Doa Nabi Ayyub Tentang Penyakitnya

Tafsir Al-Qur’an: Surah Al-Anbiya’ ayat 83

0
630

Kajian Tafsir Surah Al-Anbiya’ ayat 83. Ujian Nabi Ayyub ‘alaihis salam ditimpa penyakit. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (٨٣)

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”  (Q.S. Al-Anbiya’ : 83)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa ayyūba (dan Ayyub), yakni dan ingatlah Ayyub a.s.

Idz nādā rabbahū (ketika dia menyeru Rabb-nya), yakni ketika dia berdoa kepada Rabb-nya.

Annī massaniyadl dlurru (“Sesungguhnya aku terkena mudarat), yakni sesungguhnya aku ditimpa kesulitan (penyakit) pada tubuhku, karena itu kasihanilah dan selamatkanlah aku.

Wa aηta arhamur rāhimīn (dan Engkau-lah Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang”).


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-17 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya[24], “(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang[25].

[24] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menguji Ayyub dan memberikan kekuasaan kepada setan terhadap jasadnya sebagai cobaan baginya, setan kemudian meniup ke dalam jasad, maka keluarlah bisul yang buruk dan menjijikan, dan Beliau menderita penyakit itu dalam waktu yang sangat lama, (ada yang mengatakan, selama 18 tahun Beliau menderita penyakit itu). Lebih dari itu anak-anaknya wafat, hartanya binasa dan manusia menjauhinya selain istrinya, maka Allah mendapatkannya dalam keadaan sabar dan ridha terhadap musibah itu, dan setelah sekian lama, ia pun berdoa seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.

[25] Beliau bertawassul kepada Allah dengan keadaannya yang begitu parah dan dengan rahmat Allah yang luas lagi merata, maka Allah mengabulkan doanya dan berfirman kepadanya, “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Terj. Shaad: 42) Maka Beliau menghantamkan kakinya ke bumi, kemudian keluarlah mata air yang sejuk, lalu Ayyub mandi dan minum daripadanya, kemudian Allah menghilangkan derita yang menimpanya.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan) ingatlah kisah (Ayub,) kemudian dijelaskan oleh Badalnya, yaitu (ketika ia menyeru Rabbnya) pada saat itu dia mendapat cobaan dari-Nya; semua harta bendanya lenyap dan semua anak-anaknya mati serta badannya sendiri tercabik-cabik oleh penyakit, semua orang menjauhinya kecuali istrinya. Hal ini dialaminya selama tiga belas tahun, ada yang mengatakan tujuh belas tahun dan ada pula yang mengatakan delapan belas tahun. Selama itu penghidupan Nabi Ayub sangat sulit dan sengsara (“Sesungguhnya aku) asal kata Annii adalah Bi-ann (telah ditimpa kemudaratan) yakni hidup sengsara (dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”).

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. menceritakan tentang Ayub a.s. dan musibah yang menimpanya sebagai cobaan untuk dirinya. Musibah itu menimpa harta benda, anak-anaknya, juga tubuhnya. Demikian itu karena Ayub adalah seorang yang memiliki banyak ternak dan lahan pertanian, ia pun memiliki banyak anak serta tempat-tempat tinggal yang menyenangkan. Maka Allah menguji Ayub dengan menimpakan bencana kepada semua miliknya itu, semuanya lenyap tiada tersisa. Kemudian cobaan ditimpakan pula kepada jasad atau tubuh Ayub sendiri. Menurut suatu pendapat, penyakit yang menimpanya adalah penyakit lepra yang mengenai sekujur tubuhnya, sehingga tiada suatu bagian pun dari anggota tubuhnya yang selamat dari penyakit ini, kecuali hati dan lisannya yang selalu berzikir mengingat Allah Swt.

Cobaan ini membuat orang-orang tidak mau sekedudukan dengan Ayub. Maka Ayub tinggal terpencil menyendiri di pinggir kota tempat tinggalnya. Tiada seorang manusia pun yang mau datang kepadanya selain dari istrinya yang bertugas merawatnya dan mengurusi keperluannya.

Menurut suatu pendapat, istri Ayub jatuh miskin, lalu ia bekerja menjadi pelayan bagi orang lain yang hasilnya ia gunakan untuk keperluan suaminya.

