Permohonan Nabi Musa ‘Alaihis Salam

Tafsir Al-Qur’an: Surah Thaahaa ayat 29-37

0
884

Kajian Tafsir Surah Thaahaa ayat 29-37. Permohonan Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي (٢٩) هَارُونَ أَخِي (٣٠) اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي (٣١) وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي (٣٢) كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا (٣٣) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (٣٤) إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا (٣٥) قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى (٣٦) وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَى (٣٧)

Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan adanya dia, dan jadikankanlah dia sekutu  dalam urusanku, agar Kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami. Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan (semua) permintaanmu, wahai Musa! Dan sungguh, Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kesempatan yang lain (sebelum ini), (Q.S. Thaahaa : 29-37)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Waj‘al lī wazīram (dan jadikanlah untukku seorang pembantu), yakni seorang penolong.

Min ahlī (dari keluargaku).

Hārūna akhī (yaitu Harun, saudaraku).

Usydud bihī azrī (teguhkanlah kekuatanku dengannya), yakni kukuhkanlah kekuatanku dengan (keberadaan) dia.

Wa asyrik-hu (dan jadikanlah dia sebagai sekutu), ya Rabbi.

Fī amrī (dalam urusanku), yakni dalam menyampaikan risalah kepada Fir‘aun.

Kai nusabbihaka katsīrā (supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu), yakni supaya kami banyak berdoa kepada-Mu.

Wa nadzkuraka katsīrā (dan supaya kami banyak mengingat-Mu), baik dengan qalbu maupun lisan.

Innaka kuηta binā bashīrā (sesungguhnya Engkau Maha Melihat kami”), yakni Maha Mengetahui (keadaan) kami.

Qāla (Dia berfirman), yakni Allah Ta‘ala berfirman kepadanya.

Qad ūtīta (“Sungguh telah diperkenankan), yakni telah dikabulkan.

Su’laka (permintaanmu), yakni apa yang kamu minta.

Yā mūsā (hai Musa”). Alhasil, Allah Ta‘ala melapangkan dada Musa a.s. memudahkan urusannya, melapangkan/meringankan lidahnya, dan menjadikan Harun a.s. sebagai pembantunya.

Dan sungguh Kami telah mengaruniakan nikmat kepadamu pada kali yang lain.

Wa laqad manannā ‘alaika marratan ukhrā (dan sungguh Kami telah mengaruniakan nikmat kepadamu pada kali yang lain), yakni selain kenikmatan ini.

Wa laqad manannā ‘alaika marratan ukhrā (dan sungguh Kami telah mengaruniakan nikmat kepadamu pada kali yang lain), yakni selain kenikmatan ini.


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,
  2. (yaitu) Harun, saudaraku,
  3. teguhkanlah kekuatanku dengan adanya dia,
  4. dan jadikankanlah dia sekutu[17] dalam urusanku,

[17] Yakni sebagai rasul pula di samping Beliau.

  1. agar Kami banyak bertasbih kepada-Mu,
  2. dan banyak mengingat-Mu,
  3. sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami[18].”

[18] Yakni sesungguhnya Engkau mengetahui keadaan kami, kelemahan kami, dan rasa butuhnya kami kepada Engkau dalam semua urusan, dan Engkau lebih mengetahui keadaan kami dan lebih sayang kepada kami daripada diri kami sendiri, oleh karena itu karuniakanlah kepada kami permintaan kami dan kabulkanlah doa kami.

  1. Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan (semua) permintaanmu, wahai Musa![19]

[19] Permintaan Musa ‘alaihis salam ini menunjukkan sempurnanya ma’rifatnya kepada Allah, kecerdasannya dan pengalamannya serta sempurnanya sifat nushnya (rasa tulus kepada orang lain), yang demikian karena seorang da’i yang mengajak kepada Allah, yang membimbing makhluk apabila orang yang didakwahi adalah orang-orang yang sombong dan keras serta melampaui batas (keterlaluan), maka dibutuhkan dada yang lapang, kesabaran yang sempurna terhadap gangguan yang akan menimpanya, lisan yang fasih agar dapat mengungkapkan maksudnya, bahkan kefasihan dalam keadaan seperti ini sangat dibutuhkan sekali agar dapat mengajak mereka dengan baik dan karena perlunya memperindah kebenaran dan menghias semampunya agar dicintai oleh manusia dan agar kebatilan semakin buruk sehingga dijauhi. Di samping itu, seorang da’i juga perlu dimudahkan urusannya, sehingga ia mendatangi rumah-rumah dari pintunya, berdakwah dengan hikmah, nasehat yang baik, dan berdebat dengan cara yang baik, dan lebih sempurna lagi jika Beliau memiliki pembantu yang membantu apa yang diharapkannya, hal itu karena suara jika banyak tentu akan berpengaruh berbeda jika hanya seorang diri. Oleh karena itulah Nabi Musa ‘alaihis salam meminta semua itu dan kemudian permintaan Beliau dikabulkan. Ayat ini menunjukkan perlunya ada kesiapan dalam berdakwah serta segala sebab yang dapat memperlancar dakwah, dan untuk memperolehnya adalah dengan meminta kepada Allah kemudian berusaha untuk memilikinya. Jika kita memperhatikan kepada para nabi dan rasul, tentu kita akan menemukan kesamaan hanya sesuai kondisi ketika itu, misalnya adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sifat–sifat Beliau sungguh utama dan mulia, dada Beliau lapang, lisannya fasih, bagus dalam menerangkan serta memiliki pembantu-pembantu dalam menegakkan kebenaran, yaitu para sahabat.

  1. [20]Dan sungguh, Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kesempatan yang lain (sebelum ini),

[20] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-nikmat yang diberikan kepada Musa bin Imran berupa nikmat agama, wahyu, kerasulan dan pengabulan doa, Allah menyebutkan pula nikmat-Nya saat Beliau masih kecil dan dalam masa perkembangan.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Dan jadikanlah untukku seorang pembantu) orang yang membantuku di dalam menyampaikan risalah-Mu (dari keluargaku).
  2. (Yaitu Harun) lafal Haaruna menjadi Maf’ul Tsani (saudaraku) lafal Akhii menjadi ‘Athaf Rayan.
  3. (Teguhkanlah dengan dia kekuatanku) kemampuanku.
  4. (Dan jadikanlah ia sekutu dalam urusanku) yakni ikut mengemban risalah ini. Kedua Fi’il tadi yaitu Usydud dan Asyrik dapat pula dibaca sebagai Fi’il Mudhari’ yang dijazamkan sehingga menjadi Asydud Bihi dan Usyrik-hu, keduanya merupakan Jawab dari Thalab atau permintaan.
  5. (Supaya kami dapat bertasbih kepada-Mu) yakni melakukan tasbih (dengan banyak).
  6. (Dan dapat mengingat-Mu) berzikir kepada-Mu (dengan banyak pula).
  7. (Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui keadaan kami)” Maha Mengetahuinya, oleh sebab itu maka Engkau akan memberikan nikmat-Mu kepadaku dengan mengangkat Harun menjadi Rasul.
  8. (Allah berfirman, “Sesungguhnya telah dikabulkan permintaanmu, hai Musa) sebagai anugerah Kami kepadamu.
  9. (Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain).

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Swt.:

dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-30)

Ini pun merupakan permintaan Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa’id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi.

Ibnu Abu Hatim mengemukakan sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun istirahat di sebuah perkampungan Badui. Lalu ia mendengar seorang lelaki berkata, “Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat yang paling besar kepada saudaranya?” Mereka (yang diajak bicara olehnya) menjawab, “Tidak tahu.” Lelaki itu berkata, “Kalau saya, demi Allah, mengetahui siapa dia.” Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti Aisyah berkata dalam hatinya, “Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya.” Lelaki itu berkata, “Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya diangkat menjadi  nabi.”Siti Aisyah berkata, “Dia benar, demi Allah.” Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah Swt. berfirman memuji sikap Musa a.s.:

وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا

Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69)

Adapun firman Allah Swt.:

teguhkanlah dengan dia kekuatanku. (Thaha: 31)

Menurut Mujahid, makna azri ialah punggungku, yakni kekuatanku.

dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. (Thaha: 32)

Yakni sebagai temannya dalam bermusyawarah menentukan segala urusan.

supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha: 33-34)

Mujahid mengatakan bahwa seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring.

Firman Allah Swt.:

Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. (Thaha: 35)

Yakni dalam pilihan-Mu yang Engkau jatuhkan kepada kami, pemberian-Mu kepada kami akan kenabian, serta Engkau utus kami kepada musuh-Mu, yaitu Fir’aun. Bagi-Mu segala puji atas semuanya itu.

Ini merupakan perkenan dari Allah Swt. kepada rasul-Nya (Musa a.s.) yang telah mengabulkan semua permintaannya, sekaligus mengingatkan Musa akan semua nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di masa silam berkaitan dengan apa yang dialami oleh ibunya saat ibunya masih menyusukannya dan bersikap mawas diri terhadap Fir’aun dan bala tentaranya agar mereka jangan membunuhnya.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

 

Artikel SebelumnyaKisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam Ketika Dihanyutkan ke Sungai Nil
Artikel SelanjutnyaMemohon Kelapangan Hati