Harta Warisan untuk Kedua Ibu-Bapak

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 11

0
327

Kajian Tafsir Surah An-Nisaa’ ayat 11. Menerangkan ukuran yang diperoleh ahli waris dari harta warisan untuk kedua ibu-bapak  . Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Allah mensyari’atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. An-Nisaa’ : 11)

.

Tafsir Ibnu Abbas

… Wa li abawaihi li kulli wāhidim minhumās sudusu mimmā taraka (dan untuk ibu-bapak, masing-masing memperoleh seperenam dari apa yang ditinggalkan), yakni dari harta peninggalan.

Ing kāna lahū (jika dia mempunyai), yakni jika yang meninggal mempunyai.

Waladun (anak) laki-laki ataupun perempuan.

Fa il lam yakul lahū (namun, jika dia tidak mempunyai), yakni jika yang meninggal tidak mempunyai ….

Waladun (anak) laki-laki ataupun anak perempuan.

Wa waritsahū abawāhu fa li ummihits tsulutsu (dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya [saja], maka ibunya mendapat sepertiga), sedangkan sisanya untuk bapak si mati.

Fa ing kāna lahū (jika dia mempunyai), yakni jika yang meninggal mempunyai.

Ikhwatun (beberapa saudara) baik yang seibu-sebapak, sebapak saja, atau seibu saja.

Fa li ummihis sudusu (maka ibunya mendapat seperenam) ….

.

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. … Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak[8]. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga[9]. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara[10], maka ibunya mendapat seperenam[11]. …

[8] Baik anak laki-laki atau anak perempuan. Demikian juga baik anak itu adalah anak kandung atau anaknya anak (cucu), baik seorang saja atau lebih. Bagi ibu jatahnya tidak lebih dari 1/6 ketika ada anak, adapun bapak jika bersama anak laki-laki, maka jatahnya tidak lebih dari 1/6 (tanpa ditambah sisa), namun jika anaknya seorang wanita atau beberapa orang wanita dan tidak ada sisa –seperti halnya jika ahli waris hanya ibu-bapak dan dua orang puteri yang totalnya 6/6 (dari 1/6 (bapak) + 1/6 (ibu) + 2/3 (2 puteri) sehingga tidak bersisa)- maka bapak tidak mendapatkan sisa. Tetapi jika masih ada sisa setelah diberikan bagian seorang puteri atau beberapa orang puteri, maka bapak disamping mengambil jatahnya 1/6, ia pun mengambil sisanya sebagai ‘ashabah. Inilah yang dimaksud hadits, Berikanlah bagian ashabul furudh, sisanya untuk laki-laki yang terdekat. (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam hal ini bapak lebih dekat dengan si mati daripada saudara, paman dan lainnya. Oleh karenanya, urutan terdekat adalah bunuwwah (anak dst. ke bawah), ubuwwah (bapak dst. ke atas), ukhuwwah (saudara dan anak-anaknya) dan umuumah (paman dan anak-anaknya).

[9] Sedangkan sisanya untuk bapak, hal ini karena sebelumnya harta disandarkan kepada ibu dan bapak, lalu disebutkan bagian ibu yaitu 1/3, berarti sisanya untuk bapak. Dari sini diketahui, bahwa seorang bapak jika tidak ada anak, maka ia tidak ada fardh (bagian tertentu), bahkan mewarisi semua harta atau mewarisi sisanya setelah diberikan jatah (fardh) yang memiliki jatah. Tetapi, jika bersama ibu dan bapak ada salah satu suami atau istri. Hal ini biasa disebut masalah ‘Umariyyatain, maka suami atau istri setelah mengambil bagiannya, lalu ibu mengambil 1/3 dari sisa dan sisanya untuk bapak.