Nabi ﷺ pernah bersabda sehubungan dengan masalah cobaan ini:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ

Orang yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu menyusul orang-orang yang utama dan orang-orang yang sebawahnya.

Di dalam hadis lain disebutkan:

يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى قَدْرِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ

Seorang lelaki diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat, maka cobaan yang menimpanya diperkuat pula.

Nabi Ayub adalah seorang yang sangat penyabar, sehingga kesabarannya dijadikan sebagai peribahasa yang patut diteladani.

Yazid ibnu Maisarah mengatakan bahwa ketika Allah menimpakan cobaan kepada Ayub a.s. dengan melenyapkan keluarganya, harta benda, dan anak-anaknya, sehingga Ayub tidak memiliki sesuatu pun lagi, Ayub berzikir kepada Allah dengan baik. Dalam doanya ia mengatakan, “Aku memuji-Mu, wahai Tuhan semua makhluk. Engkau telah memberiku dengan pemberian yang baik, Engkau telah memberiku harta benda dan anak, sehingga tiada suatu ruang pun dalam kalbuku melainkan disibukkan olehnya. Lalu Engkau mengambil kesemuanya dariku dan Engkau kosongkan hatiku, sehingga tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara aku dan Engkau (untuk berzikir mengingat-Mu). Seandainya musuhku si iblis itu mengetahui apa yang aku perbuat, tentulah dia akan dengki kepadaku.” Mendengar hal tersebut,maka iblis menjadi marah.

Yazid ibnu Maisarah melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub mengatakan dalam doanya, “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak, dan tidak ada seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku mengadu tentang kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha Mengetahui tentang itu. Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah hamparan untukku, tetapi aku meninggalkannya, dan kukatakan kepada diriku sendiri, “Hai tubuhku, sesungguhnya kamu diciptakan bukan untuk berbaring di atas hamparan (kasur) itu, “aku tinggalkan hal tersebut tiada lain hanyalah semata-mata mengharapkan rida-Mu.”

Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Telah diriwayatkan pula dari Wahb ibnu Munabbih kisah mengenai Ayub ini dengan panjang lebar, dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya dari Wahb ibnu Munabbih. Diriwayatkan juga oleh sejumlah ulama tafsir mutaakhkhirin, hanya di dalamnya terkandung hal yang garib (aneh). Kami tidak mengetengahkannya karena kisahnya terlalu panjang.

Menurut suatu riwayat, Ayub mengalami cobaan ini dalam masa yang sangat lama. Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat keadaan Ayub sedemikian parahnya.

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Ayub a.s. dicoba selama tujuh tahun lebih beberapa bulan dalam keadaan terbaring di tempat pembuangan sampah kaum Bani Israil. Sehingga hewan-hewan berkeliaran menginjak tubuhnya. Lalu Allah membebaskannya dari cobaan itu dan memberinya pahala yang besar serta memujinya dengan pujian yang baik.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Ayub a.s tinggal dalam keadaan dicoba selama tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang.

As-Saddi mengatakan bahwa daging tubuh Ayyub berguguran rontok, sehingga tiada yang tersisa dari tubuhnya selain otot-otot dan tulang-tulangnya. Selama itu Ayub dirawat oleh istrinya yang selalu mendatanginya dengan membawa abu. Setelah sakit Ayub cukup lama, istrinya berkata kepadanya, “Hai Ayub, sekiranya kamu berdoa kepada Tuhanmu untuk kesembuhanmu, tentu Dia akan melenyapkan penyakitmu ini.” Ayub menjawab, “Saya telah menjalani masa hidup selama tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat. Masa itu sebentar, maka sudah sepantasnya bagiku bersabar demi karena Allah selama tujuh puluh tahun.” Maka istrinya merasa terkejut dan mengeluh mendapat jawaban tersebut, lalu ia pergi.

Istri Ayub bekerja pada orang-orang dengan memperoleh imbalan upah, kemudian ia datang kepada Ayub seraya membawa hasil dari kerjanya, lalu ia memberi makan Ayub.

