Tidak Ada Alasan Apa Pun untuk Menyalahkan Orang-orang yang Berbuat Baik

Kajian Tafsir Surah At-Taubah ayat 91

0
345

Kajian Tafsir Surah At-Taubah ayat 91. Menerangkan tentang orang-orang yang mendapatkan uzur; tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٩١)

Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah, orang yang sakit dan orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Q.S. At-Taubah : 91)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Laisa ‘aladl dlu‘afā-i (tidak ada atas orang-orang yang lemah), yakni orang-orang yang telah lanjut usia dan orang-orang cacat.

Wa lā ‘alal mardlā (atas orang-orang yang sakit), yakni para pemuda yang sakit.

Wa lā ‘alal ladzīna lā yajidūna mā yuηfiqūna (dan atas orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa yang dapat mereka nafkahkan) untuk berjihad.

Harajun (dosa), yakni suatu dosa karena tidak turut berjihad.

Idzā nashahū lillāhi (apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah) dalam beragama.

Wa rasūlih (dan Rasul-Nya) dalam meneladani Sunnah.

Mā ‘alal muhsinīna (tidak ada atas orang-orang yang berbuat baik) dalam ucapan dan perbuatan.

Miη sabīl (jalan), yakni dosa.

Wallāhu ghafūrun (dan Allah Maha Pengampun), yakni Maha memberi ampunan kepada orang-orang yang bertobat.

Rahīm (lagi Maha Penyayang) kepada orang-orang yang wafat dalam keadaan bertobat.


BACA JUGA : Kajian Tafsir Juz Ke-10 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

91.[30] Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah[31], orang yang sakit[32] dan orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan[33], apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik[34]. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[35],

[30] Setelah Allah menyebutkan tentang orang-orang yang memiliki uzur, dan bahwa mereka terbagi menjadi dua bagian; ada orang yang tidak dapat diterima uzurnya dan ada pula yang diterima uzurnya menurut syara’, maka di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan tentang mereka yang diterima uzurnya menurut syara’.

[31] Seperti orang yang lemah badan (sudah tua) dan lemah penglihatannya (buta), di mana mereka tidak memiliki kekuatan lagi untuk pergi berperang.

[32] Penyakit ini mencakup penyakit yang membuat orangnya tidak sanggup berangkat perang, seperti pincang, buta, demam, penyakit pada lambung (dzaatul janbi), lumpuh, dsb.

[33] Yakni mereka tidak memiliki bekal dan kendaraan yang dapat digunakan untuk berangkat, maka tidak ada dosa bagi mereka dengan syarat mereka berlaku tulus kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu imannya benar, dalam hati mereka ada keinginan bahwa jika mereka mampu, maka mereka akan berjihad dan akan melakukan hal yang mampu mereka lakukan, seperti memberikan dorongan kepada yang lain untuk berjihad, tidak melemahkan dan tetap taat.

[34] Baik terhadap hak Allah maupun hak hamba-hamba Allah. Apabila seorang hamba telah berbuat baik sesuai kesanggupannya, maka gugurlah darinya sesuatu yang tidak disanggupinya. Syaikh As Sa’diy rahimahullah menerangkan, bahwa dari ayat ini dapat diambil kaidah, yaitu barang siapa berbuat ihsan terhadap orang lain, baik pada diri orang lain maupun hartanya, dsb. kemudian ada yang kurang atau rusak, maka dia tidak menanggungnya karena telah berbuat baik. Demikian juga dapat diambil kaidah, bahwa orang yang tidak baik, seperti mereka yang meremehkan (padahal mempunyai tugas memperhatikannya), maka ia wajib menanggung.

[35] Karena Dia Maha Pengampun dan Penyayang, Dia memaafkan orang-orang yang tidak sanggup, dan membalas mereka dengan balasan yang sama seperti orang yang mampu dan melakukan.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Tiada dosa atas orang-orang yang lemah) yakni orang-orang jompo (atas orang-orang yang sakit) seperti orang buta dan orang yang sakit parah yang tak sembuh-sembuh (dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan) untuk berjihad (apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya) sewaktu ia tidak pergi berjihad, yaitu tidak menimbulkan kekacauan dan rasa takut kepada orang-orang lain dan tetap menaati peraturan. (Tidak atas orang-orang yang berbuat baik) yakni orang-orang yang melaksanakan hal tersebut (jalan) alasan untuk menyalahkan mereka. (Dan Allah Maha Pengampun) kepada mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka di dalam memberikan kelonggaran mengenai masalah tidak pergi berjihad ini.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Kemudian Allah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjelaskan uzur-uzur yang tiada dosa bagi pela­kunya bila tidak ikut perang. Maka Allah menyebutkan sebagian darinya yang bersifat lazim bagi diri seseorang yang tidak dapat terlepas darinya, yaitu lemah keadaan tubuhnya sehingga tidak mampu bertahan dalam berjihad. Uzur atau alasan lainnya yang bersifat permanen ialah tuna netra, pincang, dan lain sebagainya. Karena itulah dalam ayat di atas golongan ini disebutkan di muka.

Alasan lainnya ialah yang bersifat insidental, seperti sakit yang menghambat penderitanya untuk dapat berangkat berjihad di jalan Allah; atau karena fakirnya hingga ia tidak mampu mempersiapkan diri untuk berjihad.

Maka terhadap mereka itu tidak ada dosa jika mereka berlaku ikhlas dalam ketidakberangkatannya untuk berjihad, tidak menggentarkan orang lain, tidak pula menghambat mereka, sedangkan mereka tetap berbuat baik dalam keadaannya itu. Karena itulah Allah Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 91)

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abdul Aziz ibnu Rafi’, dari Abu Sumamah radiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa orang-orang Hawariyyun (pengikut Nabi Isa) bertanya, “Wahai Ruhullah (Nabi Isa), ceritakanlah kepada kami tentang orang yang berbuat ikhlas kepada Allah.” Nabi Isa menjawab, “Orang yang lebih mementingkan hak Allah daripada hak manusia. Dan apabila ia menghadapi dua perkara, yaitu perkara dunia dan perkara akhirat, maka ia memulainya dengan perkara akhirat, sesudah itu baru perkara dunianya.”

Al-Auza’i mengatakan bahwa orang-orang keluar untuk melakukan shalat istisqa, lalu Bilal ibnu Sa’d berdiri di antara mereka (untuk berkhot­bah). Maka ia memulainya dengan mengucapkan puja dan puji kepada Allah Allah Subhaanahu wa Ta’aala, sesudah itu ia berkata, “Hai orang-orang yang hadir, bukan­kah kalian mengakui berbuat dosa?” Mereka menjawab, “Ya, benar.” Bilal ibnu Sa’d berkata dalam doanya:

اللَّهُمَّ، إِنَّا نَسْمَعُكَ تَقُولُ: مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ اللَّهُمَّ، وَقَدْ أَقْرَرْنَا بِالْإِسَاءَةِ فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا واسقِنا وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَرَفَعُوا أَيْدِيَهُمْ فَسُقوا

Ya Allah, sesungguhnya kami mendengar firman-Mu yang mengatakan, “Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.” Ya Allah, kami telah mengakui berbuat dosa, maka berikanlah ampunan bagi kami, rahmatilah kami, dan berilah kami siraman hujan.

Bilal mengangkat kedua tangannya, dan orang-orang pun mengangkat tangan mereka. Maka hujan pun turun kepada mereka.

Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Aiz ibnu Amr Al-Muzani. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan ke­pada kami Hisyam ibnu Ubaidillah Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir, dari Ibnu Farwah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Zaid ibnu Sabit yang mengatakan bahwa dia adalah juru tulis Rasulullah ﷺ dan pada suatu hari ini ia sedang menulis surat Al-Bara’ah (At-Taubah). Ketika Allah memerintahkan kepada kami (para sahabat) untuk berperang, saat itu aku (Zaid ibnu Sabit) sedang meletakkan pena di telinganya, sedangkan Rasulullah ﷺ menunggu firman selanjutnya yang akan diturunkan kepadanya. Tetapi tiba-tiba datanglah seorang tuna netra dan berkata, “Bagaimanakah dengan aku, wahai Rasulullah; sedangkan aku adalah orang yang tuna netra?” Maka turunlah firman-Nya: Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah. (At-Taubah: 91), hingga akhir ayat.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa demikian itu terjadi ketika Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada orang-orang untuk berangkat berperang bersama­nya. Lalu datanglah segolongan orang dari kalangan sahabat, antara lain Abdullah ibnu Mugaffal ibnu Muqarrin Al-Muzani. Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, bawalah kami serta.” Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka, “Demi Allah, aku tidak menemukan kendaraan untuk membawa kalian.” Maka mereka pulang seraya menangis. Mereka menyesal karena duduk tidak dapat ikut berjihad karena mereka tidak mempunyai biaya, tidak pula kendaraan untuk itu. Ketika Allah melihat kesungguhan mereka dalam cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menurunkan ayat yang menerima uzur (alasan mereka), yaitu firman-Nya: Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah. (At-Taubah: 91) Sampai dengan firman-Nya: maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). (At-Taubah: 93)

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaAllah Telah Mengunci Hati Mereka
Artikel SelanjutnyaAkan Ditimpa Azab yang Pedih

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini