Hukuman yang Ditimpakan kepada Samiri

Tafsir Al-Qur’an: Surah Thaahaa ayat 97

0
522

Kajian Tafsir Surah Thaahaa ayat 97. Hukuman yang ditimpakan kepada Samiri, setiap ibadah yang ditujukan kepada selain Allah adalah batil, keutamaan marah karena Allah ketika larangan-Nya dilanggar, dan bahwa ibadah itu hanya ditujukan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala saja. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا (٩٧)

Dia (Musa) berkata, “Pergilah kau! Maka sesungguhnya di dalam kehidupan di dunia engkau (hanya dapat) mengatakan, “Janganlah menyentuh (aku).” Dan engkau pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak akan dapat engkau hindari, dan lihatlah Tuhanmu itu yang engkau tetap menyembahnya. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan menghamburkannya (abunya) ke dalam laut (berserakan). (Q.S. Thaahaa : 97)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Qāla (dia berkata), yakni Musa a.s. berkata kepadanya.

Fadz -hab (“Enyahlah kamu), hai Samiri.

Fa inna laka fil hayāti (maka sesungguhnya bagimu dalam kehidupan ini), yakni selama kamu hidup.

Aη taqūla lā misāsa (adalah mengatakan, ‘Jangan sentuh [aku]), yakni kamu tidak boleh bergaul dengan seseorang pun, dan orang lain pun tidak boleh bergaul denganmu.

Wa inna laka mau‘idan (dan sesungguhnya bagimu ada suatu janji), memiliki batas waktu tertentu, yaitu hari kiamat.

Laη tukhlafahū (yang sekali-kali tidak dapat kamu hindari), yakni yang sama sekali tidak dapat kamu lewati.

Waη zhur ilā ilāhikal ladzī zhalta ‘alaihi ‘ākifā (dan lihatlah tuhanmu yang kamu terus menyembahnya), yakni yang kamu terus-menerus menyembahnya.

La nuharriqannahū (kami benar-benar akan membakarnya) dengan api. Ada yang berpendapat, aku benar-benar akan mengikirnya dengan kikir.

Tsumma la naηsifannahū fil yammi nasfā (kemudian kami benar-benar akan menghamburkannya ke laut), yakni benar-benar akan menerbangkannya di lautan.


BACA JUGA Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-16 untuk ayat lainnya

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. Dia (Musa) berkata, “Pergilah kau! Maka sesungguhnya di dalam kehidupan di dunia engkau (hanya dapat) mengatakan, “Janganlah menyentuh (aku)[3].” Dan engkau pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak akan dapat engkau hindari, dan lihatlah Tuhanmu itu yang engkau tetap menyembahnya. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan menghamburkannya (abunya) ke dalam laut (berserakan)[4].

[3] Maksudnya, agar Samiri hidup terpencil sendiri sebagai hukuman di dunia, sehingga tidak ada yang mendekatinya, bahkan jika ada orang yang mendekatinya, ia (Samiri) akan berkata kepadanya, “Janganlah engkau menyentuhku dan mendekat kepadaku.” Adapun sebagai hukuman di akhirat, ia akan ditempatkan di dalam neraka.

[4] Maka Musa melakukan hal itu, jika seandainya patung itu pantas disembah tentu dia akan melawan Musa dan mengalahkannya, namun ternyata ia tidak berbuat apa-apa. Ketika itu kecintaan menyembah patug sudah meresap di hati bani Israil, maka Musa menghancurkannya di hadapan mereka, dengan dibakar dan dihambur-hamburkan ke lautan agar rasa cinta mereka kepada patung hilang. Di samping itu, membiarkannya dapat membuat mereka terfitnah, karena dalam jiwa manusia terdapat pendorong kepada kebatilan.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Berkata Musa) kepada Samiri, (“Pergilah kamu) dari kalangan kami ini (maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini) selama kamu hidup di dalamnya (hanya dapat mengatakan) kepada orang-orang yang kamu bertemu dengannya, (‘Janganlah menyentuhku’) janganlah kamu mendekat kepadaku. Dan disebutkan bahwa sejak saat itu Samiri mengembara tanpa tujuan dan jika ada seseorang menyentuhnya atau dia menyentuhnya, maka semuanya kena penyakit demam. (Dan sesungguhnya bagimu telah ada ketentuan waktu) bagi hukumanmu (yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya) jika dibaca Lan tukhlifahu artinya, kamu tidak dapat selamat dari azab itu. Dan jika dibaca Lan Tukhlafahu artinya, kamu dibangkitkan kelak di hari kiamat untuk diazab (dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap) lafal Zhalta asalnya dibaca Zhalilta, kemudian Lam yang pertama dibuang sehingga jadilah Zhalta artinya yang kamu selamanya (menyembah kepadanya) tetap menyembahnya. (Sesungguhnya kami akan membakarnya) dengan api (kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburhamburkannya ke dalam laut) berupa abu yang berserakan terbawa oleh angin laut. Dan Nabi Musa mengerjakan apa yang telah dikatakannya itu setelah terlebih dahulu menyembelihnya.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Ta’aala:

Musa berkata, “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, ‘Janganlah menyentuh(ku)’.” (Thaha: 97)

Yakni sebagaimana kamu telah mengambil dan memegang sesuatu yang seharusnya kamu tidak boleh mengambil dan memegangnya, yaitu bekas jejak utusan itu; maka hukumanmu di dunia ini ialah hendaknya kamu mengatakan, “Janganlah kamu menyentuhku,” yakni orang-orang tidak boleh menyentuhmu.

Dan sesungguhnya bagimu hukuman. (Thaha: 97)

Yaitu kelak di hari kiamat.

yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya. (Thaha: 97)

Artinya tiada jalan lain bagimu kecuali mengalaminya, atau tiada jalan selamat bagimu darinya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (hanya dapat) mengatakan, “Janganlah menyentuh(ku).” (Thaha: 97) Hal tersebut sebagai hukuman terhadap mereka (yang menyembah anak lembu), dan sisa-sisa mereka di masa sekarang mengatakan hal yang sama.

Firman Allah Swt.:

Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya. (Thaha: 97)

Al-Hasan Al-Basri, Qatadah dan Abu Nuhaik mengatakan bahwa kamu tidak dapat menghindari siksaan itu.

dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. (Thaha: 97)

Yakni kamu tetap menyembah patung anak lembu.

Sesungguhnya kami akan membakarnya. (Thaha: 97)

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, juga As-Saddi, bahwa Musa mengikis habis patung itu dengan kikir, lalu melemparnya dalam api.

Qatadah mengatakan bahwa patung anak lembu itu berubah menjadi anak lembu sungguhan yang berdarah dan berdaging, lalu Musa membakarnya dan melemparkan abunya ke laut. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:

kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). (Thaha: 97)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Imarah ibnu Abdullah dan Abu Abdur Rahman, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Musa setelah bersegera menuju ke tempat yang dijanjikan oleh Tuhannya, Samiri dengan sengaja mengumpulkan semua perhiasan wanita Bani Israil yang dapat dihimpunkannya, lalu dijadikannya sebuah patung anak lembu.

Ali melanjutkan kisahnya, bahwa setelah pulang Musa segera pergi ke tempat patung anak lembu itu dan mengambil kikir, lalu ia mengikir habis patung anak lembu itu di pinggir sungai. Maka tiada seorang pun dari kalangan mereka yang menyembah patung anak lembu itu meminum air sungai tersebut, melainkan wajahnya berubah menjadi kuning seperti warna emas. Lalu mereka berkata kepada Musa, “Bagaimanakah cara tobat kami?” Musa menjawab, “Sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lainnya.”

Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi. Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah disebutkan kisah ini. kemudian diulangi lagi dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas. keterangannya lebih rinci lagi.

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

Artikel SebelumnyaTuhan yang Berhak Kamu Ibadahi Hanyalah Allah
Artikel SelanjutnyaHardikan Musa ‘Alaihis Salam Terhadap Samiri