Dasar-dasar untuk Menetapkan Perbuatan-perbuatan Keji

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 15

0
257

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 15. Dasar-dasar untuk menetapkan perbuatan-perbuatan keji dan Hukum Islam terhadap wanita yang telah jelas berzina, dan hukum ini merupakan hukum pada permulaan Islam. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَاللاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا

Terhadap para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan-perempuan kamu, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi (jalan yang lain) kepadanya. (Q.S. An-Nisaa’ : 15)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wallātī ya’tīnal fāhisyata (dan terhadap orang yang melakukan perbuatan keji), yakni berzina.

Min nisā-ikum (di antara para wanita kalian), yakni wanita-wanita merdeka yang telah bersuami.

Fastasy-hidū ‘alaihinna (maka mintalah kesaksian atas mereka), yakni atas perbuatan aib mereka.

Arba‘atam mingkum (empat orang saksi di antara kalian), yakni orang-orang yang merdeka di antara kalian.

Fa iη syahidū (kemudian bila mereka telah memberi kesaksian) sebagaimana mestinya.

Fa amsikūhunna fil buyūti (maka kurunglah mereka [wanita-wanita itu] di dalam rumah), yakni kurunglah mereka di dalam penjara.

Hattā yatawaffāhunnal mautu (sampai ajal menjemput mereka), yakni sampai mereka mati di dalam penjara.

Au yaj‘alallāhu lahunna sabīlā (atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya), yakni memberi jalan dengan cara dirajam.

Ketentuan ini (mengurung wanita di dalam rumah) telah dinasakh dengan ketentuan rajam.

.

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Terhadap para perempuan yang melakukan perbuatan keji[3] di antara perempuan-perempuan kamu, hendaklah ada empat orang saksi[4] di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah[5] sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi (jalan yang lain) kepadanya[6].

[3] Perbuatan keji menurut jumhur mufassirin ialah perbuatan zina, sedangkan menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum, seperti: zina, homoseks dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (lesbian).

[4] Yakni saksi yang adil. Dari ayat ini diambil kesimpulan bahwa jika terdiri dari beberapa orang wanita saja, maka tidak diterima, demikian juga jika wanita dengan laki-laki atau jumlah para saksi kurang dari empat orang, bahkan harus laki-laki mukmin yang adil yang jumlahnya empat orang di samping harus secara tegas menyebutkan persaksian; tidak secara sindiran atau kinayah (tidak tegas).

[5] Dan cegahlah mereka dari bergaul dengan orang lain.

[6] Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surah An Nuur. Mereka (wanita yang melakukan perbuatan keji) dihukumi seperti itu di awal-awal Islam, kemudian Allah mengadakan jalan yang lain untuk mereka, yaitu dengan mendera orang yang belum menikah seratus kali dan mengasingkannya selama setahun, sedangkan bagi yang sudah menikah lantas berzina, maka dirajam.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan wanita-wanita yang melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina di antara wanita-wanitamu (maka persaksikanlah mereka itu kepada empat orang saksi di antaramu) maksudnya di antara laki-lakimu yang beragama Islam. (Maka jika mereka memberikan kesaksian) terhadap perbuatan mereka itu (maka tahanlah mereka itu) atau kurunglah (dalam rumah) dan laranglah mereka bergaul dengan manusia (sampai mereka diwafatkan oleh maut) maksudnya oleh malaikat maut (atau) hingga (Allah memberi bagi mereka jalan lain) yakni jalan untuk membebaskan mereka dari hukuman semacam itu. Demikianlah hukuman mereka pada awal Islam lalu mereka diberi jalan lain yaitu digantinya dengan hukum dera sebanyak seratus kali serta membuangnya dari kampung halamannya selama setahun yakni bagi yang belum kawin dan dengan merajam wanita-wanita yang sudah kawin. Dalam hadits tersebut bahwa tatkala hukuman itu diumumkan, bersabdalah Nabi ﷺ, Terimalah daripadaku, contohlah kepadaku karena Allah telah memberikan bagi mereka jalan lepas! Riwayat Muslim.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Ketetapan hukum di masa permulaan Islam menyatakan bahwa seorang wanita itu apabila nyata melakukan perbuatan zina melalui bukti yang adil, maka ia ditahan di dalam rumah dan tidak dapat keluar darinya hingga ia mati (yakni dikurung) sampai mati. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:

وَاللاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji. (An-Nisaa’: 15)

Yang dimaksud dengan fahisyah dalam ayat ini ialah perbuatan zina.

مِن نِّسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مّنكُمْ فَإِن شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا

Di antara wanita-wanita kalian, hendaklah ada empat orang saksi di antara kalian (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (An-Nisaa’: 15)

Yang dimaksud dengan jalan yang lain yang dijadikan oleh Allah ialah ayat lain yang menasakh (merevisi) hukum ini.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada mulanya ketetapan hukum adalah seperti yang tertera dalam ayat ini, hingga Allah menurunkan surah An-Nur, lalu me-nasakh-nya dengan hukum dera atau hukum rajam.

Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair Al-Hasan, Ata Al-Khurrasani, Abu Saleh, Qatadah, Zaid ibnu Aslam, dan Ad-Dahhak, bahwa ayat ini dimansukh. Pendapat ini disepakati oleh semua ulama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ حِطَّان بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الرَّقاشِي، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ الْوَحْيُ أَثَّرَ عَلَيْهِ وَكَرُبَ لِذَلِكَ وتَرَبّد وَجْهُهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ ذَاتَ يَوْمٍ، فَلَمَّا سُرِّيَ عَنْهُ قَالَ: خُذُوا عَنِّي، قَدْ جَعَل اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ، والبِكْرُ بالبكرِ، الثَّيِّبُ جَلْدُ مِائَةٍ، ورَجْمٌ بِالْحِجَارَةِ، وَالْبِكْرُ جَلْدُ مِائَةٍ ثُمَّ نَفْى سَنَةٍ

Imam ahmad berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far. telah menceritakan kepada kami Sa’id. dari Qatadah. dari Al-Hasan, dari Hattan ibnu Abdullah Ar-Raqqasyi, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah apabila turun wahyu kepadanya, hal itu mempengaruhinya dan beliau tampak susah serta wajahnya berubah (karena beratnya wahyu). Maka pada suatu hari Allah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan wahyu kepadanya; setelah selesai dan keadaan beliau menjadi seperti sediakala, beliau bersabda: Ambillah dariku! Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi mereka (wanita-wanita itu) jalan yang lain; janda dengan duda, dan jejaka dengan perawan. Janda (duda) dikenai hukuman dera seratus kali dan dirajam dengan batu, sedangkan jejaka (perawan) dikenai hukuman dera seratus kali dan dibuang (diasingkan) selama satu tahun.

Imam Muslim dan Ashabus Sunan meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Hattan, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi ﷺ yang lafaznya seperti berikut:

 خُذُوا عَنِّي، خُذُوا عَنِّي، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا؛ الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ، وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ

Ambillah dariku, ambillah dariku! Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain bagi mereka (wanita-wanita itu), jejaka dengan gadis seratus kali dera dan dibuang satu tahun, sedangkan duda dengan janda seratus kali dera dan dirajam.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hasan shahih

Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Duud At-Tayalisi:

عَنْ مُبَارَكِ بْنِ فَضَالة، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ حِطَّانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الرَّقَاشِيِّ، عَنْ عُبَادَةَ: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ الْوَحْيُ عُرف ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ، فَلَمَّا أُنْزِلَتْ: أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا [وَ] ارْتَفَعَ الْوَحْيُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خُذُوا خُذُوا، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا البكْرُ بالبكرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنفيُ سَنَةٍ، والثَّيِّب بالثيبِ جَلْدُ مِائَةٍ ورَجْمٌ بِالْحِجَارَةِ

Dari Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan, dari Hattan ibnu Abdullah Ar-Raqqasyi, dari Ubadah, bahwa Rasulullah apabila sedang turun wahyu kepadanya, hal tersebut dapat diketahui melalui wajahnya. Allah menurunkan ayat berikut: atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (An-Nisaa’: 15) Ketika wahyu telah selesai darinya, maka ia bersabda: Ambillah, ambillah oleh kalian, Allah telah beri jalan yang lain kepada wanita-wanita itu, jekaka dan gadis seratus kali dera dan dibuang satu tahun. sedangkan duda dengan janda seratus kali dera dan dirajam dengan batu.

Imam Ahmad meriwayatkan pula hadits ini:

عَنْ وَكِيع بْنِ الْجَرَّاحِ، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دَلْهَم، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قُبَيْصَة بْنِ حُرَيث، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ المُحَبَّق قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خُذُوا عَنِّي، خُذُوا عَنِّي، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ، وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ

Dari Waki’ ibnul Jarrah, dari Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dalham, dari Qubaisah ibnu Harb, dari Salamah ibnul Muhabbaq yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ambillah dariku, ambillah dariku! Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada wanita-wanita itu. Jejaka dengan gadis seratus kali dera dan dibuang satu tahun, sedangkan duda dengan janda seratus kali dera dan dirajam.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dengan panjang lebar melalui hadits Al-Fadl ibnu Dalham. Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa Al-Fadl orangnya bukan Hafiz. dia adalah tukang tebu di Wash.

Hadits yang lain. Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ حَمْدَانَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَبْدِ الْغَفَّارِ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: البكْرَان يُجْلَدان ويُنفيَانِ، وَالثَّيِّبَانِ يُجْلَدَانِ ويُرجَمانِ، والشَّيْخانِ يُرجَمان

Daftar Isi: Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-4

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnu Hamdan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdul Gaffar, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq, dari Ubay ibnu Ka’b yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Dua orang yang belum pernah kawin, kedua-duanya didera dan dibuang; sedangkan dua orang yang pernah kawin, kedua-duanya didera dan dirajam; dan kedua orang yang sudah tua, kedua-duanya dihukum rajam (bila berzina).

Ditinjau dari segi ini, hadits berpredikat garib.

Imam Tabrani meriwayatkan melalui jalur Ibnu Luhai’ah, dari saudaranya Isa ibnu Luhai’ah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah surah An-Nisaa’ diturunkan, maka Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

لَا حَبْسَ بَعْدَ سُورَةِ النِّسَاءِ

Tidak ada kurungan lagi sesudah surah An-Nisaa’.

Ayat berikutnya: Hukum Islam Terhadap Wanita yang Telah Jelas Berzina

Imam Ahmad ibnu Hambal berpegang kepada makna hadits ini, yaitu yang menggabungkan antara hukuman dera dan rajam terhadap duda atau janda yang berzina. Sedangkan menurut jumhur ulama, janda atau duda yang berzina hanya dikenai hukuman rajam saja, tanpa hukuman dera. Mereka mengatakan demikian dengan alasan bahwa Nabi ﷺ telah merajam Ma’iz dan Al-Gamidiyyah serta kedua orang Yahudi (yang telah berbuat zina) dan beliau tidak mendera mereka. Maka hal ini menunjukkan bahwa hukuman dera bukan merupakan suatu keputusan yang pasti dan tidak dapat diganggu gugat lagi melainkan ia dimansukh. Demikianlah menurut pendapat mereka (jumhur ulama).

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Artikel SebelumnyaHukum Islam Terhadap Wanita yang Telah Jelas Berzina
Artikel SelanjutnyaSiapa yang Mendurhakai Allah dan Rasul-Nya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini