Diberi Catatan Amal dengan Tangan Kirinya

Tafsir Al-Qur’an: Surah Al-Haaqqah Ayat 25-37

0
1142

Kajian Tafsir:  Surah Al-Haaqqah Ayat 25-37. Keadaan orang kafir pada hari itu, yaitu diberi catatan amal dengan tangan kirinya.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيهْ -٢٥- وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيهْ -٢٦- يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ -٢٧- مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيهْ -٢٨- هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيهْ -٢٩- خُذُوهُ فَغُلُّوهُ -٣٠- ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ -٣١- ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعاً فَاسْلُكُوهُ -٣٢- إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ -٣٣- وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ -٣٤- فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيمٌ -٣٥- وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ -٣٦- لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِؤُونَ -٣٧

Dan adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya, maka dia berkata, “Alangkah baiknya kiranya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku, Sehingga aku tidak mengetahui bagaimana perhitunganku. Wahai, kiranya (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu. Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang dariku. (Allah berfirman), “Tangkaplah dia, lalu belenggulah tangannya ke lehernya.” Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dialah tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. Maka pada hari ini di sini tidak ada seorang teman pun baginya. Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa. (Q.S. Al-Haqqah : 25-37)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wa ammā man ūtiya kitābahū bi syimālihī (dan adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kirinya), yaitu al-Aswad bin ‘Abdil Asad, saudara laki-laki Abu Salamah. Al-Aswad adalah seorang kafir.

Fa yaqūlu yā laitanī lam ūta kitābiyah (maka dia akan berkata, Duhai alangkah baik kiranya kitabku tidak diberikan kepadaku), yakni kiranya kitabku ini tidak diberikan kepadaku.

Wa lam adrī mā hisābiyah (dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadapku), yakni tidak mengetahui hisaban terhadapku.

Yā laitahā kānatil qādliyah (duhai kiranya kematian yang menyelesaikan segalanya), yakni ia mengharapkan kematian. Duhai kiranya aku tetap pada kematian yang pertama.

Mā aghnā ‘annī māliyah (harta kekayaanku sama sekali tidak berguna untukku), yakni harta kekayaan yang telah kukumpulkan di dunia, sama sekali tidak berguna untukku dalam menghindari Azab Allah Ta‘ala.

Halaka ‘annī sulthāniyah (kekuasaanku telah sirna dariku), yakni hujah dan alasanku telah sia-sia. Kemudian Allah Ta‘ala berfirman kepada para malaikat:

Khudzū hu fa ghullūh (Tangkaplah ia lalu belenggulah ia).

Tsummal jahīmu shallūh (kemudian masukkanlah ia ke dalam api neraka yang menyala-nyala).

Tsumma fī silsilatiη dzar‘uhā sab‘ūna dzirā‘an (kemudian dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta), yakni hasta malaikat. Ada yang mengatakan, tujuh puluh depa.

Faslukūh (ikatlah ia), yakni masukanlah rantai itu ke dalam anusnya dan keluarkan dari mulutnya, lalu belitkan sisanya ke lehernya.

Innahū kāna lā yu’minū billāhil ‘azhīm (sesungguhnya dahulu ia tidak beriman kepada Allah Yang Maha Agung), yakni ketika ia di dunia.

Wa lā yahudl-dlu (dan ia juga tidak menganjurkan), yakni tidak mendorong.

‘Alā tha‘āmil miskīn (untuk memberi makan orang miskin), yakni untuk memberikan sedekah kepada orang-orang miskin.

Fa laisa lahul yauma hāhunā hamīm (maka pada hari ini ia tidak mempunyai seorang teman pun di sini), yakni tidak mempunyai seorang kerabat pun yang akan bermanfaat untuknya.

Wa lā tha‘āmun (dan tidak pula [mempunyai] makanan) di dalam neraka.

Illā min ghislīn (kecuali berupa darah dan nanah), yakni ampas para penghuni neraka berupa darah, nanah, dan nanah bercampur darah yang mengucur dari perut dan kulit mereka.

Lā ya’kuluhū (tak ada yang memakannya), yakni yang memakan darah dan nanah itu.

