Allah Lebih Baik Pahala-Nya dan Lebih Kekal Azab-Nya

Tafsir Al-Qur’an: Surah Thaahaa ayat 72-73

0
527

Kajian Tafsir Surah Thaahaa ayat 72-73. Para pesihir Fir’aun menjadi orang-orang yang beriman setelah melihat kebenaran, teguhnya mereka di atas keimanan meskipun disakiti. Dan Allah lebih baik pahala-Nya dan lebih kekal azab-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (٧٢) إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (٧٣)

Mereka (para pesihir) berkata, “Kami tidak akan memilih tunduk kepadamu atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas Allah yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini. Kami benar-benar telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah engkau paksakan kepada kami. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya).” (Q.S. Thaahaa : 72-73)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Qālū (mereka berkata), yakni para tukang sihir berkata kepada Fir‘aun.

Lan nu’tsiraka (“Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu), yakni tidak akan memilih untuk menyembahmu dan taat kepadamu.

‘Alā mā jā-anā minal bayyināti (daripada bukti-bukti nyata yang telah datang kepada kami), yaitu perintah, larangan, kitab, rasul, dan tanda-tanda (kekuasaan Allah).

Wal ladzī fatharanā (dan daripada [Tuhan] yang telah menciptakan kami), yakni daripada beribadah kepada (Tuhan) yang telah menciptakan kami.

Faq dli mā aηta qādl (oleh karena itu, putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan), yakni lakukanlah apa yang hendak kamu lakukan, dan tetapkanlah apa yang hendak kamu tetapkan.

Innamā taqdlī hādzihil hayātid dun-yā (sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan dunia ini saja), yakni kamu hanya dapat menghukum kami di dunia saja, sedangkan di akhirat, kamu tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap kami.

Innā āmannā bi rabbinā li yaghfira lanā khathāyānā (sesungguhnya kami beriman kepada Rabb kami supaya Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami), yakni kemusyrikan kami.

Wa mā akrahtanā ‘alaihi minas sihr (dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami), yakni mempelajari sihir yang telah kamu paksakan kepada kami.

Wallāhu khairuw wa abqā (dan Allah lebih baik dan lebih kekal”), yakni pahala dan kemulian yang ada di sisi Allah lebih utama dan lebih langgeng daripada harta yang kamu berikan kepada kami.


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Mereka (para pesihir) berkata, “Kami tidak akan memilih tunduk kepadamu[28] atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas Allah yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan[29]. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini[30].

[28] Dengan mendapat upah dan didekatkan denganmu.

[29] Wallahu a’lam, apakah Fir’aun memberlakukan hukuman itu kepada para pesihir atau tidak? Akan tetapi ancamannya kepada mereka dan ia (Fira’un) mampu melakukannya menunjukkan bahwa hal itu terjadi, karena jika tidak terjadi, tentu Allah akan menyebutkannya dan lagi para penukil sejarah pun sepakat seperti itu.

[30] Yang sementara, berbeda dengan azab di akhirat yang kekal abadi. Ucapan para pesihir ini seakan-akan bantahan terhadap ucapan Fir’aun, “Kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaannya.” Dalam ucapan para pesihir tersebut terdapat dalil, bahwa sepatutnya bagi orang yang berakal menimbang antara kenikmatan dunia dengan kenikmatan akhirat, dan antara azab dunia dengan azab akhirat.

  1. Kami benar-benar telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah engkau paksakan kepada kami[31]. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya).”

