Beranda Mengenal Allah Kitabullah Persesuaian yang Menakjubkan Pada Wahyu Ilahi

Persesuaian yang Menakjubkan Pada Wahyu Ilahi

Tafsir Al-Qur’an: Surah An-Najm

0
matahari terbenam
matahari terbenam

Kajian Tafsir: Surah An-Najm (Bintang). Surah ke-53. 62 ayat. Makkiyyah. Ayat 1-4, Pencipta boleh saja bersumpah dengan menyebut nama makhluk-Nya yang dikehendaki-Nya.  Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan bintang untuk menerangkan kebenaran yang dibawa Rasulullah ﷺ berupa wahyu ilahi karena di sana terdapat persesuaian yang menakjubkan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

  وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (١) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (٢) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣) إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى (٤)

Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An-Najm : 1-4)

.

Tafsir Ibnu Abbas

Wan najmi idzā hawā (demi bintang manakala terbenam). Allah Ta‘ala bersumpah dengan Al-Qur’an yang bagaikan bintang-bintang ketika dibawa turun oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad ﷺ, satu ayat, dua ayat, tiga ayat, dan empat ayat. Dan dari awal Al-Qur’an sampai akhir Al-Qur’an berselang dua puluh tahun. Tatkala ayat ini diturunkan, ‘Utbah bin Abi Lahab mendengar bahwa Muhammad ﷺ bersumpah dengan bintang-bintang (ayat-ayat Al-Qur’an). Maka ‘Utbah berkata, “Sampaikan kepada Muhammad bahwasanya aku mengingkari bintang-bintang Al-Qur’an itu.” Ketika hal itu mereka sampaikan kepada Rasulullah ﷺ, beliau pun berkata, “Ya Allah, kirimlah seekor binatang buas kepadanya.” Maka untuk menghukumnya, Allah Ta‘ala memerintahkan seekor singa yang ada di dekat kota Harran. Singa itu mengeluarkan (menyeret) ‘Utbah tidak jauh dari kawan-kawannya, lalu mencabik-cabik ‘Utbah dari kepala hingga kaki, tetapi tidak memakannya karena najis. Singa itu membiarkan ‘Utbah sebagaimana doa Rasulullah ﷺ. Menurut pendapat yang lain, Allah Ta‘ala bersumpah dengan bintang-bintang ketika terbenam.

Mā dlalla shāhibukum (tiadalah sahabatmu sesat). Inilah yang menjadi tujuan qasam (sumpah) di atas. Tiadalah Nabi kalian, Muhammad, berdusta atas apa yang beliau katakan kepada kalian.

Wa mā ghawā (dan tidak pula keliru), yakni tidak salah dan tidak pula sesat dalam ucapannya.

Wa mā yaηthiqu ‘anil hawā (dan tiadalah dia mengatakan menurut keinginan hawa nafsunya), yakni tiadalah dia menyampaikan Al-Qur’an sesuai dengan keinginan dirinya.

In huwa (tidalah hal itu), yakni tiadalah Al-Qur’an itu.

Illā wahyun (melainkan wahyu) dari Allah Ta‘ala.

Yūhā (yang diwahyukan) kepada beliau melaui Jibril a.s. yang menjumpainya, serta membacakannya kepada beliau.


Di sini Link untuk Kajian Tafsir Juz ke-27

Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an

  1. [1]Demi bintang ketika terbenam.

[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan bintang ketika terbenam di ufuk di akhir malam ketika malam pergi dan siang datang. Hal itu, karena di sana terdapat ayat-ayat Allah yang besar. Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan bintang untuk menerangkan kebenaran yang dibawa Rasulullah ﷺ berupa wahyu ilahi karena di sana terdapat persesuaian yang menakjubkan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menjadikan bintang-bintang sebagai hiasan bagi langit, demikian pula wahyu dan atsar (pengaruh)nya sebagai hiasan bagi bumi. Jika tidak ada ilmu yang diwariskan dari para nabi, tentu manusia berada dalam kegelapan, bahkan lebih gelap dari malam yang kelam. Isi sumpah itu adalah membersihkan Nabi Muhammad ﷺ dari tuduhan sesat dalam ilmunya dan dalam niatnya, dimana hal ini menghendaki Beliau sebagai orang yang mendapat petunjuk dalam ilmunya dan memberi petunjuk yang baik niatnya serta memberikan sikap nush-h (tulus) kepada umatnya; berbeda dengan orang-sesat yang sesat; yang rusak ilmu dan niatnya.

  1. Kawanmu (Muhammad)[2] tidak sesat dan tidak pula keliru.

[2] Disebutkan kata “kawanmu” untuk mengingatkan mereka, bahwa mereka telah mengenal keadaan dan pribadi Beliau yang penuh dengan kejujuran dan petunjuk, dan bahwa keadaan Beliau tidak samar bagi mereka.

  1. Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya.
  2. Tidak lain (Al- Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)[3].

[3] Yakni tidak ada yang ia ikuti selain wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya. Ayat ini menunjukkan bahwa As Sunnah termasuk wahyu Allah kepada Rasul-Nya ﷺ sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu,…” (Terj. An Nisaa’: 113), dan bahwa Beliau ma’shum dalam hal yang Beliau sampaikan dari Allah, karena ucapannya tidak keluar dari keinginannya, tetapi dari wahyu yang diwahyukan kepadanya.

.

Tafsir Jalalain

  1. (Demi bintang) yaitu bintang Tsurayya (ketika terbenam) sewaktu terbenam.
  2. (Kawanmu tidak sesat) artinya, Nabi Muhammad ﷺ tidak sesat dari jalan petunjuk (dan tidak pula keliru) tidak pula salah, yang dimaksud adalah dia tidak bodoh tentang akidah yang rusak.
  3. (Dan tiadalah apa yang diucapkannya itu) apa yang disampaikannya kepada kalian (menurut kemauan hawa nafsunya) menurut kehendaknya sendiri.
  4. (Tiada lain) tidak lain (ucapannya itu hanyalah wahyu yang diwahyukan) kepadanya.

.

Tafsir Ibnu Katsir

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Abu Ahmad Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Aswad ibnu Yazid, dari Abdullah yang mengatakan bahwa surat yang mula-mula diturunkan mengandung ayat sajdah adalah surat An-Najm. Abdullah ibnu Mas’ud r.a. menceritakan bahwa Nabi melakukan sujud tilawah dan orang-orang yang ada di belakangnya melakukan sujud pula mengikutinya, terkecuali seorang lelaki yang hanya mengambil segenggam pasir, lalu bersujud padanya. Maka aku melihatnya terbunuh dalam keadaan kafir sesudah peristiwa itu. Dia adalah Umayyah ibnu Khalaf.

Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula di berbagai tempat, juga Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Mengenai riwayat yang menyebutkan bahwa lelaki itu adalah Umayyah ibnu Khalaf masih mengandung perselisihan, karena disebutkan melalui jalur lain yang menyebutkan bahwa lelaki tersebut adalah Atabah ibnu Rabi’ah.

Asy-Sya’bi dan lain-lainnya menyebutkan bahwa Pencipta boleh saja bersumpah dengan menyebut nama makhluk-Nya yang dikehendaki-Nya, tetapi bagi makhluk tidak boleh bersumpah dengan menyebut nama selain Tuhan Yang Maha Pencipta (Allah Swt.) menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya:

Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1)

Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan bintang di sini adalah bintang surayya, yakni apabila terbenam bersamaan dengan munculnya fajar. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sufyan As-Sauri, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.

As-Saddi mengatakan bahwa bintang yang dimaksud adalah bintang zahrah (venus).

Lain pula dengan Ad-Dahhak, ia mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) Yakni apabila dilemparkan ke arah setan-setan; pendapat ini mempunyai alasannya yang tersendiri.

Al-A’masy telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Demi bintang ketika terbenam. (An-Najm: 1) Yaitu Al-Qur’an pada saat diturunkan. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ. وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ. إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ. فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ. لَا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ. تَنزيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. (Al-Waqi’ah: 75-80)

Adapun firman Allah Swt.:

kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. (An-Najm: 2)

Inilah jawab dari sumpah di atas, yaitu kesaksian terhadap Rasul ﷺ bahwa beliau adalah orang yang berada pada jalan yang lurus, mengikuti kebenaran dan bukanlah orang yang sesat. Yang dimaksud dengan orang yang sesat ialah orang yang menempuh jalan menyimpang tanpa pengetahuan. Dan orang yang keliru ialah orang yang mengetahui kebenaran, tetapi dengan sengaja menyimpang darinya.

Maka Allah Swt. membersihkan Rasul-Nya dan syariat-Nya dari kemiripan yang biasa dilakukan oleh ahli kesesatan seperti kaum Nasrani dan golongan-golongan orang-orang Yahudi, yang mengetahui sesuatu, tetapi menyembunyikannya dan mengerjakan hal yang bertentangan dengannya. Bahkan salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya, dan apa yang diamanatkan oleh Allah Swt. kepadanya berupa syariat yang agung merupakan syariat yang benar-benar lurus, pertengahan, dan tepat. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. (An-Najm: 3)

Yakni apa yang diucapkannya itu bukanlah keluar dari hawa nafsunya dan bukan pula karena dilatarbelakangi tujuan.

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (An-Najm: 4)

Yaitu sesungguhnya yang diucapkannya itu hanyalah semata-mata berdasarkan wahyu yang diperintahkan kepadanya untuk ia sampaikan kepada manusia dengan sempurna dan apa adanya tanpa penambahan atau pengurangan.

Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Us’man ibnu Abdur Rahman ibnu Maisarah, dari Abu Umamah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ لَيْسَ بِنَبِيٍّ مثلُ الْحَيَّيْنِ أَوْ: مِثْلُ أَحَدِ الْحَيَّيْنِ: رَبِيعة ومُضَر. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رسول الله، أو ما رَبِيعَةُ مِنْ مُضَرَ؟ قَالَ: إِنَّمَا أَقُولُ مَا أَقُولُ

“Sesungguhnya dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat seorang lelaki yang bukan nabi sebanyak orang yang semisal dengan dua kabilah atau salah satu dari dua kabilah,  yaitu Rabi’ah dan Mudar.” Maka ada seorang lelaki yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah Rabi’ah itu berasal dari Mudar?” Rasulullah menjawab, “Aku hanya mengatakan apa yang harus kukatakan.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, dari Ubaidillah ibnul Akhnas, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdullah, dari Yusuf ibnu Mahik, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa

كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ، وَرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ، يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ. فأمسكتُ عَنِ الْكِتَابِ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: “اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنِّي إِلَّا حَقٌّ

Aku mencatat semua yang pernah aku dengar dari Rasulullah dengan maksud untuk menghafalkannya. Kemudian orang-orang Quraisy melarangku berbuat demikian. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya kamu mencatat semua yang kamu dengar dari Rasulullah , padahal Rasulullah adalah seorang manusia yang juga berbicara di saat emosinya.” Maka aku menahan diri dari menulis, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah . Beliau bersabda: Teruskanlah tulisanmu, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tiadalah yang keluar dari lisanku melainkan hanya hak (benar) belaka.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini melalui Musaddad dan Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, keduanya dari Yahya ibnu Sa’id Al-Qattan dengan sanad yang sama.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur. telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ibnu Ajian, dari Zaid ibnu Aslum, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda:

مَا أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّهُ الَّذِي مِنْ عِنْدِ اللَّهِ، فَهُوَ الَّذِي لَا شَكّ فِيهِ

Apa yang kusampaikan kepada kalian dari sisi Allah itulah hal yang tiada keraguan padanya.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan, “Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan kecuali hanya melalui sanad ini.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Muhammad ibnu Sa’id ibnu Abu Sa’id, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda:

لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا. قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِهِ: فَإِنَّكَ تُدَاعِبُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: إني لا أقول إلا حقا

“Tiadalah yang kuucapkan melainkan benar belaka.” Sebagian sahabat bertanya.”Sesungguhnya engkau adakalanya berseloroh dengan kami, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah mengucapkan kecuali kebenaran belaka.”

Wallahu a’lam dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version