

[12] Ia tidak bersyukur terhadapnya.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan jika Kami rasakan kepada manusia) yang kafir (suatu rahmat dari Kami) yaitu berupa kekayaan dan kesehatan (kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya pastilah dia menjadi putus asa) merasa putus asa dari rahmat Allah (lagi tidak berterima kasih) sangat mengingkari-Nya.
  2. (Dan jika kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana) kemiskinan dan kesengsaraan (yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, “Telah hilang keburukan-keburukan itu) yaitu bencana-bencana tersebut (dariku.”) akan tetapi ia tidak mempunyai perasaan bahwa kebahagiaan itu bakal lenyap darinya dan pula ia tidak mensyukurinya (Sesungguhnya dia sangat gembira) meluap (lagi bangga) terhadap manusia atas apa yang diberikan kepadanya.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhaanahu wa Ta’aala menceritakan perihal manusia dan sifat-sifat tercela yang ada pada dirinya, kecuali bagi orang yang dikasihi oleh Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya yang beriman. Bahwa manusia itu apabila mendapat musibah sesudah mendapat nikmat, maka ia akan berputus asa dan merasa terputus dari kebaikan di masa selanjutnya, serta kafir dan ingkar terhadap keadaan yang sebelumnya. Seakan-akan dia tidak pernah mengalami suatu kebaikan pun, dan sesudah itu dia tidak mengharapkan suatu jalan keluar pun. Demikian pula keadaannya jika ia mendapat nikmat sesudah sengsara, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

Niscaya dia akan berkata, “Telah hilang bencana-bencana itu dariku.” (Hud: 10)

Yaitu tidak akan ada kesengsaraan dan bencana lagi yang menimpaku sesudah ini.

Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. (Hud: 10)

Maksudnya, merasa sangat gembira dengan nikmat yang ada di tangannya, lalu ia bersikap angkuh dan sombong terhadap orang lain.

Hanya Allah-lah Yang Maha mengetahui dan hanya bagi-Nya segala puji.

 

Artikel SebelumnyaAmpunan dan Pahala
Artikel SelanjutnyaDahulu Mereka Memperolok-olokkannya