[31] Untuk melawan Musa.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu) kami tidak akan memilih kamu (daripada bukti-bukti yang nyata yang telah datang kepada kami) bukti-bukti yang menunjukkan kebenaran Nabi Musa (dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami) yakni Allah yang telah menjadikan kami. Kalimat ini dapat diartikan sebagai Qasam atau sumpah atau di’athafkan kepada lafal Ma (maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan) artinya lakukanlah apa yang kamu ucapkan itu. (Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia saja) dinashabkannya lafal Al-Hayaatad Dun-yaa menunjukkan makna Ittisa’, maksudnya peradilan di dunia dan kelak kamu akan mendapat balasan yang setimpal di akhirat akibat dari perbuatanmu itu.
  2. (Sesungguhnya kami telah beriman kepada Rabb kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami) dari kemusyrikan dan dosa-dosa lainnya yang pernah kami lakukan (dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya) mulai dari belajar sampai dengan mempraktekkannya untuk melawan Nabi Musa. (Dan Allah lebih baik) pahala-Nya daripada kamu, jika Dia ditaati (dan lebih kekal”) azab-Nya daripada kamu, jika didurhakai.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Ta’aala:

Mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat) (Thaha: 72)

Artinya, kami tidak akan memilihmu atas petunjuk dan keyakinan yang telah kami peroleh.

dan dari Tuhan yang telah menciptakan kami. (Thaha: 72)

Wawu yang ada dalam ayat ini dapat diartikan sebagai sumpah, dapat pula diartikan sebagai huruf ‘ataf, yang dikaitkan dengan lafaz al-bayyinat. Mereka bermaksud bahwa kami tidak akan memilihmu atas Pencipta dan Khalik kami yang telah menciptakan kami dari tiada. Dia menciptakan kami dari tanah liat, maka Dialah yang berhak disembah dan ditaati, bukan engkau (Fir’aun).

Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. (Thaha: 72)

Yakni lakukanlah apa yang kamu kehendaki dan apa yang dapat dicapai oleh tangan (kekuasaan)mu.

Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. (Thaha: 72)

Yaitu sesungguhnya kamu hanya berkuasa di dunia ini saja, negeri yang pasti lenyap, sedangkan kami menginginkan dunia yang kekal.

Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami. (Thaha: 73)

Yakni mengampuni semua dosa kami, khususnya dosa menjalankan sihir yang kamu paksakan kepada kami agar melakukannya untuk menentang tanda kekuasaan Allah dan mukjizat nabi-Nya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Na’im ibnu Hammad, telali menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abu Sa’id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. (Thaha: 73) Bahwa Fir’aun pernah mengambil empat puluh orang budak dari kalangan kaum Bani Israil, lalu mereka diperintahkan untuk belajar ilmu sihir di Al-Farma, dan Fir’aun berkata (kepada guru ilmu sihir), “Ajarkanlah kepada mereka ilmu sihir yang tiada seorang pun di muka bumi yang mengetahui mereka belajar ilmu sihir.” Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka adalah termasuk di antara ahli sihir yang beriman kepada Musa, dan merekalah yang mengatakan: Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. (Thaha: 73)

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.

Firman Allah Swt.:

Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya). (Thaha: 73)

Yakni lebih baik bagi kami daripada kamu, karena pahala-Nya lebih kekal daripada apa yang engkau janjikan kepada kami. Pendapat ini berdasarkan riwayat Ibnu Ishaq.

Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Allah lebih baik (pahala-Nya). (Thaha: 73) Yaitu bagi kami daripada kamu jika perintah-Nya ditaati. Dan lebih kekal (azab-Nya). (Thaha: 73) daripada kamu jika perintah-Nya dilanggar.

Telah diriwayatkan pula hal yang semisal, juga dari Ibnu Ishaq.

Makna lahiriahnya menunjukkan bahwa Fir’aun la’natullah telah bertekad untuk menghukum para ahli sihirnya dan dia menjatuhkan hukumannya kepada mereka, padahal kenyataannya hal itu merupakan rahmat dari Allah untuk mereka. Karena itulah Ibnu Abbas dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan, “Jadilah kalian di pagi hari sebagai tukang sihir, dan jadilah kalian di petang harinya sebagai syuhada.”

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaBarang Siapa Datang dalam Keadaan Berdosa, Maka Baginya Neraka Jahanam
Artikel SelanjutnyaMenjadi Orang-orang yang Beriman Setelah Melihat Kebenaran