Sesungguhnya iblis pergi menemui dua orang Palestina sahabat karib Ayub, keduanya bersaudara. Ketika iblis telah sampai pada keduanya, iblis mengatakan, “Saudara kamu berdua yang bernama Ayub sedang mengalami cobaan anu dan anu. Maka datanglah kamu berdua kepadanya seraya membesuknya, dan bawalah besertamu minuman ini. Sesungguhnya minuman ini berasal dari khamr negeri kalian; jika dia mau meminumnya, tentulah ia akan sembuh dari penyakitnya.”

Kedua orang lelaki itu lalu datang menjenguk Ayub. Ketika keduanya melihat keadaan Ayub, maka keduanya menangis, dan Ayub bertanya, “Siapakah Kamu berdua?” Keduanya menjawab, “Saya adalah anu dan Fulan.” Ayub menyambut kedatangan keduanya dan mengatakan, “Marhaban (selamat datang) dengan orang-orang yang tidak menjauhiku saat aku tertimpa cobaan ini.” Keduanya berkata, “Hai Ayub, barangkali kamu menyembunyikan sesuatu, lalu menampakkan yang lainnya. Oleh karena itu, Allah mengujimu dengan cobaan ini.”

Maka Ayub menunjukkan pandangannya ke langit, lalu berkata, “Dia mengetahui saya tidak menyembunyikan sesuatu di balik apa yang saya lahirkan, tetapi Tuhanku sengaja sedang mengujiku untuk Dia lihat apakah saya bersabar ataukah mengeluh (tidak sabar).” Lalu keduanya berkata, “Hai Ayub, minumlah khamr yang kami bawa ini, karena sesungguhnya jika kamu meminum sebagian darinya, tentulah kamu akan sembuh.”

Ayub marah dan berkata, “Rupanya si busuk (iblis) itu telah datang kepada kalian berdua dan menganjurkan agar menyampaikan ini. Kalian haram berbicara denganku; begitu pula makanan dan minuman kalian haram bagiku.” Lalu keduanya pergi meninggalkan Ayub.

Istri Ayub berangkat untuk bekerja pada orang lain. Ia membuat roti untuk suatu keluarga yang mempunyai seorang anak kecil. Saat roti telah masak, anak mereka masih tidur, sedangkan mereka tidak mau mengganggu tidur anak mereka, karenanya mereka memberikan roti itu kepada istri Ayub.

Istri Ayub membawa roti itu pulang ke rumah Ayub, tetapi Ayub merasa heran dengan kedatangannya yang begitu cepat, lalu ia bertanya, “Mengapa engkau begitu cepat pulang, apakah yang engkau alami hari ini?” Maka si istri menceritakan apa yang telah dialaminya. Ayub berkata, “Barangkali anak kecil itu telah bangun dari tidurnya, lalu meminta roti kepada orang tuanya dan mereka tidak menemukannya, sehingga anak kecil itu terus-menerus menangis meminta roti kepada orang tuanya. Sekarang kembalilah ke rumah itu dan bawalah kembali roti ini.”

Ia kembali, dan ketika sampai di tangga rumah mereka, tiba-tiba ada seekor kambing milik mereka menyeruduknya, maka ia mengeluarkan kata cacian, “Celakalah si Ayub yang keliru itu.” Setelah ia menaiki tangga rumah keluarga itu, ia menjumpai anak tersebut telah bangun dari tidurnya dalam keadaan menangis meminta roti kepada orang tuanya.

Anak itu tidak mau menerima makanan apa pun dari orang tuanya selain roti itu. Maka saat itu juga istri Ayub berkata, “Semoga Allah merahmati Ayub.” Lalu roti itu dia berikan kepada anak itu, dan ia pulang ke rumah.

Kemudian iblis datang lagi kepada istri Ayub dalam rupa seorang tabib. Iblis berkata kepadanya, “Sesungguhnya suamimu menderita sakit yang cukup lama. Jika ia menginginkan sembuh dari sakitnya, hendaklah ia menangkap seekor lalat, lalu menyembelihnya dengan menyebut nama berhala Bani Fulan. Sesungguhnya ia akan sembuh dari penyakitnya, kemudian dapat melakukan tobat sesudahnya.”

Istri Ayub mengatakan apa yang dipesankan oleh iblis itu kepada suaminya. Maka Ayub menjawab.”Sesungguhnya engkau telah kedatangan makhluk jahat itu lagi. Demi Allah, seandainya aku telah sembuh dari sakitku ini, aku akan menderamu sebanyak seratus kali pukulan.”

Istri Ayub pergi untuk mencari nafkah buat suaminya, tetapi rezeki terhalang darinya; tidak sekali-kali ia mendatangi rumah suatu keluarga untuk menawarkan jasa pelayanannya, melainkan mereka menolaknya. Setelah bersusah payah mencari rezeki, tetapi tidak berhasil juga, ia merasa khawatir suaminya Ayub akan kelaparan, maka ia terpaksa mencukur salah satu kepangan rambutnya, lalu menjualnya kepada seorang anak perempuan dari keluarga orang yang terhormat lagi kaya. Maka mereka memberikan imbalan kepadanya berupa makanan yang baik-baik lagi berjumlah banyak. Istri Ayub membawa makanan itu kepada suaminya. Ketika Ayub melihat makanan itu, ia merasa curiga, lalu bertanya kepada istrinya, “Dari manakah kamu dapatkan makanan ini?” Ia menjawab, “Saya bekerja kepada orang lain dan mereka memberikan makanan ini sebagai imbalannya,” lalu Ayub mau memakannya.

Pada keesokan harinya istri Ayub keluar lagi untuk mencari pekerjaan, tetapi ia tidak menemukannya, hingga terpaksa memotong lagi kepangan rambutnya yang masih tersisa, lalu menjualnya kepada anak perempuan yang sama. Keluarga anak itu memberinya makanan sebagai pembayarannya, sama dengan makanan yang kemarin. Istri Ayub membawa makanan kepada suaminya, maka Ayub bertanya, “Demi Allah, aku tidak mau memakannya sebelum aku ketahui dari manakah makanan ini didapat.” Maka istri Ayub membuka kerudung yang menutupi kepala-nya. Ketika Ayub melihat rambut istrinya dicukur, ia sangat terpukul dan merasa sedih yang amat sangat. Maka pada saat itu juga Ayub berdoa kepada Allah Swt., seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali, bahwa setan yang mengganggu Ayub dikenal dengan sebutan Mabsut.

Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa istri Ayub berkata kepada suaminya, “Berdoalah kepada Allah memohon kesembuhan, pasti Allah akan menyembuhkanmu.” Akan tetapi, Ayub tetap tidak mau berdoa untuk memohon kesembuhannya. Hingga pada suatu hari lewatlah sejumlah orang dari kalangan Bani Israil di dekat tempat Ayub berada. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Musibah yang menimpanya tiada lain karena dosa besar yang dikerjakannya.” Maka pada saat itu juga Nabi Ayub berdoa kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ayub mempunyai dua orang saudara. Pada suatu hari dua saudaranya itu datang mengunjunginya, tetapi keduanya tidak dapat mendekatinya karena bau Ayub yang tidak enak; maka keduanya hanya berdiri dari kejauhan. Salah seorang berkata kepada yang lain, “Seandainya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri Ayub, tentulah Dia tidak mengujinya dengan cobaan ini.” Maka Ayub merasa berduka cita dengan perkataan keduanya, duka cita yang belum pernah ia alami sebelumnya. Lalu Ayub berdoa, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum pernah tidur di suatu malam pun dalam keadaan kenyang, dan aku mengetahui mengapa aku lapar, maka percayalah kepadaku.” Maka semua malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Kemudian Ayub berkata lagi, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum pernah mempunyai dua lapis baju gamis, dan aku mengetahui mengapa aku sampai tidak berpakaian, maka percayailah aku.” Para malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Setelah itu Ayub berkata, “Ya Allah, demi Keagungan-Mu,” lalu Ayub menyungkur bersujud seraya berkata, “Demi Keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku selama Engkau belum menyembuhkan diriku dari penyakit ini.” Ayub tidak mengangkat kepalanya hingga pada akhirnya Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya.