Contoh masalah umariyyatain adalah:

  • (Si mati meninggalkan) suami, ibu dan ayah, masalahnya adalah 6 (KPK antara 2 (dari ½) dan 3 (dari 1/3)), sehingga untuk suami ½ dari 6 yaitu 3, untuk ibu 1/3 dari sisa yaitu 1, dan untuk ayah sisanya yaitu 2.
  • Istri, ibu dan ayah, masalahnya adalah 4, untuk istri 1/4 yaitu 1, untuk ibu 1/3 dari sisanya yaitu 1, dan untuk ayah sisanya yaitu 2.

[10] Dua orang atau lebih, baik mereka laki-laki saja, atau laki-laki bersama wanita atau wanita saja, juga sama saja baik sekandung, seayah atau seibu; laki-laki atau perempuan, menjadi ahli waris (misalnya ketika bapak tidak ada) atau terhalang dengan bapak (karena ada bapak) atau kakek. Namun ada yang berpendapat bahwa zhahir ayat  Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara  tidak mencakup kepada yang bukan ahli waris. Oleh karena itu, yang bisa menghalangi ibu mendapatkan 1/3 hanyalah saudara yang menjadi ahli waris (seperti ketika bapak tidak ada). Jika saudara-saudara bukan ahli waris (misalnya karena ada bapak), maka mereka tidak menghalangi ibu mendapat 1/3. Namun demikian, hal ini dengan syarat jumlah saudara itu dua atau lebih.

Berdasarkan keterangan di atas, maka bagian ibu ketika ada saudara:

Pertama, mendapat 1/6 jika ada beberapa orang saudara yang menjadi ahli waris (seperti ketika tidak ada bapak).

Kedua, mendapat 1/3 jika ada beberapa orang saudara yang bukan menjadi ahli waris (seperti ketika ada bapak).

Namun ada pula yang berpendapat bahwa jika ada beberapa saudara, baik ia menjadi ahli waris atau tidak, maka ibu tetap mendapat 1/6, wallahu a’lam.

[11] Sisanya untuk bapak, dan saudara tidak mendapat apa-apa karena mahjub (terhalang).

.

Tafsir Jalalain

  1. … (sedangkan untuk kedua orang tuanya) maksudnya orang tua mayat yang di sini diberi badal dengan (bagi masing-masing mereka seperenam dari harta pusaka; yakni jika si mayat itu mempunyai anak) baik laki-laki maupun wanita. Ditekankannya badal ialah untuk menyatakan bahwa kedua orang tua itu tidaklah berserikat padanya. Dan terhadap adanya anak dianggap adanya cucu, begitu pula terhadap adanya bapak adanya kakek.

(Jika si mayat tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya) saja atau bersama istrinya (maka bagi ibunya) dapat dibaca li-ummihi dengan hamzah baris di depan dan boleh pula limmihi dengan hamzah baris di bawah untuk meringankan bertemunya dhammah dan kasrah pada dua tempat yang berdekatan (sepertiga) maksudnya sepertiga dari harta yang telah dibagikan kepada pihak istri, sedangkan sisanya buat bapak.

(Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara) maksudnya dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan (maka bagi ibunya seperenam) sedangkan sisanya untuk bapaknya, sementara saudara-saudaranya itu tidak beroleh bagian apa-apa.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:

وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ

Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisaa’: 11), hingga akhir ayat.

Ibu dan bapak mempunyai bagian warisan dalam berbagai keadaan seperti penjelasan berikut:

Pertama, bilamana keduanya berkumpul bersama anak-anak si mayat, maka ditetapkan bagi masing-masing dari keduanya bagian seperenam. Jika si mayat tidak mempunyai anak kecuali hanya seorang anak perempuan. maka bagi si anak perempuan ditetapkan separo harta warisan. sedangkan masing-masing kedua orang tua si mayat mendapat bagian seperenam. Kemudian si ayah mendapat seperenam lainnya secara ta’sib. Dengan demikian. pihak ayah dalam keadaan seperti ini memperoleh dua bagian, yaitu dari bagian yang tertentu dan dari status ‘asabah.

Kedua, bilamana ibu dan bapak yang mewaris harta peninggalan si mayat tanpa ada ahli waris yang lain, maka ditetapkan bagi ibu bagian sepertiga, sedangkan bagi ayah dalam keadaan seperti mengambil semua sisanya secara ‘asabah murni. Dengan demikian si ayah memperoleh bagian dua kali lipat dari si ibu yaitu dua pertiganya.

Seandainya kedua ibu bapak dibarengi dengan suami atau istri si mayat, maka si suami mengambil separonya atau si istri mengambil seperempatnya. Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai bagian yang diambil oleh si ibu sesudah tersebut. Pendapat mereka tersimpul ke dalam tiga kelompok:

Ibu mendapat bagian sepertiga dari sisa (setelah bagian suami atau istri diambil) dalam kedua masalah di atas. karena sisanya seakan-akan adalah seluruh warisan bagi keduanya, dan Allah menetapkan bagi si ibu separo dari apa yang diterima oleh si ayah. Dengan demikian, berarti si ibu mendapat sepertiga dari sisa sedangkan si ayah mendapat dua pertiga dari sisa. Demikianlah menurut pendapat Umar dan Usman serta riwayat yang paling sahih di antara dua riwayat yang bersumber dari Ali. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Mas’ud dan Zaid ibnu Sabit, yang merupakan pegangan para ahli fiqih yang tujuh orang dan keempat orang Imam, serta jumhur ulama.

Si ibu mendapat sepertiga dari seluruh harta peninggalan. Karena berdasarkan keumuman makna firman-Nya: jika orang yang meninggal tidak punya anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. (An-Nisaa’: 11) Karena sesungguhnya makna ayat lebih mencakup daripada hanya dibatasi dengan adanya suami atau istri atau tidak sama sekali. Hal ini merupakan pendapat Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan hal yang serupa dari Ali dan Mu’az ibnu Jabal. Hal yang sama dikatakan oleh Syuraih serta Daud Az-Zahiri. Pendapat ini dipilih oleh Abul Husain Muhammad ibnu Abdullah. ibnul Labban Al-Basri di dalam kitabnya Al-Ijaz fi ‘Umul Faraid. Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, bahkan boleh dikata lemah, karena makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa sebenarnya pembagian tersebut hanyalah bila keduanya saja yang mewarisi semua harta, tanpa ada ahli waris yang lain. Dalam masalah ini sebenarnya suami atau istri mengambil bagian yang telah ditentukan. sedangkan sisanya dianggap seakan-akan semua warisan. lalu si ibu mengambil sepertiganya.

Ibu mendapat sepertiga dari seluruh warisan dalam masalah istri secara khusus. Istri mendapat bagian seperempatnya, yaitu memperoleh tiga point dari dua belas point. Sedangkan ibu mendapat sepertiganya, yaitu empat point. Sisanya diberikan kepada bapak si mayat. Dalam masalah suami, ibu mendapat sepertiga dari sisa  agar si ibu tidak mendapat bagian lebih banyak daripada bagian si ayah sekiranya si ibu mendapat sepertiga dari seluruh harta warisan. Dengan demikian. maka asal masalahnya adalah enam: Suami mendapat separonya. yaitu tiga point; bagi si ibu sepertiga dari sisa, yakni asal masalah dikurangi bagian suami, yaitu satu point. Sedangkan bagi si ayah adalah sisanya setelah diambil bagian si ibu, yaitu dua point. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Sirin; pendapat ini merupakan gabungan dari kedua pendapat di atas. Tetapi pendapat ini pun dinilai lemah, dan pendapat yang sahih adalah yang pertama tadi.

Ketiga, bilamana ibu bapak si mayat berkumpul dengan saudara-saudara lelaki si mayat, baik yang dari seibu sebapak atau yang dari sebapak atau yang dari seibu. Maka sesungguhnya saudara-saudara si mayat tidak dapat warisan apa pun bila ada bapak si mayat. Tetapi sekalipun demikian, mereka dapat menghijab (menghalang-halangi) ibu untuk mendapat sepertiganya. tetapi yang didapat oleh si ibu hanyalah seperenamnya. Maka bagian si ibu bersama keberadaan saudara-saudara si mayat adalah seperenam.

Jika tiada ahli waris lagi selain ibu bapak, maka si bapak mendapat sisa keseluruhannya. Hukum mengenai kedua saudara lelaki sama dengan hukum banyak saudara lelaki, seperti yang telah disebutkan di atas. Demikianlah menurut jumhur ulama.

Imam Baihaqi meriwayatkan melalui jalur Syu’bah maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia masuk menemui Usman, lalu Ibnu Abbas mengatakan ‘Sesungguhnya seorang saudara tidak dapat menolak ibu untuk mendapatkan sepertiga. Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah berfirman: jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara. (An-Nisaa’: 11) Dua orang saudara menurut bahasa kaummu berbeda dengan beberapa orang saudara. Maka sahabat Usman berkata.Aku tidak mampu mengubah apa yang telah berlaku sebelumku dan telah dijalankan di beberapa kota besar, dijadikan sebagai kaidah waris-mewaris di kalangan orang-orang.

Akan tetapi, kebenaran asar ini masih perlu dipertimbangkan, karena Syu’bah yang disebut dalam sanad asar ini pemah diragukan oleh Malik ibnu Anas. Seandainya asar ini sahih dari Ibnu Abbas, niscaya akan dijadikan pegangan oleh murid-muridnya yang terdekat. Apa yang dinukil oleh mereka dari Ibnu Abbas justru berbeda dengan hal tersebut.

Telah diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari Kharijah ibnu Zaid, dari ayatnya yang mengatakan bahwa dua orang saudara dinamakan pula ikhwah (beberapa orang saudara).

Kami telah membahas masalah ini secara terpisah dengan pembahasan yang terinci.

Daftar Isi: Kajian Tafsir Al-Qur’an Juz Ke-4

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai, dari Sa’id, dari Qatadah, sehubungan dengan  Firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala: Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara maka ibunya mendapat seperenam. (An-Nisaa’: 11) Mereka (beberapa saudara) dapat merugikan bagian ibu. sekalipun mereka tidak dapat mewaris (karena adanya ayah si mayat). Tetapi jika saudara si mayat hanya seorang, maka ia tidak dapat menghalang-halangi ibu dari bagian sepertiganya, dan ibu baru dapat dihalang-halangi jika jumlah saudara lebih dari satu orang. Para ulama berpendapat. sebenarnya mereka (beberapa saudara) dapat menghalang-halangi sebagian dari bagian ibu yakni dari sepertiga menjadi seperenam karena ayah mereka menjadi wali yang menikahkan mereka dan memberi mereka nafkah, sedangkan ibu mereka tidak.

Pendapat ini dinilai cukup baik.

Tetapi telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sahih, bahwa ia memandang seperenam bagian ibu karena ada mereka, adalah untuk mereka yang sisanya.

Pendapat ini dinilai syaz diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.

Berikutnya: Setelah Dipenuhi Wasiat dan Setelah Dibayar Hutangnya

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seperenam yang dihalang-halangi oleh beberapa saudara dari ibu mereka adalah agar bagian tersebut untuk mereka, bukan untuk ayah mereka.

Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini berbeda dengan pendapat semua ulama. Telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr, dari Al-Hasan ihnu Muhammad, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kalalah ialah orang yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai orang tua (yakni yang mewarisinya hanyalah saudara-saudaranya saja).

Hanya Allah Yang Maha mengetahui dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Artikel SebelumnyaSetelah Dipenuhi Wasiat dan Setelah Dibayar Hutangnya
Artikel SelanjutnyaJika Anak Perempuan Itu Seorang Saja

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini