Mi’raj Rasulullah ﷺ yang Menjadi Mukjizat

Tafsir Al-Qur’an: Surah An-Najm ayat 5-7

0
1245

Kajian Tafsir: Surah An-Najm ayat 5-7, Tentang mi’raj Rasulullah ﷺ yang menjadi mukjizat bagi Beliau. Allah Swt. berfirman tentang hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ Bahwa Jibril telah mengajarkan kepadanya apa yang harus ia sampaikan kepada manusia. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

    عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (٥) ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى (٦) وَهُوَ بِالأفُقِ الأعْلَى (٧)

Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai keteguhan, maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. (Q.S. An-Najm : 5-7)

.

Tafsir Ibnu Abbas

‘Allamahū (yang diajarkan kepadanya), yakni yang diberitahukan kepadanya.

Syadīdul quwā (oleh [Jibril] yang sangat kuat), yakni sangat kuat secara fisik.

Dzū mirratin (yang mempunyai kehebatan), yakni yang mempunyai kedahsyatan. Ada yang berpendapat, yang mempunyai kekuatan. Kekuatan Jibril a.s. (tampak) ketika ia memasukkan tangannya ke bawah negeri Luth. Kemudian memindahkannya dari air yang hitam dan mengangkatnya ke langit seraya membalikkannya, sehingga negeri itu pun meluncur menimpa bumi. Kekuatan Jibril a.s. lainnya adalah ketika ia memegang kedua tiang gerbang Anthaqiyyah lalu meneriakkan suatu pekikan, hingga matilah semua makhluk yang ada di Anthaqiyyah. Menurut satu pendapat, kekuatan Jibril a.s. terbukti ketika ia menampar iblis dengan sayapnya sekali tamparan. Hal itu dilakukan Jibril a.s. di atas sebuah anak bukit yang ada di Baitul Maqdis, ia memukul iblis (dan menghempaskannya) hingga ke sebuah batu paling jauh yang ada di India.

Fastawā (lalu ia menampakkan diri dalam sosoknya yang asli), yakni Jibril menampakkan diri dalam sosoknya yang asli sebagaimana yang diciptakan Allah Ta‘ala. Menurut satu pendapat, lalu ia menampakkan diri dalam sosok makhluk yang sangat tampan.

Wa huwa bil ufuqil a‘lā (sedangkan ia berada di ufuk yang paling tinggi), yakni di tempat terbit matahari. Ada yang berpendapat, di langit ke tujuh.


Di sini Link untuk Kajian Tafsir Juz ke-27

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. [4]Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat[5].

[4] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan yang mengajarkan Rasulullah ﷺ, yaitu malaikat Jibril ‘alaihis salam; malaikat yang paling utama, paling mulia, paling kuat dan paling sempurna.

[5] Yakni sangat kuat fisik maupun batinnya, kuat melaksanakan perintah Allah, kuat menyampaikan wahyu kepada Rasulullah ﷺ dan kuat menjaganya dari disentuh oleh setan serta dimasukkan oleh setan sesuatu yang bukan darinya. Hal ini juga termasuk penjagaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala terhadap wahyu-Nya, yaitu dengan mengutus malaikat yang kuat lagi amanah.

  1. Yang mempunyai keteguhan[6], maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.

[6] Ada pula yang menafsirkan dengan ‘kekuatan’, dan dengan ‘fisik yang indah.’

  1. Sedang dia berada di ufuk yang tinggi[7].

[7] Yaitu ufuk/ujung langit yang tinggi pula dari bumi.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Yang diajarkan kepadanya) oleh malaikat (yang sangat kuat).
  2. (Yang mempunyai kecerdasan) yang mempunyai kekuatan dan keperkasaan, atau yang mempunyai pandangan yang baik, yang dimaksud adalah malaikat Jibril a.s. (maka menetaplah ia) maksudnya, menampakkan diri dengan rupa aslinya.
  3. (Sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi) berada pada tempat terbitnya matahari dalam bentuk aslinya ketika ia diciptakan. Nabi ﷺ melihatnya sewaktu berada di gua Hira; dan ternyata tubuh malaikat Jibril menutupi cakrawala tempat terbitnya matahari hingga sampai ke cakrawala bagian timur. Lalu Nabi ﷺ pingsan tidak sadarkan diri setelah melihat wujud asli malaikat Jibril itu. Nabi ﷺ pernah meminta kepada malaikat Jibril supaya menampakkan wujud aslinya sebagaimana ketika ia diciptakan oleh Allah, lalu malaikat Jibril menjanjikan akan memenuhi hal tersebut di gua Hira. Setelah itu baru malaikat Jibril turun untuk menemuinya dalam bentuk Bani Adam.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ Bahwa Jibril telah mengajarkan kepadanya apa yang harus ia sampaikan kepada manusia.

yang sangat kuat. (An-Najm: 5)

Yakni malaikat yang sangat kuat, yaitu Malaikat Jibril a.s. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ. ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ. مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ

Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (At-Takwir: 19-21)

Dan di dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:

Yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 6)

Yaitu yang mempunyai kekuatan, menurut Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu Zaid.

Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang mempunyai penampilan yang bagus.

Qatadah mengatakan yang mempunyai bentuk yang tinggi lagi bagus.

Pada hakikatnya tiada pertentangan di antara kedua pendapat di atas karena sesungguhnya Jibril a.s. itu mempunyai penampilan yang baik, mempunyai kekuatan yang hebat.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a. dengan sanad yang sahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغنيٍّ، وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيّ

Sedekah (zakat) itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan dan tidak halal (pula) bagi orang yang mempunyai kekuatan yang sempurna.

Firman Allah Swt.:

dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. (An-Najm: 6)

Yang dimaksud ialah Jibril a.s. menurut Al-Hasan, Mujahid, Qatadah, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas.

sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)

Yakni Jibril bertengger di ufuk yang tinggi, menurut Ikrimah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Ikrimah mengatakan bahwa ufuk atau cakrawala yang tertinggi adalah tempat yang datang darinya cahaya subuh.

Mujahid mengatakan tempat terbitnya matahari.

Qatadah mengatakan tempat yang darinya siang datang. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan lain-lainnya

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Masraf ibnu Amr Al-Yami Abul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Talhah ibnu Masraf, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Walid ibnu Qais, dari Ishaq ibnu Abul Kahtalah, yang tiada diragukan lagi ia menerimanya dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah ﷺ tidak melihat rupa asli Malaikat Jibril kecuali sebanyak dua kali. Dan pertama kalinya beliau ﷺ meminta Jibril untuk memperlihatkan rupa aslinya kepada beliau, maka ternyata rupa asli Jibril a.s. menutupi semua cakrawala. Dan yang kedua kalinya di saat beliau ﷺ naik bersamanya, hal inilah yang disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)

Ibnu Jarir sehubungan dengan ayat ini mengemukakan suatu pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang pun selain dia, yang kesimpulannya menyebutkan bahwa malaikat yang sangat kuat lagi mempunyai akal yang cerdas ini, dia bersama-sama dengan Nabi Muhammad ﷺ bertengger di ufuk cakrawala bersama-sama, yaitu dalam malam Isra. Demikianlah bunyi teks pendapat Ibnu Jarir, tetapi tiada seorang ulama pun yang setuju dengan pendapatnya ini. Selanjutnya Ibnu Jarir mengemukakan alasan pendapatnya ditinjau dari segi bahasa Arab. Dia mengatakan bahwa ayat ini mempunyai makna yang sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

أَئِذَا كُنَّا تُرَابًا وَآبَاؤُنَا

Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita. (An-Naml: 67)

Lafaz al-aba di-ataf-kan kepada damir yang terkandung di dalam kunna tanpa menampakkan nahnu. Begitu pula halnya dengan ayat ini disebutkan oleh firman-Nya, “Fastawa, wahuwa,” maka Jibril dan dia bertengger di cakrawala yang tertinggi.

Wallahu a’lam dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaJibril Mendekat untuk Menyampaikan Wahyu
Artikel SelanjutnyaPersesuaian yang Menakjubkan Pada Wahyu Ilahi