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan sanadnya yang marfu’ dan lafaz yang semisal. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Nafi’ ibnu Yazid, dari Aqil, dari Az-Zuhri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah, Ayub menjalani masa cobaan selama delapan belas tahun. Semua orang baik yang tadinya dekat maupun yang jauh tidak mau mendekatinya kecuali hanya dua orang saudaranya yang sangat akrab dengannya sebelum itu. Keduanya selalu datang menjenguknya di setiap pagi dan petang. Maka salah seorang berkata kepada yang lain, ‘Demi Allah, engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Ayub telah berbuat suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun.’ Yang lain menjawab, “Dosa apakah yang dilakukannya?” Temannya berkata, ‘Selama delapan belas tahun Ayub tidak mendapat rahmat dari Allah.’ Kemudian Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya. Ketika kedua orang temannya datang lagi mengunjunginya, maka salah seorang tidak sabar lagi untuk menanyakan hal itu kepada Ayub. Lalu Ayub menjawab, ‘Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, hanya Allah Swt. pasti mengetahui bahwa pada suatu hari aku berpapasan dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar, lalu keduanya menyebut nama Allah (bersumpah). Maka aku kembali ke rumahku, lalu kulakukan kifarat sebagai ganti dari kedua orang itu, karena aku tidak suka bila nama Allah disebut-sebut oleh keduanya bukan dalam masalah yang hak.’

Nabi ﷺ melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub biasa keluar untuk suatu keperluan. Apabila ia telah selesai dari keperluan tersebut, istrinya memegang tangannya (menuntunnya) hingga sampai ke rumah. Tetapi pada suatu hari istrinya terlambat menjemputnya, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayub di tempat itu, yaitu firman-Nya: Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42)

Akan tetapi, predikat marfu” hadis ini dinilai garib (aneh) sekali.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Allah memberinya pakaian dari surga, lalu Ayub menjauh dari tempatnya dan duduk di suatu tempat yang agak jauh dari tempat semula. Ketika istrinya datang, istrinya tidak mengenalinya; lalu si istri bertanya, “Hai hamba Allah, ke manakah perginya orang yang mengalami musibah; tadi ia di sini? Saya khawatir bila ia dibawa pergi oleh anjing-anjing atau oleh serigala-serigala pemangsa.” Kemudian istri Ayub mengajaknya berbicara selama sesaat. Maka Ayub (yang telah berganti rupa itu) menjawab, “Celakalah kamu, saya ini Ayub.” Istrinya berkata, “Apakah engkau memperolok-olokku, hai hamba Allah?” Ayub berkata, “Celakalah kamu, aku adalah Ayub. Allah telah mengembalikan tubuhku seperti sediakala.”

Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa Allah mengembalikan semua harta dan anak-anaknya saat itu juga, kemudian diberi lagi anak yang berjumlah sama dengan mereka.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Ayub, “Sesungguhnya Aku telah mengembalikan kepadamu seluruh keluargamu dan harta bendamu, ditambah dengan yang sejumlah dengan mereka. Maka mandilah’dengan air ini, karena sesungguhnya pada air ini terkandung kesembuhan bagimu. Lalu berkurbanlah untuk sahabat-sahabatmu dan mintalah ampunan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka telah durhaka kepada-Ku karena kamu.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Abu Hatim mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا همام، عن قتادة، عن النضر ابن أَنَسٍ، عَنْ بَشير بْنِ نَهِيك، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَمَّا عَافَى اللَّهُ أَيُّوبَ، أَمْطَرَ عَلَيْهِ جَرَادًا مِنْ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ يَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيَجْعَلُهُ فِي ثَوْبِهِ. قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: يَا أَيُّوبُ، أَمَا تَشْبَعُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَنْ يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ

telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari An-Nadr ibnu Anas, dari Basyir ibnu Nuhaik, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Setelah Allah memulihkan kesehatan Ayub, maka Allah menghujaninya dengan belalang emas. Lalu Ayub memungutinya dengan tangan dan memasukkannya ke dalam baju. Maka dikatakan kepadanya, “Hai Ayub, tidakkah engkau merasa kenyang?” Ayub menjawab, “Wahai Tuhanku, siapakah yang merasa kenyang dengan rahmat-Mu?”

Asal hadis ini ada pada kitab Sahihain.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaAllah Lenyapkan Penyakit yang Ada Padanya
Artikel SelanjutnyaSegolongan Setan-setan yang Menyelam ke Dalam Laut