Illal khāthi-ūn (kecuali orang-orang yang berdosa), yakni orang-orang musyrik.


Di sini Link untuk Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-29


Hidayatul Insan bi tafsiril Qur’an

  1. [1]Dan adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya, maka dia berkata[2], “Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku[3].

[1] Orang-orang yang celaka diberikan catatan amal mereka yang buruk dengan tangan kiri mereka untuk memisahkan mereka dengan yang lain dan untuk menghinakan mereka sekaligus membuka aib mereka.

[2] Dalam keadaan sedih dan duka.

[3] Karena ia diberi kabar gembira dengan masuk ke neraka dan mendapatkan kesengsaraan yang kekal.

  1. Sehingga aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku[4].

[4] Yakni alangkah baiknya aku menjadi sesuatu yang dilupakan, tidak dibangkitkan dan tidak dihisab.

  1. Wahai, kiranya (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu.
  2. [5]Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku.

[5] Selanjutnya ia melihat kepada harta dan kekuasaannya, ternyata menjadi musibah baginya, tidak berguna baginya di akhirat dan tidak bisa dipakai menebus dirinya dari azab Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

  1. Kekuasaanku telah hilang dariku[6].

[6] Tentara yang banyak telah menghilang, perlengkapan yang kuat telah sirna dan kedudukan telah tiada.

  1. (Allah berfirman[7]), “Tangkaplah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.”

[7] Kepada para malaikat Zabaniyyah yang keras dan kasar.

  1. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
  2. Kemudian belitlah dia dengan rantai[8] yang panjangnya tujuh puluh hasta.

 [8] Yang panas.

  1. [9]Sesungguhnya Dialah orang yang tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.

[9] Sebab ia diazab dengan azab yang demikian rupa adalah karena dia tidak beriman kepada Allah, yakni kafir kepada-Nya, menentang para rasul-Nya dan menolak kebenaran yang mereka bawa.

  1. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin[10].

[10] Dalam hatinya tidak ada rasa kasih sayang kepada orang-orang miskin, tidak memberi mereka makan, atau jika tidak mempunyai harta untuk disedekahkan, mereka tidak juga mau mendorong orang lain untuk memberi makan orang-orang miskin.

Ayat ini dan ayat sebelumnya menunjukkan bahwa sumber kebahagiaan terletak pada dua, yaitu ikhlas yang asalnya adalah beriman kepada Allah, dan berbuat ihsan kepada makhluk dengan berbagai macam bentuknya, dimana di antara yang paling besarnya adalah menutupi kebutuhan pokok orang-orang yang membutuhkan seperti memberi mereka makan

  1. Maka pada hari ini[11] di sini tidak ada seorang teman pun baginya[12].

[11] Yakni hari Kiamat.

[12] Sehingga ia merasakan penderitaan luar dan dalam, luar dengan disiksa dan dalam dengan kesedihan yang bertumpuk-tumpuk tanpa ada teman yang memberikan syafaat untuknya agar ia dapat selamat dari azab Allah. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya.” (Terj. Ghaafir: 18)

  1. Dan tidak ada makanan (baginya) kecuali dari darah dan nanah.
  2. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa[13].

[13] Yang tidak menempuh jalan yang lurus, bahkan menempuh jalan ke neraka. Oleh karena itulah, mereka berhak mendapatkan azab yang pedih.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Aduhai) wahai; lafal ya di sini menunjukkan makna tanbih (alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku.)
  2. (Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.)
  3. (Wahai kiranya kematian itulah) kematian di dunia (yang menyelesaikan segala sesuatu.) Yang memutuskan hidupku dan tidak akan dibangkitkan lagi.
  4. (Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku.)
  5. (Telah hilang kekuasaanku dariku”) kekuatanku dan argumentasi atau hujahku. Huruf Ha yang terdapat dalam lafal kitabiyah, hisabiyah, maliyah, dan sulthaniyah, semuanya adalah ha saktah yang tetap dibaca baik dalam keadaan Waqaf maupun dalam keadaan Washal. Demikian itu karena mengikut mushhaf imam/induk dan karena mengikut dalil naqli. Akan tetapi sekali pun demikian, ada pula sebagian ulama yang tidak membacakannya bila diwashalkan.
  6. (“Peganglah dia) khithab atau perintah dalam ayat ini ditujukan kepada para malaikat penjaga neraka Jahanam (lalu belenggulah dia.”) Ikatlah kedua tangannya menjadi satu dengan kepalanya ke dalam belenggu.
  7. (“Kemudian ke dalam neraka Jahanam) neraka yang apinya menyala-nyala (masukkanlah dia”) jebloskanlah dia ke dalamnya.
  8. (“Kemudian dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta) menurut ukuran hasta malaikat (belitlah dia”) lilitlah dia dengan rantai itu sesudah ia dimasukkan ke dalam neraka. Huruf fa di sini tidak dapat mencegah hubungan antara fi’il dan zharaf yang mendahuluinya.
  9. (“Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.”)
  10. (“Dan juga dia tidak mendorong untuk memberi makan orang miskin.”)
  11. (Maka tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini) maksudnya, pada hari ini tiada kaum kerabat yang bermanfaat bagi dirinya.
  12. (Dan tiada pula makanan sedikit pun baginya kecuali dari darah dan nanah) yaitu nanah dan darah ahli neraka, atau shadiid, yaitu nama sejenis pohon yang ada di dalam neraka.
  13. (Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa) orang-orang yang kafir.

.

Tafsir Ibnu Katsir

ini merupakan berita tentang keadaan yang dialami oleh orang-orang yang celaka apabila seseorang dari mereka menerima kitab catatan amalnya dari sebelah kirinya di tempat hisab hari kiamat. Maka pada hari itu dia menyesali amal yang telah dilakukannya di dunia dengan penyesalan yang tiada taranya.

maka dia berkata, “Wahai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai, kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.” (Al-Haqqah: 25-27)

Ad-Dahhak mengatakan yakni kematian yang tiada kehidupan lagi sesudahnya. Hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka’b, Ar-Rabi’, dan As-Saddi.

Qatadah mengatakan bahwa orang kafir saat itu menginginkan kematian, padahal ketika di dunia tiada sesuatu pun yang lebih dibencinya selain kematian.

Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku dariku. (Al-Haqqah: 28-29)

Yakni harta dan kedudukanku tidak dapat membelaku dari azab Allah dan pembalasan-Nya, bahkan segala sesuatunya ditanggung oleh diriku, tiadayang menolongku dan tidak ada orang yang melindungiku. Maka di saat itulah Allah Swt. berfirman:

Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. (Al-Haqqah: 30-31)

Allah Swt. memerintahkan kepada Malaikat Zabaniyah (juru siksa) untuk memegangnya dengan kasar dari tempat perhimpunan, lalu lehernya dibelenggu, kemudian diseret ke neraka Jahanam, lalu dimasukkan ke dalamnya, dan api neraka Jahanam menelannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Amr ibnu Qais, dari Al-Minhal ibnu Amr yang mengatakan bahwa tatkala Allah Swt. berfirman, “Peganglah dia !” Maka berebutan untuk menanganinya sebanyak tujuh puluh ribu malaikat, masing-masing dari mereka melakukan hal yang sama, maka ia menjumpai tujuh puluh ribu malaikat itu di dalam neraka. Ibnu Abud Dunia mengatakan di dalam kitab Al-Ahw’ah bahwa orang kafir didatangi oleh empat ratus ribu malaikat, dan tiada sesuatu pun melainkan memukulinya, lalu si orang kafir itu berkata, “Aku tidak punya salah denganmu.” Maka yang memukulinya berkata, “Sesungguhnya Tuhan murka terhadapmu, maka segala sesuatu murka pula terhadapmu.”

Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan bahwa tatkala Allah Swt. berfirman, “Peganglah dia dan belenggulah dia,” maka berebutan untuk melaksanakannya sebanyak tujuh puluh ribu malaikat, untuk memperebutkan siapa yang paling dahulu dari mereka yang memasang belenggu di leher si kafir itu.

Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. (Al-Haqqah: 31)

Maksudnya, lemparkanlah dia ke dalamnya.

Firman Allah Swt:

Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. (Al-Haqqah: 32)

Ka’bul Ahbar mengatakan bahwa setiap mata rantai darinya sama dengan semua besi yang ada di dunia. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Juraij, bahwa hasta ini berdasarkan hasta malaikat.

Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian belitlah dia. (Al-Haqqah: 32) Yakni rantai itu dimasukkan dari liang duburnya, kemudian dikeluarkan dari mulutnya. Kemudian mereka disate dalam rantai itu sebagaimana belalang dimasukkan ke dalam tusuk sate saat hendak dipanggang.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rantai itu dimasukkan dari liang anusnya, kemudian dikeluarkan dari kedua lubang hidungnya agar ia tidak dapat berjalan pada kedua kakinya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Yazid, dari Abus Samah, dari Isa ibnu Hilal As-Sadafi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ Pernah bersabda:

لَوْ أَنَّ رَصَاصة مِثْلَ هَذِهِ -وَأَشَارَ إِلَى [مِثْلِ] جُمْجُمة-أُرْسِلَتْ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ، وَهِيَ مَسِيرَةُ خَمْسِمِائَةِ سَنَةٍ، لَبَلَغَتِ الْأَرْضَ قَبْلَ اللَّيْلِ، وَلَوْ أَنَّهَا أُرْسِلَتْ مِنْ رَأْسِ السِّلْسِلَةِ، لَسَارَتْ أَرْبَعِينَ خَرِيفًا الليلَ والنهارَ، قَبْلَ أَنْ تَبْلُغَ قَعْرَهَا أَوْ أَصْلَهَا

Seandainya sebuah batu sebesar ini, seraya menunjuk ke arah sebuah tengkorak kepala kambing, dilemparkan dari langit ke bumi yang jaraknya sama dengan perjalanan lima ratus tahun, niscaya batu itu telah sampai ke bumi sebelum malam tiba. Tetapi seandainya batu ini dilemparkan dari ujung rantai tersebut, niscaya ia masih terus terjatuh selama empat puluh musim gugur (tahun), malam dan siang harinya (tanpa berhenti) sebelum mencapai pada bagian bawahnya atau pangkalnya.

Imam Turmuzi mengetengahkannya dari Suwaid ibnu Sa’id, dari Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad yang sama. Dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.

Firman Allah Swt.:

Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. (Al-Haqqah: 33-34)

Yakni dia tidak pernah menunaikan hak Allah yang menjadi kewajibannya, seperti amal ketaatan dan menyembah kepada-Nya, tidak mau memberi manfaat kepada makhluk-Nya serta tidak mau menunaikan hak mereka yang ada pada hartanya. Karena sesungguhnya menjadi kewajiban bagi hamba-hamba Allah untuk mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, juga sudah menjadi kewajiban bagi sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya menunaikan kebajikan dan bantu-membantu dalam hal kebajikan dan ketakwaan.

Karena itulah maka Allah memerintahkan manusia untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan ketika Nabi ﷺ mengembuskan nafas terakhirnya, beliau sempat bersabda:

الصَّلَاةَ، وما ملكت أيمانكم

Peliharalah shalat, dan budak-budak yang dimiliki oleh kalian.

Firman Allah Swt.:

Maka pada hari ini tiada seorang teman pun baginya di sini. Dan tiada (pula) makanan sedikit pun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa. (AL-Haqqah: 35-37)

Pada hari ini tiada seorang pun yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah. Hamim artinya teman dekat. Tiada teman dekat. tiada pemberi syafaat yang didengar, dan tiada makanan baginya di sini kecuali gislin. Menurut Qatadah, gislin adalah makanan yang paling buruk bagi penduduk neraka. Ar-Rabi’ dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa gislin adalah nama sebuah pohon di dalam neraka Jahanam.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Mu’addib, dari Khasif, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apa itu gislin, tetapi ia mempunyai dugaan kuat bahwa gislin adalah nama lain dari pohon zaqqum.

Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa gislin adalah darah dan nanah yang mengalir dari tubuh mereka sendiri. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa gislin adalah keringat atau nanah ahli neraka.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaMenguatkan Kebenaran Rasulullah ﷺ
Artikel SelanjutnyaDiberi Catatan Amal dengan Tangan Kanannya