Dalil-dalil terhadap Kekuasaan dan Keesaan Allah

Tafsir Al-Qur’an: Surah Al-A'la

0
1261

Kajian Tafsir:  Surah Al-A’la (Yang Maha Tinggi). Surah ke-87. Makkiyah, 19 ayat turun sesudah Surat At-Takwir. Ayat 1-5, Perintah bertasbih dan dalil-dalil terhadap kekuasaan dan keesaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى -١- الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى -٢- وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى -٣- وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى -٤- فَجَعَلَهُ غُثَاء أَحْوَى -٥

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. Yang Menciptakan, lalu menyempurnakan (penciptaan-Nya). Yang menentukan takdir (masing-masing) dan memberi petunjuk. Dan Yang menumbuhkan rerumputan. Lalu dijadikan-Nya (rumput-rumput) itu kering kehitam-hitaman. (Q.S. Al-A’la : 1-5)

.

Tafsir Jalalain

  1. (Sucikanlah nama Rabbmu) maksudnya sucikanlah Dia dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya lafal Ismu adalah lafal Za’id (Yang Maha Tinggi) lafal Al-A’laa berkedudukan sebagai kata sifat bagi lafal Rabbika.
  2. (Yang menciptakan lalu menyempurnakan) ciptaan-Nya, yakni Dia menjadikan makhluk-Nya itu seimbang semua bagianbagiannya dan tidak pincang atau berbeda-beda.
  3. (Dan Yang menentukan) apa yang dikehendaki-Nya (dan Yang memberi petunjuk) kepada apa yang telah ditentukan-Nya berupa amal kebaikan dan amal keburukan.
  4. (Dan Yang mengeluarkan rumput-rumputan) atau Yang menumbuhkan rumput-rumputan.
  5. (Lalu dijadikan-Nya) sesudah rumput-rumputan itu hijau (kering) yaitu menjadi layu dan kering (kehitam-hitaman) kehitamhitaman karena kering.

Di sini Link untuk Tafsir Al-Qur’an Juz ‘Amma (Juz ke-30)


Hidayatul Insan bi tafsiril Qur’an

  1. [1]Sucikanlah nama Tuhanmu[2] Yang Maha Tinggi[3],

[1] Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Tafsir Juz ‘Amma berkata, “Khithab (arah pembicaraan) di sini untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan khithab kepada Rasul ﷺ dalam Al Qur’anul Karim terbagi menjadi tiga bagian: (1) Adanya dalil bahwa khithab itu khusus tertuju kepada Beliau, sehingga menjadi khusus untuk Beliau, (2) Adanya dalil bahwa khithab itu umum sehingga menjadi umum, (3) Tidak adanya dalil terhadap ini (khusus untuk Beliau) dan itu (khusus untuk umatnya), maka hal ini menjadi khusus lafaznya saja (kepada Rasulullah ﷺ), namun secara hukumnya buat umat juga.”

Syaikh As Sa’diy berkata, “Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan bertasbih kepada-Nya yang di dalamnya mengandung dzikr dan beribadah kepada-Nya, tunduk kepada keagungan-Nya dan merendahkan diri kepada kebesaran-Nya, dan hendaknya tasbih itu yang sesuai dengan keagungan Allah Ta’ala, yaitu dengan disebut nama-nama-Nya yang indah lagi tinggi di atas semua nama, dengan maknanya yang indah dan agung. Demikian pula dengan disebut perbuatan-Nya yang di antaranya adalah Dia menciptakan semua makhluk lalu menyempurnakannya, yakni merapihkan dan memperbagus ciptaan-Nya.”

[2] Yakni sucikanlah Tuhanmu dari segala yang tidak layak bagi-Nya.

[3] Dr. Abdurrahman Al Khumais dalam Anwaarul Hilaalain fit Ta’aqqubaat ‘alal Jalaalain berkata, “Al A’laa adalah salah satu nama Allah yang di dalamnya menetapkan sifat ketinggian bagi Allah Ta’ala; yang maknanya adalah Yang Paling Tinggi di atas segala sesuatu. Ia adalah Af’al tafdhil (bentuk kata yang menunjukkan paling) yang menunjukkan ketinggian Allah Ta’ala dengan semua makna ketinggian. Oleh karena itu, Dia paling tinggi kedudukannya, paling tinggi berkuasa, paling tinggi zat-Nya di atas segala sesuatu. Disebutkan nama-Nya Al A’laa di sini adalah untuk menerangkan keberhakan-Nya disucikan, yakni disucikan dari semua kekurangan.”

  1. Yang Menciptakan, lalu menyempurnakan (penciptaan-Nya)[4],

[4] Sehingga menjadi sesuai dan seimbang anggota tubuhnya.

  1. Yang menentukan takdir (masing-masing) dan memberi petunjuk[5],

[5] Hidayah atau petunjuk ini adalah petunjuk yang umum, yaitu bahwa Dia menunjukkan kepada semua makhluk hal yang bermaslahat bagi mereka.

  1. dan Yang menumbuhkan rerumputan[6],

[6] Dia menurunkan dari langit air untuk menumbuhkan berbagai macam tumbuhan dan rerumputan yang banyak, sehingga manusia dan hewan dapat memakannya.

  1. lalu dijadikan-Nya (rumput-rumput) itu[7] kering kehitam-hitaman.

[7] Setelah menghijau.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Swt.:

yang menciptakan dan menyempurnakan (ciptaan-Nya). (Al-A’la: 2)

Yakni Dia telah menciptakan makhluk dan menyempurnakan setiap makhluk-Nya dalam bentuk yang paling baik.

dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Al-A’la: 3)

Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang memberi petunjuk kepada manusia untuk celaka dan untuk bahagia, dan memberi petunjuk kepada hewan ternak untuk memakan makanannya di padang-padang tempat penggembalaannya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam kisah Musa a.s. yang berkata kepada Fir’aun:

رَبُّنَا الَّذِي أَعْطى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدى

Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. (Thaha: 50)

Allah Swt. telah menentukan kadar bagi makhluk-Nya dan memberi mereka petunjuk kepada takdirnya. Sebagaimana pula yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim dari Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَدَّر مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

Sesungguhnya Allah telah menentukan kadar-kadar bagi semua makhluk-Nya sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jangka waktu lima puluh ribu tahun, dan adalah ‘Arasy-Nya masih berada di atas air.

dan yang menumbuhkan rumput-rumputan. (Al-A’la: 4)

Yakni semua jenis tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman.

lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. (Al-A’la: 5)

Menurut Ibnu Abbas, artinya kering dan berubah warnanya; dan hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian orang yang ahli dalam bahasa Arab (ulama Nahwu) mengatakan bahwa dalam kalimat ini terkandung taqdim dan takhir dan bahwa makna yang dimaksudnya ialah bahwa Tuhan Yang telah menumbuhkan rumput-rumputan, kemudian tampak hijau segar,  lalu berubah menjadi layu berwarna kehitam-hitaman, sesudah itu menjadi kering kerontang. Kemudian Ibnu Jarir memberi komentar, bahwa sekalipun pendapat ini termasuk salah satu dari takwil makna ayat, tetapi tidak benar mengingat pendapat ini bertentangan dengan pendapat-pendapat ulama ahli takwil.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaPenjagaan Terhadap Al-Qur’anul Karim
Artikel SelanjutnyaTafsir Surah Al-A’la: Perintah Bertasbih

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini